Mohon tunggu...
Muhammad Taufan
Muhammad Taufan Mohon Tunggu... Penulis - -

-

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Solusi Transportasi Ekonomi dan Berkelanjutan di Tengah Tantangan Ekonomi untuk KRL

30 September 2024   16:45 Diperbarui: 30 September 2024   16:52 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: wikipedia.org

Saat menggunakan KRL juga secara tidak langsung seseorang akan diberikan kesempatan untuk lebih memahami akan betapa pentingnya penggunaan transpormasi massal yang dapat berkontribusi dalam menjaga lingkungan sampai mengurangi polusi udara. Bahkan dari sisi finansial para pengguna KRL juga akan mampu mengehembat pengeluaran sampai waktu maupun energi terhemat. 

Para pengguna juga tidak perlu lagi merasakan pusing tujuh keliling atas kemacetan di sepanjang perjalanan. Saat berada di dalam kereta juga para pengguna dapat memanfaatkan waktu perjalanan untuk melakukan kegiatan yang produktif. Salah satu contohnya seperti merencanakan aktivitas harian atau sekedar menikmati musik. Pada akhirnya membuat KRL menjadi sebuah pilihan yang sangat relevan untuk mobilitas kehidupan sehari-hari di tengah tantangan ekonomi yang dihadapi masyarakat.

Dari semua yang telah dipaparkan menurut penulis salah satu keuntungan signifikan saat menggunakan KRL berupa biaya tiket yang ekonomis bagi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 354 tahun 2020 yang memaparkan bahwa tarif KRL yaitu Rp 3.000 untuk 25 kilometer pertama dan penambahan Rp 1.000 untuk setiap 10 kilometer berikutnya. Sehingga secara contoh untuk perjalanan dari Bekasi ke Tanah Abang dikenai biaya Rp 3.000 atau dari Bekasi ke Bogor hanya dikenai Rp 7.000. 

Untuk dapat menggunakan layanan KRL para penumpang dapt menggunakan Kartu Multi Trip (KMT) yang dijual seharga Rp 30.000 didalamnya terdapat saldo awal Rp 10.000. Harga yang nyaman bagi dompet tersebut menjadikannya sebagai pilihan transporatasi yang nyaman ditengah himpitan ekonomi yang semakin menyiksa.

Harga tiket yang terjangkau tidak terlepas dari dukungan pemerintah bagi masyarakat melalui subsidi dalam bentuk Public Service Obligation (PSO). Subsidi yang diberikan untuk memastikan tarif KRL tetap terjangkau oleh semua kalangan tanpa memandang latar belakang ekonomi. Subsidi tersebut selaras akan komitmen pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas transportasi massal bagi masyarkat. 

Pada akhirnya akan mampu mengurangi kemacetan yang terjadi karena setiap orang dalam mobilitas menggunakan moda transportasi pribadi. Namun kini kenyamanan dari tiket KRL mulai bagi dompet masyarakat mulai ada sebuah wacana untuk pengubahan skema subsidi tiket KRL menjadi berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Alasan perubahan skema subsidi tersebut supaya lebih tepat sasaran kepada golongan masyarakat yang membutuhkan.

Menurut penulis adanya wacana tersebut tidak selaras dengan nilai Pancasila tepatnya pada sila ke-5 yang menekankan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Padahal subsidi yang diberikan secara mereta merupakan cerminan dari semangat gotorng royong dan pemerataan bagi masyarakat. Mengubah skema subsidi menggunakan basisi NIK berpotensi menciptakan ketidakadilan karena hanya kelompok tertentu akan dapat terpinggirkan dari akses transportasi terjangkau yang sangat dibutuhkan. Dengan tetap mempertahankan subsidi yang merata secara tidak langsung juga mendorong seluruh masyarakat untuk menggunakan moda transportasi massal demi menekan kemacetan, kecelakaan lalu lintas, sampai pengurangi polusi udara.

Namun terlalu lama menerapkan subsidi PSO pada moda transportasi seperti KRL rasanya cukup memberatkan pemerintah. Contohnya saja jika biaya satu penumpang dengan jarak 25 kilometer sebesar Rp 20.000 dengan adanya subsidi maka pengguna hanya mengeluarkan Rp 3.000. Artinya pemerintah menanggung Rp 17.000 per penumpang. Sehingga sedikit saja nilai PSO yang dikucurkan mengalami perubahan maka pihak pengelola KRL akan menaikan harga tiket sebagai salau satu cara untuk menutupi operasional. Maka dari itu untuk dapat tidak tergantung pada subsidi PSO serta tidak ada kenaikan harga tiket maka pihak pengelola KRL harus mencari sumber pendapatan tambahan seperti:

Pertama yang dapat dilakukan memodifikasi desain gerbong seperti melebarkan ukuran gerbong atau nenambah jumlah gerbong dalam satu rangkain. Penambahan yang dilakukan secara tidak langsung menambah kapasitas penumpang dalam satu kali perjalanan. Peneparan tersebut secara tidak langsung mampu mendongkrak pejualan tiket dan menekan biaya operasional dalam satu kali perjalanan yang dilakukan.

Sumber: wikipedia.org
Sumber: wikipedia.org

Kedua menambah fungsi stasiun yang tidak hanya melayani keberangkatan dan kedatangan penumpang tetapi juga beragam fasilitas seperti are kuliner, ruang pameran, hingga zona hiburan. Secara nyata dengan ditambahi restoran, kafe, sampai UMKM lokal yang menambah aktivitas di area stasiun. Adanya penambahan tersebut pihak pengelola akan mendapatkan sumber pendapatan baru dari penyewaan lahan atau hal lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun