Kali pertama seseorang berada di Candi Borobudur adalah cerita tentang decak kagum akan kokohnya bangunan monumental ini, dengan memiliki fisik bangunan candi yang merupakan besutan Wangsa Syailendra, memiliki panjang 121,66 meter, lebar 121,38 meter  dan tinggi 35,40 meter adalah keanggunan bangunan abad ke tujuh masehi, megahnya Borobudur di bangun dalam rentang 770 masehi-842 masehi.
Keunikan Borobudur adalah memiliki 2672 relief yang terdiri 1460 panel naratif, memiliki sebelas baris mengelilingi candi dan 1212 panel dekoratif yakni relief individu. Dari semua itu diantaranya 226 relief berupa alat musik tiup, alat musik petik, alat musik pukul pukul dan alat musik bermembran, 45 relief ansambel di dinding candi.
Bagian Borobudur terdiri dari tiga unsur yakni Kamadathu yang merupakan bagian kaki candi dan melambangkan kehidupan manusia yang penuh dosa, berikutnya adalah Rupadathu atau tubuh candi yang memiliki filosofi kehidupan manusia yang terbebas dari nafu namun masih terikat duniawi.
Bagian tertinggi adalah Arupadathu atau bagian atas candi dengan arti makna spiritual manusia dengan pencapaian sempurna. Secara umum Borobudur memiliki volume keseluruhan  yakni 55.000 meter kubik atau setara 2 juta potong batu. Relief Borobudur menguak tentang masa lalu pendahulu kita merupakan maestro hebat yang mampu  menggambarkan alat musik yang digunakan saat itu. Bentuk relief alat musik di candi Borobudur tersebar di seluruh 34 provinsi di Indonesia, relief alat musik di monumen megah ini  memiliki kesamaan  dan mirip alat musik yang masih dimainkan di lebih 40 negara.
Sebagai bloger yang kesehariannya berkutat dengan dunia literasi, saatnya menggaungkan Sound of Borobudur dan menceritakan kepada dunia tentang bukti bahwa Borobudur merupakan pusat musik dunia, saat abad lampau dan kejayaannya melewati lintas generasi dan juga zaman.
Wonderful Indonesia Vibrasi Ciamik Dari Relief Sebuah Candi
Jasa Thomas Stamford yang "menemukan" Borobudur saat ia menjabat Gubernur Jenderal di Jawa pada tahun 1815 adalah titik balik hadirnya Borobudur mengguncang dunia karena keindahan bangunan candi yang terkenal dengan penampakan stupanya yang terkesan anggun ciri bangunan batu tanpa menggunakan perekat.
Saat ini kita semua di buat terpukau dengan aksi ciamik musisisi tanah air yakni Purwa Tjaraka, Trie Utami dan juga Dewa Budjana yang dengan gigih membuat replika alat musik yang merupakan relief candi Borobudur. Ketika penulis menyempatkan menonton aksi mereka di channel youtube, energi musik yang dikeluarkan alat musik zaman dahulu terdengar memiliki vibrasi yang unik.
Berbaju warna marun, solois perempuan terkenal tanah terlihat ekpresif memainkan alat musik petik, sesekali jemari tangannya memainkan alat musik pukul, kombinasi musik ciamik ini adalah besutan Dewa Budjana yang terinspirasi panel relief Borobudur.
Lagu Janata begitulah Trie Utami menyebut dendang ceria yang menceritakan tentang dunia fabel. Sound of Borobudur ternyata sanggup menjelajahi kawasan lain dengan suku berbeda. Vibrasi nada unik juga terdengar saat Trie Utami membawakan single lagu dengan iringan alat musik replika dari relief candi, lagu Lan E Tuyang yang kental dengan etnik Dayak.
Relief  Karmawibhagga merupakan inspirasi Sound of Borobudur, relief ini menceritakan suasana masyarakat Jawa saat itu tentang aktifitas kesenian dan tari serta musik. Tak mudah mendapatkan wujud alat yang persis sama dengan apa yang ada di relief, namun kendala tersebut diatasi dengan mereka reka alat musik dan proporsi tubuh yang ada di relief.
Antara Grammy Award Dan Borobudur Pusat Musik Dunia
Bagi insan musik dunia, pencapaian tertinggi adalah meraih ajang Grammy Award, penghargaan yang dahulunya bernama Gramaphone Award dan pertama kali di gelar pada tanggal 4 Mei 1959. Begitu juga dengan festival musik legendaris Woodstock yang dihelat pada tahun 1969.
Semaraknya musik telah jauh hadir sebelum panggung gemerlap Grammy Award dan juga Woodstock ada. 1300 tahun yang lampau, Nusantara telah mampu berada dalam situasi mengumpulkan maestro dunia musik di seluruh jagad di era komunikasi belum secanggih sekarang dan tentu saja ini merupakan tantangan tersendiri.
Dewa Budjana yang saat ini salah satu gitaris handal tanah air dan terlibat dalam Sound of Borobudur, menduga zaman dahulu disini pernah ada konser besar seluruh dunia. Bila saat ini generasi zaman kiwari ada yang merasa inferior menghadapi budaya bangsa lain dengan segala gemerlapnya. Duh rasanya nggak perlu minder deh, pendahulu bangsa ini telah mempersembahkan kebudayaan tingkat tinggi dengan musik yang tak kalah berkelas.
Borobudur pusat musik dunia adalah keniscayaan, sentuhan instrumen musiknya nggak kalah gahar dengan alat musik kekinian, untuk beberapa tahun mendatang Sound of Borobudur jika dikelola dengan tangan tangan hebat yang peduli dengan budaya lokal, Keniscayaan Sound of Borobudur mengguncang dunia hanya tinggal menghitung waktu saja.
Menjaga Borobudur menjaga Suara Musik Untuk Tetap Abadi
Badan PBB untuk seni budaya, UNESCO menetapkan Borobudur sebagai Daftar Warisan Dunia dengan nomor urut 348  tanggal 13 Desember 1991, dan diperbaharui  Nomor C 592, huruf C merjuk dari kata "Culture" karena Borobudur warisan dunia dalam kategori budaya.
Borobudur memiliki nilai spiritul, budaya, ilmu pengetahuan, politis, ekonomi, arkeologi, histori dan tentu saja musik dan terpatri dalam relief relief  candi. Bahasa musik yang bisa di nikmati secara universal, bahkan keberadaan Borobudur sendiri kerap di identifikasi sebagai kejeniusan lokal.
Yuk saatnya menjaga Borobudur sebagai aset terbaik bangsa ini, dari masa lampu kita belajar banyak hal, bangunan candi Borobudur dengan segala keanggunan pahatan yang tertera di relief merupakan cita rasa tersendiri.
Borobudur adalah kita semua sebagai bangsa Indonesia, suara Borobudur jangan sampai padam begitu saja, lalu menghilang tanpa bekas, namun suara Borobudur tetap kekal dan berbunyi tiada henti, memberi tahu kepada dunia betapa istimewanya Borobudur dengan suara suara dari relief candi.
Jangan pernah melakukan vandalisme, jangan ada hasrat merusak cagar budaya. Borobudur adalah milik seluruh bangsa tanpa perlu melihat dari etnis dia berasal atau agamanya apa, menjaga Borobudur tugas bersama anak bangsa agar suara masa lampau itu mampu melewati generasi yang akan datang, mungkin seribu tahun lagi misalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H