Kekuatan media sosial, kini mau tidak mau menjadi hal yang harus diperhatikan oleh siapa pun termasuk para politisi yang berkantor di masing masing area dimana ia menjabat, bisa saja ia presiden yang berkantor di istana negara, para menteri yang memimpin departemen, para gubernur yang memimpin provinsi, serta anggota dewan yang terhormat yang berada di Senayan, atau anggota dewan di daerah di seluruh Indonesia.
Maka saat para pejabat kepeleset bicara, para pejabat yang mengeluarkan kebijakan yang dianggap salah kaprah maka bersiap siaplah di hukum oleh para netizen yang siap meluncurkan sebuah tanda pagar atau hastag, dengan kode awal seperti ini (#), maka bersiap siaplah nama para politisi siapa pun akan menjadi trending topic jika dianggap melakukan sensasi, ribuan hastag akan segera memenuhi lini massa dan secepat kilat sebuah nama akan menjadi populer baik berupa berita positif maupun berkonotasi negatif atau malah jadi olok olok.
Rata rata para pejabat yang memerintah di era digital ini pernah merasakann tanda pagar, di rezim SBY, presiden ke 6 Republik Indonesia pun kerap menjadi buah bibir pemberian hastag ini, apapun kebijakannya bila dianggap perlu untuk diberi hastag maka tak terlakan lagi hastag pun memenuhi lalu lintas dunia maya.
Begitu pun dengan presiden ke 7, Jokowi, tentang kenaikan BBM, tentang kasus KPK vs Polri, semua tak luput dari bidikan hastag atau tanda pagar, maka apapun bentuk kebijakannya pasti akan menimbulkan dampak kepada dunia maya, ya dunia hastag.
Saat ini pun anggota dewan dari provinsi Jakarta, ya nama Abraham Lunggana mungkin tidak berbunyi, namun jika di tulis Haji Lulung maka keluarlah hastag Save Haji Lulung dan menjadi trending topic, perseteruan para anggota dean provinsi Jakarta dengan gubenur di rapat mediasi beberapa hari lalu membuahkan sebuah trending topic untuk Haji Lulung yang tentu saja ini merupakan kreasi para netizen.
Tanda pagar menjadi sebuah rambu khusus untuk para politisi dimana pun ia berada, bisa jadi tanda pagar itu akan melejitkan namanya atau malah menghempaskan, kekuatan media sosial memang tak bisa dianggap sepele, tak bisa dianggap remeh temeh, kekuatan media sosial bagaikan sebuah kontrol bagi para politisi, tinggal bagaimana sekarang para politisi berlaku dalam kesehariannya, jika baik maka tak pelak lagi tanda pagar akan bernilai positif.
Namun jika perilaku para politisi ini dianggap buruk maka siap siap saja tanda pagar akan menghukumnya dengan segera, pertanyaan berikutnya adalah, siapa yang berani melawan tanda pagar? Tanya siapa?
Salam damai untuk Indonesia, salam dini hari, semoga tanda pagar menjadi renungan untuk para pemangku jabatan agar bisa berbuat amanah dengan jabatan yang diembannya, jangan main main dengan tanda pagar!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H