Semua muslim di Indonesia pasti sudah siap untuk mudik lebaran, tetapi tak semua orang dapat merasakan indahnya mudik lebaran. Bersilaturahmi kepada keluarga, mama, papa tercinta merupakan hal yang wajib dilakukan ketika lebaran tiba. Sungguh ironis jika mudik lebaran tak bisa datang bertemu dengan orang tua karena faktor dan halangan yang tak diduga. Hambatan di perjalanan tak semestinya harus dilalui dengan hati yang gundah, namun harus  dilalui dengan penuh lapang dan kesabaran.  Tantangan saat mudik akan tiba saat berada diperjalanan, namun akan terselesaikan dengan persiapan yang matang.
Faktor & Halangan Membuat Mudik Jadi Batal
Tak semua orang memiliki kesempatan dalam mudik lebaran, mereka yang berada di perantauan adakalanya tak merencanakan mudik lebaran hingga tiba saatnya harus kembali bertemu orang tua dan sanak saudara dengan penuh kebahagian. Ada saja faktor dan halangan membuat mudik jadi batal. Â Salah satu faktor dan halangan ketika mudik bagi saya, yang sedang merantau adalah kondisi keuangan dan segala persiapan tiket pesawat untuk mudik yang mahal harganya. Â Sehingga harus jauh-jauh hari merencanakan pembelian tiket, agar dapat kembali pulang ke tanah asal. Saya selalu menganggarkan dana khusus untuk mudik. Saya pun sering mengecek harga tiket pesawat yang harganya fluktuatif, sering naik-turun tak terduga. Begitu ada harga tiket yang sedang promo, saya langsung memesannya. Banyak dari teman guru yang batal mudik akibat kurang perencanaan yang matang sehingga kaget ketika mengetahui harga tiket yang sangat mahal harganya. Karena mereka tidak mempersiapkan dana untuk mudik, rasanya jadi berat ketika harus mudik bersama keluarga dengan tanggungan tiket perjalanan pesawat untuk lima orang. Sehingga mudik tak mereka rasakan. Sangat kecewa rasanya, apalagi mudik bagi saya adalah sesuatu yang wajib, karena mudik lebaran menjadi salah satu upacara sakral setiap tahunnya, tanpa adanya mudik lebaran terkadang hidup terasa hampa.
Siap Hadapi Tantangan, Persiapan ketika Mudik Lebaran
Tak hanya fakor keuangan yang harus diperjuangkan, jiwa dan ragapun ikut dipertaruhkan, beribu-ribu pengalaman saya dapatkan melalui mudik lebaran, tak hanya jalur darat yang kami lalui, melainkan jalur laut dan udara juga harus dilewati. Mudik lebaran yang menorehkan sebuah kisah perjuangan dan tantangan bagi saya seorang guru bantu di perbatasan.
Mengajar di daerah terdepan terluar dan tertinggal adalah perjuangan awal untuk mencapai cita-cita yang diinginkan, tak semua orang mampu menjalankan amanah yang diberikan oleh Tuhan Sang pencipta Alam. Tanpa bayaran dan gaji, saya pertaruhkan diri demi anak-anak masa depan. Saya hanyalah seorang guru yang membantu di sekolah terpencil, Raja Ampat. Bermula dari istri yang mendaftarkan diri sebagai guru garis depan, membuat saya turut ikut bersamanya. Gaji bulanan istri saya hanya cukup untuk keperluan keluarga idaman, sementara saya tak memiliki apa-apa untuk mudik lebaran. Kamipun mengandalkan tunjangan tambahan dari pekerjaan istri sebagai tabungan. Hanya satu impian yang saya agungkan yaitu mudik lebaran bertemu orang tua yang tersayang. Perjalanan mudik pertama diawali dengan perjalanan laut. Membelah lautan dengan sebuah perahu kayu adalah pengalaman pertama yang tak terbayangkan. Mantel, payung, pelampung adalah barang wajib yang harus digunakan. Disinilah pengalamanku yang tak terlupakan. Apalagi melihat deburan ombak dan kerumunan burung diatas lautan. Serasa hidup ini tak lagi banyak masalah dan kendala karena suasana alam yang membuat hati ini bahagia. Sampailah kami di kota Sorong dengan selamat, kota yang menjadi titik awal perjalanan udara yang akan kami tempuh. Inilah rangkaian secercah video yang telah kami alami ketika diperjalanan hendak mudik.
Jalur laut sudah kami lewati, masih banyak rintangan di depan mata melalui jalur udara dan darat.  Jalur udara memang tak seperti jalur laut yang harus terkena deburan ombak, tetapi jalur udara ini sangatlah berbahaya karena harus berada di atas awan, lautan, dan gunung. Panorama awan yang  berada di bawah pesawat sangatlah indah, apalagi kami mengambil penerbangan di pagi hari. Terlihat suasana awan putih seperti hamparan salju, pesawatpun membumbung tinggi jauh di atas awan hingga akhirnya kami dapat melalui perjalanan udara dengan selamat. Tidak serta merta kami sampai di tujuan, melainkan harus transit selama berjam-jam menunggu kedatangan pesawat selanjutnya. Menunggu adalah salah satu hal yang membosankan di bandara Makassar. hingga saatnya pesawat kedua terbang membawa kami sampai di kota Yogyakarta, istimewa.
Itulah pengalaman saya saat menjelang lebaran tiba, Â Siap Mudik dan Siap Hadapi Tantangan untuk menjaga keselamatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H