Sore hari, dari luar tempat kos si Topeng. Sayup-sayup terdengar suara seseorang yang sedang berceramah dengan penuh semangat.
“Jadi, saudara-saudaraku kaum muslimin yang berbahagia..”
“Kita harus paham apa makna dan hakikat puasa itu bagi kita...”
“Kita jangan terjebak dengan berpuasa yang sekedar ritual saja..”
“Kita jangan berlomba-lomba hanya sekedar menumpuk-numpuk pahala.... sementara mereka di sekitar kita dibiarkan kelaparan begitu saja...”
“Betul ?”
“Lalu, apa gunanya kita berpuasa... sementara menggunjing, atau memperolok-olok terus saja berlangsung..”
“Lalu, apa gunanya kita berpuasa... kalau kita masih belum bisa menahan hawa nafsu dengan melukai perasaan banyak orang...”
“Lalu, apa gunanya kita berpuasa .... kalau kita terus saja melakukan korupsi yang merugikan uang negara...”
“Betul ?”
“Ada juga, mereka yang menganggap puasa sebagai sabun cuci, atau bahkan mesin cuci. Eh, mereka yang biasa korupsi, dianggapnya gampang dibersihkan dengan puasa...”
“Betul ?”
Pintu kamar diketuk. Tok..tok..tok..!
“Assalamu ‘alaikum...”
Si Topeng kaget. Ia menghentikan untuk sementara belajar ceramahnya. Lalu, pintu kamar ia buka.
“Wa’alaikum salam, Guru..” sapa si Topeng sambil mencium tangan Kyai.
“Lagi ngapain, Peng ?” tanya Kyai.
“Hm.. tidak lagi apa-apa Guru, cuma belajar ceramah saja..” jawab si Topeng masih grogi.
“Wah, apa sudah ada job, Peng ?”
“Belum ada, Guru...”
“Hahahahahaha...Mana ada yang mau undang kamu jadi penceramah, Peng. Si Topeng mau jadi ustad ? Wah, besok-besok bisa kiamat, Peng... Hahahahahahahahaha....”
“Hahahahahahaha.....” suara si Topeng ikut ketawa juga.
“Cuma belajar saja, Guru..”
“Peng..peng... tidak usah belajar ceramah yang susah susah... apalagi yang berat-berat. Tidak perlu ceramahi jamaah yang ribet-ribet..... apalagi berlama-lama... Mereka sudah banyak ribet sejak dari rumah... Hahahahahahahahaa....”
“Baik, Guru...”
“Peng, cukup ajak mereka berpuasa secara ikhlas....”.
“Selebihnya, serahkan sepenuhnya kepada Allah...”
“Baik, Guru...”
Kyai Gendheng terlihat sedang merogoh sesuatu dari saku bajunya.
“Nih Peng, buat jajan kamu selama bulan puasa...”
Wajah si Topeng terlihat sangat gembira.
“Terima kasih, Guru..”
Kyai Gendheng memang biasa mendatangi sejumlah santri saat bulan puasa, untuk sekedar bagi-bagi makanan ringan atau sedikit menyelipkan uang. Kalau ditanya oleh santrinya, Kyai Gendheng cuma menjawab sekenanya :
“Gantian, masa santri saja yang mendatangi Gurunya..”
“Hahahahahahahaha....”
“Selamat menunaikan ibadah puasa, ya Peng... salam buat kawan-kawanmu di Kompasiana...”
“Hahahahahahahaha....”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H