Meski berbeda pandangan politik dan pilihan pemimpin di negeri ini, tapi saya selalu respek dengan Kang Pepih Nugraha yang bekerja di harian Kompas selama 26 tahun, selain itu Kang Pepih yang merupakan lulusan Univerista Padjajaran dan meraih S1 untuk ilmu komunikasi. Meski termasuk pejabat teras saat di Kompasiana namun sosoknya tetap rendah hati dan tak segan segan membagi ilmu yang di milikinya, bersyukur pernah berinteraksi dengan lelaki yang mengagumi permainan catur dari pecatur Rusia Garry Kasparov.
Kang Pepih pula yang membidani lahirnya blog keroyokan bernama Kompasiana pada tahun 2008 di tengah ketidakyakinan rekan sejawatnya tentang masa depan sosial blog di Indonesia, namun dengan pikiran out the box nya, Kompasiana menyeruak menjadi platform sosial blog yang di segani dan terbesar di Indonesia dengan jumlah penulis di atas 300 ribuan, sesuatu yang luar biasa di era maraknya literasi digital seperti saat ini.
Beruntung sebelum hengkang dari Kompasiana, saya beberapa kali bertemu dan tentunya berinteraksi dan menyerap ilmu. Berkat Kang Pepih pula semangat untuk terus menulis harus di lakukan,apa pun keadaan kita, atau apapun pekerjaan yang kita punya, menulis adalah sesuatu yang penting di lakukan, menjelajahi dunia literasi digital merupakan sebuah keniscayaan.
Bagi Saya Kang Pepih Adalah Thomas Alva Edison nya Dunia Literasi Digital
Dalam salah satu sesi acara Kang Pepih mengatakan bahwa sebuah tulisan selayaknya mempunyai"ruh" agar pembaca dapat memahami isi tulisan dan maksud yang ingin di sampaikan. Petuah bijak dari Kang Pepih Nugraha merupakan bekal berharga bagi saya untuk mencintai dunia literasi digital. Meski sebagai buruh dalam profesi, menjadi penulis bukanlah semata hak kaum terpelajar dengan pendidikan di perguruan tinggi, Semua bisa menjadi penulis dan kesempatan itu bisa di raih siapa saja yang ingin terus belajar dan mengasah kemampuan.
Kang Pepih yang mengaku kecanduan menulis sejak umur 10 tahun dan hingga saat ini pun masih terus menulis, menulis itu adalah hadirnya keresahan dalam diri sendiri, berawal dari keresahan akhirnya jadilah sebuah tulisan. Yang belum bisa saya lakukan seperti Kang Pepih adalah menulis buku, beberapa buku merupakan karangan beliau seperti Citizen Journalism, Kompasiana Etalase Warga atau buku yang berjudul Menulis Sosok. Ada banyak kesempatan menimba ilmu dari Kang Pepih meski sekarang intensitas pertemuan mungkin tak sesering ketika Kang Pepih Nugraha masih Di Kompasiana.
Cara Menulis Mind Mapping Agar Tulisan Mempunyai Tujuan
Pemetaan pemikiran adalah sebuah bekal ilmu yang pernah saya dapatkan dari kang Pepih Nugraha, hasil mind mapping adalah agar tulisan mempunyai rute dan itu sangat membantu arah kemana hendak di bawa sebuah tulisan, mind mapping sangat elastis dan keajaibannya adalah kemana pun arah tulisan yang kita inginkan, maka tulisan menuju arah yang benar. Metode ini di kembangkan oleh Tony Buzan yang merupakan ahli di bidang pengembangan potensi manusia yang memaksimalkan peran otak kanan dan kiri.
Kiat kiat yang di berikan Kang Pepih ternyata jitu, dari semula menulis asal asalan dan seingat apa yang di kepala, narasi pun seperti terengah engah dan monoton, namun perlahan namun pasti tulisan yang di hasilkan mulai ada perbaikan. Tadinya ngeri kalau mau ikutan lomba menulis, namun kepercayaan semakin menebal seiring seringnya menulis di Kompasiana. Meski tak sesering teman teman Kompasianer yang menggaet juara, pernah lah mencicipi juga gelar juara, alhamdulillah.
Kemampuan literasi digital dengan cakupan yang sangat luas, siapapun kini bisa menikmati hal tersebut, dengan jumlah pengguna internet di Indonesia yang terus bertambah, mengasah tulisan di dunia maya merupakan keniscayaan, beruntung Sang Maha Kuasa mentakdirkan saya bertemu langsung dengan Kang Pepih sehingga ada ilmu yang bisa di serap.