Bulan puasa telah beberapa waktu berlalu, namun kenangan manis tentang beragam aktifitas akan selalu menjadi kenangan indah, kegiatan di bulan suci memang begitu susah untuk dilupakan, apalagi tentang cerita masa kecil saat mengikuti ritual bulan puasa, ada berbagai bingkai kenangan yang tak akan bisa terlupakan saat menjalani ibadah puasa hingga lebaran nanti, sepenggalan ingatan terlontar berpuluh tahun lalu seakan mengembara, menelisiki mozaik mozaik dari keping ingatan betapa indahnya masa kecil ketika menyambut bulan yang di sucikan oleh semua umat muslim nusantara dan juga dunia.
Bila menjelang bulan puasa, kami yang tinggal di kampung Rajawetan akan bersiap, saat itu hiburan sangatlah minim, maka kami yang masih bocah berusaha membuat keriaan dan tak kalah antusias untuk menyambut bulan puasa, biasanya kami telah sibuk mencari bambu untuk di jadikan mainan meriam, bambu yang dipilih biasanya jenis "Awi Surat", bambu yang biasanya memiliki ketebalan yang lumayan, sehingga tak mudah pecah saat digunakan, setelah itu kami harus membeli karbit sebagai bagian permaianan meriam ini, juga minyak lantung atawa minyak tanah, jika semua itu sudah lengkap maka meriam bambu siap digunakan.
Dan dentuman meriam bambu akan mewarnai sore hari di bulan puasa, jelang waktu magrib akan terdengar sahut sahutan suara meriam bambu, permainan sederhana ini adalah bentuk lain dari hiburan anak kampung yang sangat mengasyikan, saat meriam bambu di sulut saat itulah kemeriahan terjadi, jika suara meriam terdengar menggelegar maka kami pun bersorak senang, waktu waktu menjelang berbuka memang sangat asyik memainkan meriam bambu yang dilengkapi karbit sebagai amunisi.
Dan waktu maghrib tiba, maka permainan pun usai, bersiap untuk menyantap hidangan berbuka puasa, yang pasti ada cendol ataupun kolak pisang, saat itu nikmat sekali masakan Emak, pokoke numero uno lah hehehe, lalu kami pun bersiap untuk melakukan sholat tarawaih.
Tengah malam saat sedang nyenyak tidur, terdengar bedug dipukul bertalu talu, ada juga suara kaleng yang dipukul, dengan suara lantang orang orang berkata," hudanggg,hudaanngg salaur baraya, tong hilap sauuurr...sauuurrr!"
Yap itulah penggalan kalimat yang sering terdengar saat malam malam bulan puasa, segerombolan anak anak yang lebih dewasa akan membangunkan sahur, berkeliling kampung sambil tak lupa menabuh aneka peralatan yang dibawa, ada kokol atau kentongan, bedug, ataupun kaleng rombeng, sambil juga bernyanyi atau apa saja yang penting suasana ngoprek bisa hidup dan orang orang pun terbangun, tak ada yang protes bila rombongan ngoprek sedang bekerja, bahkan ibu ibu merasa terbantu karena ada waktu untuk memasak sahur, semua senang dengan keberadaan ngoprek.
Hal yang menarik saat menghabiskan waktu ramadhan saat kecil dulu adalah menjelang hitungan hari ke 29, kami menyebutnya malam sanga likur, dimana waktu itu kami bersiap dengan obor, ketika itu listrik belum masuk sehingga arak arakan obor menjadi sesuatu yang menggembirakan, menyenangkan dan menadi hiburan tersendiri, terkadang beberapa anak malah mendemonstrasikan keberaniannya dengan menyemburkan api dari mulut, dan kami pun bersorak riuh jika ada teman teman yang melakukan hal yang memang nyerempet nyerempet bahaya itu.
Ramadhan usai, saatnya bersiap dengan baju baru, sholat ied dan menunaikan sholat ied, senang sekali memakai baju yang dibelikan Bapak, kayaknya tak ada hidup segembira saat lebaran, setelah sholat, kami pun bersalam salaman, suasana kampung mendadak lebih ramai, semua bersuka cita, yang dari kota menyempatkan pulang, saatnya mendapat uang jajan ekstra, biasanya ada pemberian uang dari para kerabat dari kota, tentu saja kami menerimanya dengan suka cita. Menjelang waktu Dhuhur, anak anak telah bersiap dengan pontrang, inilah hal yang di tunggu tunggu, pontrang adalah sejenis besek yang berisi aneka lauk pauk, terbuat dari anyaman daun bambu, isinya berupa nasi,ikan asin, kentang goreng dan aneka lauk pauk, setelah pontrang pontrang terkumpul di masjid, pak lebe atau orang yang bertugas sebagai tetua agama akan berdo'a dan setelah itu pontrang pun di bagikan, tak terkira senangnya dapat pontrang yang berisi makanan, dan kegembiraan berikutnya kami pun memakan pontrang secara beramai ramai.
Moment ramdahan dan juga lebaran di kampung, meski sudah bertahun tahun lewat namun kenangannya tak akan redup, suasana kampung yang belum di aliri listrik, hiburan belum banyak, namun tak mengurangi kemeriahan untuk merayakan ramadhan ataupun lebaran, ngoprek, meriam bambu dan juga pontrang adalah bagian yang tak terlupakan, namun sayang kini tak ada lagi keriaan ala anak anak kampung seperti dulu, semua telah berubah, saat saya kembali ke kampung, anak anak sekarang sudah asyik dengan gadget yang di milikinya, mungkin zaman telah berubah, mungkin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H