Mohon tunggu...
Topeng
Topeng Mohon Tunggu... -

Seorang Pria Bertopeng, suka berteman dan cinta damai....\r\nsalam tertawa bahagia ... hahahahahahahahahahahahahahaha...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

(FSC) Surat Cinta Si Topeng yang Tertunda.....

13 Agustus 2011   17:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:49 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Tampaknya si Topeng sedang gelisah. Ramai-ramai tulisan tentang Surat Cinta (SC) di Kompasiana telah membuatnya senang hati, sekaligus kecut dirasa. Ajakan sejumlah teman Kompasianer untuk ikutan FSC ditanggapinya masih dengan sikap yang ragu. Termasuk, saat sore itu, teman SD-nya dulu yang kini menjadi dosen di Jakarta mempertanyakannya. Ada apakah gerangan?

“Hahahahahahahahahaha... Peng.. Peng... Menjomblo, kok kamu dipelihara terus... Hahahahahahahahahahaha...!!!” komentar sang teman.

Si Topeng hanya terdiam saja. Matanya masih mengamati tingkah sang teman yang terus mengejeknya. Namanya juga si Topeng. Bukan dia, kalau diejek lantas akan marah. Justru, diamalah ikut tertawa. Hahahahahahahahahahahahaha.....

“Jadi, kamu masih saja susah cari cewek pasanganmu, Peng?”

“Iya, lah...”

“Ceritanya, mau belajar nih sama aku?”

“Wah, boleh juga tuh, Bro. Habisnya, Kyai Gendheng belum pernah ngajarin ilmu seperti itu.... Hahahahahahahahahahhaa....”

“Peng, cinta itu ekspresi jiwa.....” kata sang teman memulai pelajaran tentang cinta.

“Terus...” sela si Topeng penasaran.

“Cinta kamu, ya harus sampaikan dari hati yang tulus, jujur... apa adanya...”

“Sampaikan dari hati, agar sampai di hati juga bagi yang menerimanya...”

“Jangan pernah sekalipun, kamu takut akan ditolak. Peng, cinta sejati tidak harus memiliki. Cukup kamu katakan, lalu dia tahu bahwa kamu mencintainya..... selanjutnya cintailah dia sepenuh jiwa.....”

“Kalau cintaku ditolak?”

“Ya, tetaplah cintai dia sepenuh jiwa... bedanya, cukup di rasa.... kebahagiaannya adalah kebahagiaanmu pula, kesedihannya adalah kesedihanmu jua....”

Si Topeng tampak termanggut-manggut. Wajahnya terlihat lebih cerah. Sorot matanya memancarkan rasa gembira.

“Hmm.... Dinda Annisa.... nanti akan aku sampaikan rasa cintaku setulus hati, sepenuh jiwa...” desah si Topeng.

“Siapa, tuh Dinda Anisa, Peng?” tanya sang teman, masih sempat mendengar tanpa sengaja.

Si Topeng tampak sempat terkaget. Dia agak ragu untuk menjawab pertanyaan dari sang teman. “Hmm... jangan bilang-bilang ya?” pintanya agak serius.

“Oke...”

“Dia, adalah jantung hatiku..... anak bungsu Kyai Gendheng...”

“Apa, Peng? Anaknya Kyai Gendheng?”

“Iya, memang kenapa?”

“Hahahahahahahahahahahahahahahahahahahahaha.......... Peng.. Peng.... kamu nyantri saja belum lulus-lulus... sampai aku sudah jadi Sarjana begini... Sekarang, maunya sama anaknya Kyai.... Hahahahahahahahahaahaha.....”

“Ada yang salah ya? Enggak boleh, ya?” sela si Topeng.

“Enggak ada yang salah, boleh-boleh saja... Memang, kamu sudah pernah sampaikan rasa cintamu pada Anisa?”

“Belum...”

“Lho, kok belum?”

“Kan, baru mau sekarang.... menulis surat cinta untuk Anisa....”

“Hahahahahahahaha....Peng..Peng.....”

Si Topeng masih terus berusaha untuk menulis surat cinta. Sementara itu, sang teman terus saja mentertawakannya. Hingga, bunyi dering hape si Topeng menghentikan mereka untuk sementara. Nama penelepon muncul, maka si Topeng langsung mengangkatnya dengan serius.

“Wa ‘alaikum salam, Guru...”

“Baik, Guru... sekarang? Baik Guru...”

“Wa ‘alaikum salam, Guru...”

Percakapan melalui telepon pun terhenti. Hape telah diletakkan kembali di atas meja. Si Topeng masih terlihat terbengong. Sang teman masih berusaha mencari tahu apa isi pembicaraan tadi.

“Memang, apa yang dikatakan oleh Guru, Peng?”

“Menulis Surat Cinta ditunda!”

“Lho, kok bisa... memangnya kenapa?”

“Aku harus segera ke sawah, sekarang juga.... Disuruh macul, beresin saluran air yang sedikit rusak.....”

“Hahahahahahahahahahahahahahahahahahaha.......... Peng..Peng... nasibmu, Peng... Hahahahahahahahahahahahahahaha....”

Si Topeng hanya bisa memegang kertas surat cinta. Lalu, diserahkan pada sang teman untuk minta dibaca.

“Dinda Anisa, hatiku yang tulus telah berkata....... semoga Dinda akan merasakannya pula.....”

Memang cuma baru sampai di situ tulisan yang sempat ditulis oleh si Topeng. Lalu, mereka pun tertawa bersama. Hahahahahahahahahahahahahahahaha......***

___________________________________________________

Catatan : Maaf, tulisan ini sekedar ikut meramaikan teman-teman yang sedang ber-FSC-ria, namun si Topeng tidak tercatat sebagai peserta. Salam bahagia.... Hahahahahahahahahaha.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun