Mohon tunggu...
Topan Jaya
Topan Jaya Mohon Tunggu... -

I'm SMIKer... "Jangan pernah berhenti mencintai Indonesia!" Ngeblog juga di smipresidenku.wordpress.com, mahfudsrimulyani.wordpress.com & Ganyangmalingshit.wordpress.com. Buat jaga2 klo postingan di kompasiana diapus sama admin :-)

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Akhirnya Para Tokoh Agama & Budayawan Menggugat Para "Tokoh Agama"

23 Januari 2011   21:45 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:15 1711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_85361" align="alignleft" width="550" caption="Suara masyarakat lainnya akhirnya terkumandangkan"][/caption] Beberapa minggu terakhir pemberitaan media massa nasional dipenuhi salah satunya dengan gegap gempitanya pernyataan-pernyataan dukungan terhadap para tokoh agama yang menuduh pemerintah bohong. Saat saya mencoba menyuarakan gugatan berdasar suara hati kecil saya (baca "Menggugat Kebohongan Para Tokoh Agama"), saya pun dituduh membela pemerintah. Padahal saya yakin, banya anggota masyarakat yang lain merasakan hal yang sama dengan apa yang saya rasakan. Namun, pelan tapi pasti, sedikit demi sedikit, nurani bicara juga. Selain jajaran pemerintahan yang membantah tuduhan bohong dan mencoba mendudukkan persoalan pada konteksnya, kini para tokoh agama yang lainnya pun juga  semakin berani mengkritik sikap koleganya tersebut. Berawal dari Ketua PB NU KH Said Agil Siradj yang pertama-tama dan satu-satunya berani mengkritrik koleganya tersebut. Menurut dia, tuduhan pemerintah bohong itu tidak pantas dilontarkan oleh para tokoh agama tersebut (Inilah.com, 13 Januari 2011). "Tidak layak kata-kata tersebut disampaikan oleh tokoh agama. Tokoh agama harus menunjukan menjadi panutan kata-kata yang penuh hikmah wisdom dengan seni yang tinggi," ujar Said saat memberikan sambutan di pembukan Kongres XIV GP Ansor di Markas Kodam V/Brawijaya, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (14/1/2011). "Kita harus mengkritik pemerintah ketika dianggap kurang sukses tapi tetap dengan mauizotil hasanah tidak dengan menggunakan kata-kata yang tidak sopan dan tidak berakhlak," sambungnya. Menurut Aqil, sikap NU terhadap pemerintah akan lebih proposional dan rasional dan tidak apriori menolak sebagaimana dilakukan kelompok oposisi. "Sehingga NU bisa diharapkan untuk menjaga kehidupan bernegara," tandasnya. Berikutnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Sahal Mahfuds pun angkat bicara. Seperti dikutip Suara Karya Online (24 Januari 2011), ia mengingatkan supaya tokoh agama menyampaikan kritik tidak dengan cara-cara yang malah menimbulkan kegaduhan. Sahal Mahfudz mengatakan, MUI berani menyampaikan kritik dan masukan jika ada kebijakan yang merugikan umat. Di sisi lain, MUI juga bersikap proporsional dalam menjalankan fungsi tawashi bi al-haq (mengingatkan dalam kebaikan). "Jika baik harus dikatakan baik dan jika tidak baik, maka MUI juga harus menyatakannya," katanya. Namun, ia mengingatkan, dalam menyampaikan kebenaran, setiap pengurus MUI harus memperhatikan jati diri keulamaan, yaitu senantiasa menggunakan cara yang baik, pilihan kata yang tepat, dan tidak menimbulkan pro-kontra di tengah masyarakat. "Jangan sampai malah membuat gaduh," ujarnya mengingatkan. Menurut dia, tokoh agama harus tegas menyampaikan kebenaran, tetapi juga harus tetap menebarkan kedamaian dan kesantunan. Budayawan, penulis sastra dan filsafat, sekaligus tokoh kristiani Remy Silado pun menyampaikan kritiknya terhadap koleganya yang dianggap "bermain politik" akhir-akhir ini. Menurut Remy, yang namanya rohaniawan seyogyanya tidak punya ambisi politik (Antara, 24 januari 2011). "Memang seharusnya para rohaniwan selalu perlu menjaga sikapnya, karena dirinya benar-benar menjadi anutan umat," kataRemy di sela-sela mengikuti sebuah acara dari Tim Penilai Hadiah Nobel. Juga, menurutnya, seorang rohaniwan mesti benar-benar bisa menyuarakan hati nurani berdasar kejujuran, bukan hasil rekayasa hati yang membenci sesama. Remy Silado kemudian mengharapkan sesama tokoh agama, apalagi yang benar-benar rohaniwan, agar jangan saling menyerang, atau dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan di luar lingkup talentanya. "Karena hal ini bakal berdampak buruk dan berpotensi kiat memicu suasana kehidupan semakin gaduh," ujarnya. Jika itu terjadi, demikian Remy Silado, berarti ada kegagalan dalam bersikap serta beerperilaku. "Ajarlah umat, siapa pun dia, termasuk pejabat Pemerintah, politisi, dan para pakar untuk menjaga kedamaian, suasana hidup toleran dan saling menghargai dan saling memberi," kata Remy Silado yang kini tengah menyiapkan peluncuran buku terbarunya berjudul: "Bernyanyilah Presiden". Dalam hati saya lega, ternyata apa yang saya rasakan (dan mungkin juga dirasakan oleh banyak warga masyarakat awam yang selama ini diam), akhirnya tersuarakan juga oleh para tokoh agama dan budayawan lainnya. Kalau kemarin kita seperti digiring oleh media untuk hanya percaya pada kebenaran versi para "tokoh agama" yang menuduh pemerintah bohong itu, sekarang kita dicerahkan bahwa ada tokoh-tokoh lain yang juga menyuarakan suara rakyat, tetapi dengan cara yang lebih bijaksana. Dari catatan ini kita semua yang warga negara biasa ini bisa belajar, tokoh agama pun bisa salah. Terima kasih untuk para tokoh agama dan budayawan yang berani bersuara sesuai hati nuraninya, dan sekaligus mengingatkan koleganya sendiri.[tj]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun