Ketika teknologi telepon seluler belum teraplikasi layar sentuh, beberapa tempat makan ini telah jauh jauh hari menerapkan hal ini dalam keseharian, pelanggan tinggal menunjuk menu dibalik kaca maka sajian sedap sekejap telah terhidang. Begitu kelakar yang kerap akrab terdengar saat menyoal Warung Tegal.
Dengan papan kayu bernomor dan bercat warna warna ngegenjreng dan menarik perhatian, Warung Tegal hadir menyelamatkan jutaan perut warga biasa untuk dapat terisi nasi agar badan tidak gemetaran. Khas lainya dari Warteg begitu biasa Warung Tegal disebut, adalah bangku kayu panjang yang berfungsi untuk tempat duduk, mejanya langsung bersanding dengan etalase, jika makan di warteg maka akan terlihat seperti orang yang sedang berkerumun.
Yang unik dari warteg adalah para pemilik warteg atau yang mengelolanya bukan melulu orang dengan domisili berasal dari kota Tegal. Ada yang berasal dari Brebes atau wilayah sekitaran Tegal tapi bukan orang Tegal, dan mereka enjoy disebut orang Tegal karena warungnya mempunyai frasa "Tegal".
Cung yang pernah makan di Warteg, sebagian besar kompasianer pasti deh pernah sekali dalam hidupnya mencicipi makanan warteg. Harga seporsi nasi di warteg bisa sangat kompetitif lho, lima ribu pun bisa makan di warteg. Ada menu menu khas warteg yang tak bakalan absen seperti tumis kacang panjang, tahu dan tempe goreng serta sayur labu. Ada juga lho gorengan yang ditaruh diatas etalase, ada tempe goreng, tahu goreng dan juga bala bala.
Soal harga, di warteg bisa kompromi saja, pemilik warteg nggak terlalu mematok harga makanan ke level yang mahal, mensiasati saat harga naik, pemilik warteg memperkecil ukuran barang yang akan dijual ke konsumen.
Selain itu warteg juga dikenal sebagai tempat yang bisa di utangin atau istilah kerennya sih ngebon, makan duluan dan bayarnya belakangan. Untuk urusan ini yang paling seru, makannya sering eh bayarnya ditempo melulu.
Warteg adalah fenomena sosial dan ekonomi di Indonesia, pemilik warteg yang terbiasa hidup seadanya di ibu kota ternyata adalah orang orang kaya di kampung halaman mereka, rumah besar dan peralatan mewah menjadi milik juragan warteg.
Bagaimana pun juga warteg memang bagian penting dari ekonomi Indonesia, disaat goncangan ekonomi melanda tanah air di tahun 1998, warteg tetap eksis meski harud berjibaku dengan fluktuasi harga dan juga keamanan nasional yang saat itu penuh dengan huru hara. Warteg pun menjadi penyelamat bagi para pekerja yang sudah kekurangan duit dan masih lama menunggu wesel pos cair.
Warteg keberadaannya kini terus mengalami grafik naik, apalagi saat ini pembangunan rumah ataupun apartemen terus bermunculan, selagi manusia masih butuh makan, bisnis warteg sepertinya tak akan pernah berakhir.
Kenangan warteg dengan menu yang endol surendor namun tetap dengan harga hemat adalah sesuatu yang menarik bagi masyarakat kebanyakan, ayo siapa yang sudah ke warteg hari ini?