Mohon tunggu...
Topik Irawan
Topik Irawan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Full Time Blogger

Full Time Blogger

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saatnya Menendang Jauh Politik Uang Dari Demokrasi Indonesia

6 April 2014   03:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:01 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tahun 1955,untuk kali pertama sejak Indonesia merdeka,akhirnya negeri tercinta ini melaksanakan pesta demokrasi yang pertama,ada puluhan partai yang berpartisipasi dan inilah pemilu yang dianggap paling demokratis dan rasanya sulit di ulangi lagi(sumber),kita tahu sendiri dengan membaca buku sejarah,di era orba,pemilu penuh manipulasi dan menangnya Golkar pun tidak ksatria,sejarah mencatat demikian.

Pemilu 1955 adalah etalase dan juga cermin agar kita berkaca bahwa pernah ada pemilu di Indonesia dimana pemilihnya tidak sudi menerima uang agar memilih partai tertentu,mungkin kita mesti belajar ke zaman itu bahwa ideologi tak bisa dikawin paksa dengan materi berbentuk uang.

Namun apa daya,dizaman katanya sudah modern,di zaman yang serba canggih,penduduk Indonesia pun sudah hampir bebas dari buta huruf dibanding zaman tahun 1955,kini para pemilih disasar partai ataupun caleg yang kini berlaga di pemilu 2014,untuk menerima politik uang,partai harus bertanggung jawab terhadap calegnya yang bermain api untuk memberikan uang kepada para pemilih,ini adalah bentuk pembodohan yang sangat mencemaskan,demokrasi di negeri kita ternyata bukan benar benar militansi,tapi telah menjadikan uang adalah panglima.

Adakah dari peserta pemilu,sejujurnya adakah yang ingin menang dengan ksatria,menang tanpa politik uang,caleg yang memberi uang,dan pemilih yang menerima uang adalah sejatinya pecundang.Tahu sendiri dengan ongkos politik yang begitu besar,jika nanti terpilih,sudah bisa ditebak pasti caleg menginginkan duit balik modal,dan jika sudah di kursi parlemen,akses ekonomi pun diyakini akan semakin dekat,disinilah terbuka praktek korupsi,praktek manipulasi.

Jika di era 1955 yang dianggap bahwa penduduk Indonesia banyak mengalami buta huruf,tidak melek informasi,mengapa mereka tak tergoda politik uang,biasanya mereka adalah orang orang militan jika memilih ideologi,seorang yang berideologi Marhaen misalnya,tak akan mungkin memilih partai lain selain PNI.Ini adalah pelajaran bagi kita semua,dizaman yang serba canggih ternyata pola pikir pemilih di era internet ini masih kalah dengan kakek kakek kita dulu.

Saatnya menendang politik uang,partai yang mengiming imingi duit kepada konstituen adalah partai banci yang tak percaya diri dengan kekuatan diri sendiri,percuma mendirikan partai kalau hanya bisanya nyogok rakyat,ayo kita dukung politik bersih tanpa adanya poltik uang,sudah saatnya demokrasi Indonesia adalah demokrasi tanpa uang sogok,karena sogok adalah pintu awal untuk berkorupsi,waspadalah,hati hati dalam memilih bung!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun