Dua hari belakangan ini,saat berangkat bekerja dari rumah di Perum Sukaraya Indah menuju Tambun,jam 05.30 WIB biasanya saya melajukan motor,dan ternyata ada penampilan istimewa yang sempat saya tangkap,beberapa bocah berseragam putih biru,atau putih merah,bocah yang berseragam SD dan SMP ini berdandan nyentrik,atau malah bisa dibilang berdandan aneh,memakai topi segitiga,bertas punggung bekas dus mie,belum lagi coreng moreng di pipi khas ABG mereka,warna warni,baru tersadar saya bahwa mereka sedang melaksanakan Ospek.
Dan ada istilah lain dari Ospek a.k.a Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus,ada juga MOS atau Masa Orientasi Siswa,namun apapun namanya apakah ini efektif dengan cara Ospek atau MOS semacam ini?Biasanya malah terdengar betapa Ospek itu seperti cara horor senior memberlakukan siswa baru,alih alih mengenalkan kampus kepada para murid atau mahasiswa baru,malah kekonyolan kekonyolan yang kerap diberitakan,bahakan nyawa sebagai taruhannya,lihat disini.
Apakah yang ingin dicapai dengan MOS/OSPEK dalam beberapa dekade terakhir ini,melatih mental?Menguji keberanian?
Dengan memberlakukan cara yang aneh dalam mengenal sekolah atau kampus baru.menurut saya sudah tak relevan lagi,saat bangsa lain belajar dengan sungguh sungguh,meraih kesempatan,malah di sini,orang di suruh berdandan aneh aneh,dengan aksesoris yang kerap diminta seniornya yang susah dicari.
Jadi teringat saat di dekat rumah,si ibu sibuk memborong permen Sug*s,permen itu nantinya akan dibuat semacam kalung untuk anaknya yang baru saja masuk SMP,belum lagi 'kariweuhan'atau kesibukan lainnya jika ada tambahan permintaan lainnya.
Apakah dengan permintaan yang tidak jelas itu mampu menajamkan nalar siswa baru?Kayaknya ada yang aneh dan inilah memang wajah pendidikan Indonesia yang sebenarnya?
Alih alih memiliki konsep yang jelas,menurut saya MOS atau Ospek tidak mencerminkan kedewasaan cara berpikir yang runut,jelas dan malah membuang buang waktu,sudah saatnya merevisi cara MOS atau Ospek ini,lebih baik kegiatan tersebut dihentikan saja,ganti misalnya dengan kegiatan yang lebih enjoy namun tetap mengedepankan unsur unsur edukasi.
Bisa saja Ospek diganti misalnya dengan kegiatan meresensi buku buku sastra klasik Indonesia,kita tahu bahwa untuk di Malaysia saja,sastra klasik karya penulis Indonesia sangat dianjurkan untuk dibaca,di dunia pendidikan kita adakah ada hal semacam mengapresiasi karya karya penulis besar Indonesia seperti Sutan Takdir Alisyahbana,Armijn Pane,Hamka,Marah Rusli.
Semoga ada konsep yang mumpuni pengganti Ospek,semoga tak ada lagi siswa baru yang memakai aksesoris aneh aneh,apalagi malah menjadi korban bully para seniornya,untuk para pendidik di Indonesia,semoga ada jalan untuk merubah paradigma Ospek yang kadung tercipta secara negatif dengan banyaknya kisah pilu dibalik keberadaan Ospek itu sendiri,saya hanya berharap tahun ini Ospek atau MOS tak memakan korban jiwa lagi,semoga saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H