Dasar si Topeng. Belum juga genap satu bulan sejak ia dipecat sebagai santri di pondok pesantren Kyai Sableng, eh sudah balik lagi. Si Topeng dipecat ? Iya, karena sudah 10 tahun berguru tidak pernah lulus ujian. Si Topeng, memang benar-benar bodoh, lugu dan tolol.
Namun, siang hari itu Si Topeng tampak lebih percaya diri. Usai sholat dhuhur, ia langsung bertamu di rumah salah seorang gurunya, bernama Kyai Gendheng.
“Hahahahaha... ada apa Peng. Tumben, hari ini kamu bisa berlagak sok intelek”
“Guru, kan saya sudah 3 hari menjadi anggota Kompasiana...”
“Iya, lalu ada apa dengan Kompasiana ?”
“Saya banyak belajar dari para senior Kompasianer..”
“Apa hasil belajarmu itu ?”
“Guru, umat Islam ini harus berani mendobrak keyakinan yang dimiliki selama ini”
“Iya, terus...”
“Umat Islam tidak boleh percaya lagi sama dogma, tapi harus percaya pada kekuatan akal rasional”
“Iya terus...”
“Umat Islam harus berani berijtihad, berani mendekonstruksi pemikiran, harus lakukan reaktualisasi ajaran..”
“Iya, terus...”
“Agar umat Islam tidak ketinggalan zaman”
“Iya terus...”
“Umat Islam harus keluar dari cara berpikir yang muna, harus berpikir jujur dengan telanjang alias porno”
“Iya, terus...”
“Umat Islam jangan percaya lagi sama ustad dan para kyai..”
Si Topeng terus saja nyerocos di hadapan Gurunya. Ia keluarkan semua apa yang pernah ia ketahui selama ber Kompasiana ria.
“Hahahahahaha.... jadi, maksud kamu, umat Islam harus mempornokan Islam dan mengislamkan porno, begitu ?... hahahahahaha.... Harus me-mesum-kan ibu kandung, dan meng-ibukandung-kan mesum, ya ? Hahahahahahahaha.....”
“Kok, Guru tahu ?”
“Hahahahaha... saya juga anggota Kompasiana Peng... Hahahaha...”
“Masa, sih. Kok, saya gak tahu. Sudah lama Guru ?”
“Sudah lama, sejak zaman Belanda dulu. Hahahahahahahaha.....”
Si Topeng mulai terlihat bingung saat gurunya terus tertawa terbahak-bahak. Pikirnya, apa iya Kompasiana sudah ada sejak zaman Belanda.
“Maksudnya, guru ?”
“Kamu, sudah makan belum Topeng ?”
“Belum guru..”
“Kamu sudah dapat pekerjaan yang tetap belum ?
“Belum guru. Apa hubungannya dengan pendapat saya, guru ?”
“Hahahahaha.... Sana, kamu datangi Bareskrim Polri ! Datangi Polsesk atau Polres terdekat ! Berapa banyak tindak kejahatan yang diakibatkan oleh masalah pemahaman agama ...”
“Maksudnya, guru ?”
“Halah, kamu masih juga bodoh walau sudah jadi anggota Kompasiana... hahahahahahaha..”
“Maksudnya, guru ?”
“Hampir 90 % masalah kriminal itu tidak terkait dengan masalah yang kamu sebutkan tadi... hahahahahahaha...”
“Maksudnya, guru ?”
“Halah, kamu tambah bodoh dan lugu saja, Peng...... Artinya, ya sebegian besar masalah dalam masyarakat itu tidak terkait dengan bagaimana mengislamkan porno atau mempornokan Islam. Tapi, bagaimana perut mereka terisi terus setiap hari, bagaimana mereka sibuk dengan pekerjaan yang mendatangkan upah yang lumayan, dan seterusnya.. Hahahahahahaha....”
“Maksudnya, Guru.....”
“Hahahahahaha... Peng... Topeng... Masalah besar yang dihadapi masyarakat kita ini adalah masalah ekonomi, mereka butuh kerja, butuh duit. Makanya, mereka harus terpaksa jauh-jauh kerja jadi TKI di luar negeri, meski ada hukum cambuk dan hukum pancung.”
“Begitu ya, Guru ?”
“Hahahahahahaha..... Kalau kamu sudah punya pekerjaan yang layak, duit yang cukup, maka pikiran kamu jadi ngadem. Gak kayak kamu itu... pengangguran kok diajak berfilsafat... ya soak alias njeblug...hahahahahahaha.....”
“Terus, bagaimana harusnya kita berdakwah, Guru ?”
“Hahahahahahaha... dakwah sekarang jangan banyak bacot kayak kamu ini..... Sekarang, yang penting dakwah bil hal, dakwah langsung dengan perbuatan sehari-hari yang nyata dan bermanfaat bagi masyarakat. Ajak orang yang nganggur agar bisa bekerja atau berusaha, ajak mereka yang hidup di lembah hitam agar bisa keluar dapat solusi hidup yang lebih baik, ajak mereka agar bisa belajar bagaimana hidup sukses, gitu lho..... Hahahahaha......”
Si Topeng tampak mengangguk-angguk serius. Tangan kanannya memegangi kepala bagian kanannya. Masih juga ia berlagak sok intelek.
“Tapi, kan banyak juga mereka yang sudah kerja dan banyak duit malah korupsi dan dipenjara, bagaimana Guru ?”
“Hahahahahaha... itu babnya lain lagi, Peng. Sudah, sana makan dulu, tuh sudah disiapkan oleh si bibi... hahahahahahahahaha...” ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H