Mohon tunggu...
Topeng
Topeng Mohon Tunggu... -

Seorang Pria Bertopeng, suka berteman dan cinta damai....\r\nsalam tertawa bahagia ... hahahahahahahahahahahahahahaha...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ceramah Kyai Gendheng : Seharusnya Umat Islam Tidak Ada yang Miskin

2 Juli 2011   02:24 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:00 1569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Menarik, apa yang disampaikan oleh Kyai Gendheng dalam ceramah bulanan di Pondok Pesantren Sableng, Jum’at malam kemarin. Katanya, seharusnya umat Islam itu tidak ada yang miskin, karena ajaran Islam menghendaki umatnya menjadi kaya. Benarkah ?

“Lha, wong puncak ritual Islam adalah menunaikan ibadah haji” ucap Kyai.

Belum juga Kyai Gendheng tuntas menguraikan soal makna haji, tiba-tiba ada salah seorang santri yang menginterupsi sambil berdiri.

“Maaf, Kyai. Bukankah ibadah haji itu hanya diperuntukkan bagi umat Islam yang mampu ?”

“Betul, untuk dapat menunaikan ibadah haji seseorang memang harus memiliki kemampuan. Tapi salah, jika kamu tidak pernah berniat haji gara-gara menganggap diri tidak akan pernah mampu”

Tampaknya, santri yang bertanya masih belum puas atas jawaban Kyai. Maka, ia pun menegajukan pertanyaan berikutnya.

“Pak Kyai, apanya yang salah ?”

“Yang salah adalah seseorang tidak pernah berniat dan tidak pernah berusaha agar dirinya memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah haji” jawabnya.

Selanjutnya, Kyai Gendheng menguraikan kembali mengenai makna ritual haji. Menurutnya, haji itu simbol dari puncak ritual yang harus dicapai. Umat Islam harus memiliki target, kapan seharusnya ia mampu. Agar kewajibannya sebagai seorang muslim dapat ditunaikan secara sempurna. Caranya, orang Islam haruslah menjadi orang yang mampu atau kaya. Orang yang bukan fakir, bukan juga miskin.

“Apa itu fakir dan miskin ? Orang yang tidak mampu mencukupi biaya kebutuhannya sendiri dari hasil pendapatannya sendiri”

Itulah, dalam Islam dikenal juga adanya kewajiban berzakat. Zakat diwajibkan bagi mereka yang mampu, atau biasa disebut muzaki atau para pembayar zakat. Zakat untuk siapa dan tujuannya untuk apa ? Zakat, terutama untuk para kaum fakir dan miskin yang disebut mustahik atau mereka ynag berhak menerima zakat. Tujuannya, adalah untuk membantu mereka yang kurang mampu itu, agar dapat meringankan beban ekonomi dan di suatu masa, mereka diharapkan akan dapat berubah menjadi mampu.

“Dalam jangka panjang, seharusnya zakat dapat berfungsi dalam mengubah kelompok mustahik menjadi muzaki”

Lantas, bagaimana caranya ? Menurut Kyai, agar seseorang dapat lolos dari sebutan fakir atau miskin, rumusnya cukup dua saja. Yakni, miliki pendapatan yang cukup dan miliki biaya hidup yang rendah. Agar memperoleh pendapatan, seseorang haruslah bekerja atau berusaha. Sedangkan agar seseorang dapat berbiaya rendah, maka hiduplah dengan bersahaja, sesuaikan pengeluaran dengan pendapatan yang diterima. Usahakan, berapapun pendapatannya agar dapat menabung.

“Dalam hal ini, hakikat hidup adalah bekerja atau berusaha agar memperoleh penghasilan. Sebagian dipergunakan untuk menutup kebutuhan sehari-hari, sebagian harus disimpan dalam bentuk tabungan untuk dapat merencanakan tentang masa depan yang lebih baik”

Menurut Kyai, banyak orang yang sebenarnya memiliki pendapatan yang cukup, namun tetap saja merasa kurang mampu. Mengapa ? Menurutnya, dikarenakan oleh kekurangmampuannya dalam mengelola penghasilan, tidak cukup mampu dalam menentukan skala prioritas, tidak berhasil dalam menekan pengeluaran yang serendah mungkin, dan tidak mampu mengalokasikan untuk menabung.

Sulitnya menekan biaya hidup serendah mungkin, menurut Kyai, sangat mungkin disebabkan oleh gaya hidup yang tidak berdasarkan pada kebutuhan yang benar-benar riil, atau dianggap sangat perlu. Namun, di dasarkan pada kebutuhan yang semu dan mengada-ada, akibat dari hasrat konsumsi yang tetap tinggi. Juga, akibat pengaruh pergaulan, gengsi dan gaya hidup yang tidak realistik.

“Seharusnya, pengeluaran adalah sisa dari pendapatan setelah dipotong secara paksa untuk tabungan. Bukan sebaliknya, pengeluaran dibiarkan bebas mengikuti berapapun pendapatan yang diperoleh. Hal ini akan menjadikan hidup seseorang akan selalu merasa kekurangan, dan akhirnya hidup dirasakan serba susah dan sengsara”

Seorang santri yang lain mengajukan pertanyaan.

“Maaf Kyai, bukankah sekarang ini sulit untuk mendapat pekerjaan dengan penghasilan yang mencukupi ?”

“Betul. Namanya juga hidup, ya harus merasakan kesulitan. Kalau tidak mau merasa sulit, ya mati saja”

Menurut Kyai, sejak dulu tidak mudah untuk bisa bekerja atau berusaha. Kecuali, bagi mereka yang berniat sungguh-sungguh untuk melakukannya. Menurutnya, orang menganggur bukan karena tidak ada pekerjaan. Akan tetapi, karena tidak mau bekerja dengan penghasilan dan konsidi kerja yang dianggap tidak sesuai dengan harapan.

“Generasi muda sekarang ini, cenderung memilih lebih baik menganggur dari pada harus bekerja dengan lumpur, bekerja keras apa saja, dengan bermandi keringat dan kurang istirahat”

Di sela-sela penjelasanya, ada seorang santri yang menyeletuk.

“Pak Kyai, itu kan kegagalan pemerintah dalam menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya”

“Apa ? Hahahahahahahahaha.... Jangan lagi kamu suka gunakan rumus itu. Itu urusan pemerintah. Biarkan orang lain yang mengurusnya. Urusan kamu yaurus sendiri, jangan pernah menggantungkan nasib kamu pada pihak lain, termasuk pada pemerintah. Kecuali, hanya bergantung atas upaya yang sungguh-sungguh dari diri sendiri”

Menurut Kyai, banyak orang yang tidak berhasil karena terlalu banyak alasan yang dibuat oleh dirinya sendiri. Sehingga, ia tidak sempat melakukan banyak hal yang berguna bagi kepentingan dirinya. Mereka lebih senang mencari alasan pembenar atas segala sikap untuk tidak banyak berbuat apa-apa. Orang yang gagal akan lebih sibuk dalam mencari alasan pembenar, sedangkan orang sukses akan lebih fokus dalam mencari jalan keluar dalam usahanya meraih sasaran.

“Ada banyak alasan bagi mereka untuk menjadi pecundang. Sebaliknya, ada banyak cara atau jalan keluar bagi mereka untuk dapat tampil sebagai pemenang”

Terakhir, Kyai Gendheng meminta si Topeng untuk menuliskan materi ceramahnya, agar dapat dimuat di Kompasiana.

“Baik Kyai, saya akan segera tuliskan” ucap si Topeng dengan sigap.

“Bagus, itulah kelebihan kamu Topeng. Hahahahahahahahahahahahahahaha..”***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun