Mohon tunggu...
Topan Wahyudi Asri
Topan Wahyudi Asri Mohon Tunggu... wiraswasta -

The history of ideas,-

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Negeriku Tercinta

26 April 2014   22:55 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:09 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Betapa aku mencintai negeri ini, alamnya subur

dengan gugusan pulau yang menjamur. Tak terukur

betapa sayangnya aku, coba saja engkau tajur

kail, pastilah mudah di sambar hiu. Atau kau tabur

jala, maka ragam ikan terjaring serta menggelepar

memohon ampunlah mereka, hatimukan tergetar!

Jika laut berkecamuk, pergilah meneroka belantara rimba

berbekal ketajaman indera. Rasakan dengan seksama

irama derak pohon tumbang dan rima dari mata

gergaji mesin yang menggema. Sungguh, dahsyatnya

membangkitkan bulu-bulu roma.

Pasti telah kau nikmati lautan dan rimba raya kami, sambil

bersiul. Jika masih tersisa waktu, coba sapa petani dekil

di sawah ladang membentang milik tuan-tuan. Mata cangkul

mereka semakin tumpul, sebab beradu batu dan tunggul

sambil di temani isteri serta buah hati.

Ini kali coba kau dekati dan bicara dengan mereka, dari

hati ke hati. Atau jika si petani enggan berkisah, hampiri

atau lemparkan tanya pada bocah-bocah yang berlari

seperti tengah melihat roti. Dengan canting ia kerumuni

dan sentuh hatimu, tanyakan saja padanya! Jika nanti

besar ingin jadi apa. Mata merekapun berputar, pasti

jawabnya seragam, “jadi gatot kaca atau seorang peri.”

Betapa aku sayang negeri ini, orang-orangnya ramah

dengan penduduk yang berlimpah ruah. Tiada pernah lelah

mereka memijah kerikil dari penampian beras. Tetap sumringah

para pembesarnya pada kilatan cahaya serta layar-layar kaca

walau sedang mengenakan seragam tersangka. Olala

sungguh tiada beda kasta, antara penjara dan istana.

Tiada sekalipun aku membenci negeri ini. Kedai-kedai kopi

di jejali gelak tawa pemimpi. Begitupun saat langkah menjejaki

birokrasi, damai hati ini di dodoi melodi basa-basi. Perempuan – lelaki

piawai mereka menari di lantai licin, kemudian esok paginya ramai

orang berkerumun, sambil menatap bayi-bayi meraung menyayat hati

di tumpukan sampah. Ada juga yang membesi, sebab kempunan ASI.

Betapa aku semakin cinta negeri ini. Gemah ripah loh jinawi

bagi penyair melantunkan berjuta puisi. Mungkin satu yang ku benci

manakala hatiku patah oleh kataku sendiri.

---------------------------------------------------

***

Topan Wahyudi Asri,

Sijangkung – Kalimantan Barat.

Indonesia (2014)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun