Apa yang terjadi ketika sebuah negeri dipimpin oleh para begundal politik ? Hm.. sebuah tatanan yang nyaris ambruk. Kecuali, berjalan di atas ancaman teror dan akrobat sulap penuh tipuan yang berulang kali. Hampir tiada henti.
“Dar...der...dor....”
Sekali, dua kali, tiga kali. Rakyat masih terkaget. Kini, mereka sudah terbiasa. Tak ubahnya sedang menyaksikan dagelan ketoprak berjudul demokrasi. Kadang bikin tertawa, senyum atau sekedar menghela nafas saja.
“Hahahahahahahahahahaha.....”
Ketika kejahatan itu terkuak. Mereka rame-reme berusaha untuk menutupinya. Dengan gagah mereka membantah. Tak ada malu. Malah, dengan suara lantang mereka seolah menantang.
“Mana buktinya ? Ini negara hukum, bung !”.
Walah... Dan, ketika indikasi tindak pidana korupsi itu kian menguat. Mereka seolah tak pernah kehilangan semangat. Menjengkelkan, memang. Kata-kata mulia seolah keluar dari mulut yang berbusa.
“Mohon hormati asas praduga tak bersalah”
Hm.. sebuah permohonan yang nyaris dianggap sepi. Hampir tak berarti. Anggaplah hanya angin lalu yang tak berbekas. Sebuah sikap yang memelas dari para pelaku culas. Awas, sinisme kian merebak dengan aroma yang kian pedas.
“Dasar, politisi tukang ngibul !”
Masih saja bau busuk itu hendak ditutupi. Ada permainan apalagi ? Pencitraan kembali menjadi ideologi. Kata-kata mantera pun kembali diucapkan. Abrakadabra......
“Siapapun dia, mau kader partai atau bukan, kedudukannya sama di hadapan hukum”.
Bosan rasanya mendengar kata-kata manis hanya di bibir saja. Rakyat butuh bukti, bukan janji. Rakyat masih terngiang jelas. Kini menagih janji. Mana teriakanmu yang berulang-ulang hadir saat itu ?
“Katakan TIDAK pada KORUPSI !”
Hahahahahahaha..... Rasanya ingin kuulangi. Saksikan iklan politik yang sangat kreatif. Adakah yang salah ? Tidak ada ! Mungkin, rakyat yang terpana. Terbius oleh rekayasa citra. Nyatanya, tak lebih dari dagelan slogan kosong belaka.
“Dagelan para begundal, yang tak jera merampok uang rakyat”
Tak perlu tinggi ilmu dikuasai. Cukup ilmu pesiar ke luar negeri. Sakit adalah alasan yang lumrah. Wah, Singapur adalah sorganya para begundal. Hampir tak terjamah. Di luar sana. Mereka saling sikut. Akankah, besok mereka saling bunuh ?
“Sang begundal, entah sedang berada di mana...”
Hahahahahahahahaha........ ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H