BAB:II
Pelacur-pelacur Kehidupan
Â
Tembang berikutnya kembali bertalu-talu, menyusul tembang Sebelumnya Turun sintren. Jika sebelumnya tembang pengatar, yang hadir berikutnya adalah tembang pembuka. Dalam sebuah buku kadang-kadang hanya ada kata pengantar tanpa kata pembuka. Namun dalam khasanah ritual budaya sintrenan keduanya antara pengantar dan pembuka hadir saling melengkapi. Sebelum penulis kembali membabarkan arti keduanya, terlebih dulu penulis hadirkan lirik tembang pembuka ini Tembang Jala Mbako yang berjumlah enam bait.
Tembang Jala Mbako [2]
- · Kembang Jala mbako
- · Kaca mata tuku ning toko
- · Ana sintren repan di buka
- · Dibukane rimpyo-rimpyo
- · Ngobong areng pinggir pabrik
- · Sarung ireng dasare medit
Â
Terjemahan:
- Kembang, Jala, Abadi
- Kacamata beli diToko
- Ada sintren akan dibuka
- Dibukanya Rimpyo-rimpyo
- Memabakar bara sisi pabrik
- Sarung hitam dasarnya pelit
Â
Ya inilah Tembang pembuka, apakah yang dibuka? Cermati pembabaranya
Â
· Kembang, Jala, Mbako
Kembang : Bunga, sekar, puspa, padma, puspita, kusuma. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya Pada (BAB.1 Bencana, Salah Tuhan Yang Maha Esa), Kembang atau bunga adalah simbol kebahagiaan. Dan Jala (jaring untuk menangkap ikan). Artinya Kebahagiaan tidak ujug-ujug datang, atau tidak datang ujug-ujug, penulis sengaja menggunakan kata ujug-ujug. Kebahagiaan hadir karena ada yang mengharapkannya hadir dan ada yang menghadirkan. Tentunya sang pengharap kebahagiaan adalah kita, Mahluk, dan yang menghadirkan kebahagiaan adalah DIA pemilik kebahagiaan, Khalik.
Â
Bagi kita kebahagiaan tidak ujug-ujug datang, artinya harus diupayakan, harus dijala agar tangkapan yang dikehendaki dapat diraih. Cara menjalanya (menjaring kebahagiaan) tentunya terserah tiap-tiap pribadi, mau menjala kebahagiaan dengan cara bagaimanapun. Yang jelas Jala adalah alat, penggunaanya terserah kita, bisa dilaut, didanau, dikali, bahkan dipasar juga bisa, toh jala hanya Simbol.
Â
Seperti halnya beragam cara orang menJala rejeki, ada yang dengan bertani, berdagang, Kuli, mencuri, merampok, Korupsi, itu semua adalah cara menggunakan alat untuk pemenuhan harapan, Kebahagiaan? Ya kebahagiaan menurut orientasinya masing-masing.
Â
Lalu tujuan kebahagiaan seperti apa yang dikehendaki oleh sang master (pencipta tembang ini)?
Inilah yang lebih penting dari pembahasan yang penting. Tujuan kebahagiaan Seperti Apa?
Adalah kebahagiaan yang mbako ( Abadi) Seperti apakah kebahagiaan abadi itu?
Ikutilah terus pembabaran tembang ini sampai bait terakhir.
Â
Â
· Kacamata Tuku Ning Toko
Â
Kata pertama pada bait kedua ini Kacamata, Bagaimana jika saat kita sedang mengendarai motor tidak menggunakan kaca penutup mata (kacamata) untuk pengaman, pasti segala debu dan binatang kecil akan menampar mata kita. Kacamata berfungsi untuk melindungi mata kita agar tidak kemasukan debu dan binatang kecil, ya pelindung, perisai, bukan menutupi mata agar tak dapat melihat.
Â
Demikian juga dalam kehidupan, dimana kita juga sangat membutuhkan mata. Mata terpenting dalam kehidupan yang binal ini adalah mata hati, mata yang tidak pernah terpejam walaupun mata lahiriahnya keropos (cacat). Dengan matahatilah kita menelusuri kehidupan ini. Bagaimana jika mata hati kita tanpa pelindung, lalu kemasukan debu dan binatang kehidupan (kelilipan) saat kita sedang berkendara menelusuri bahtera kehidupan yang binal ini. Maka dari itulah kita membutukan pelindung, perisai, Kacamata tuku ning toko, kacamata yang dibeli tari Tokonya, yang disana terdapat garansi jika suatu saat kacanya baret, tergores, atau remuk sekalipun, lebih-lebih jika kita mau mengasuransikan kacamatanya itu, dalam keadaan seperti ini kita akan cepat mendapat penggantinya.
Pertanyaanya adalah adakah kacamata yang diasuransikan? Jawabanya bukan ada dan tidak ada, kalaupun tidak ada biarkan saja, toh ini kan sekedar Istilah, jadi gak usah diprotes, jika masih mau protes yap rotes saja, pasti tak akan dijawab.
Â
Baiklah langsung saja pada kesimpulan, Kacamata disini adalah perisai hati (Iman), nah hati ini membutuhkan Iman, dimana kita ketahui bersama keimanan manusia dalam keadaan naik turun, bahkan kadang-kadang ada, pada keadaan tertentu bahkan tiada, sebenarnya apa gerangan yang dapat membuat keimanan naik turun, kadang ada dan tiada? Apalagi kalau bukan pelacur-pelacur kehidupan. Nah agar libido kita terjaga dari rayuan pelacur kehidupan maka kita membutuhkan perisai keimanan itu, namun bukan asal keimanan tentunya. Keimanan yang kita butuhkan adalah keimanan yang sah, keimanan yang sudah dibeli dari Toko (sumbernya), siapa sumbernya, tentu penguasa dan sumbernya Iman, Gusti, Tuhan. Bagaimana jika keimanan yang ada bukan dari Tuhan? Ya jangan salahkan Tuhan jika DIA tidak menjamin saat terjadi kerusakan. Bagaimana cara membelinya, bukankah Tuhan tidak menjual iman? Kata siapa, cara menjualnya tentu tidak seperti manusia, bagaimana mungkin kita dapat dikatakan beriman kalau kehidupanya tidak selaras dengan kehendak Gusti, Tuhan. Kehidupan yang selaras dengan KehendakNya adalah ketika kita siap menghamba kepadanNya, Mangabdi. Bengabdi berarti menjalankan apa yang sudah menjadi kehendaknNya, prakteknya dalam kehidupan bermasyarakat adalah menjalankan apa-apa yang sudah menjadi ketentuan didalam ajaran luhur agama. Jadi intinya manusia harus beragama? Tentu. Susah amat sich diminta menjadi orang yang beragama, minimal jika kita menjadi orang yang beragama mempunyai harapan, apalagi jika harapan yang ada digaransi olah Tuhan, sebab Tuhan tidak pernah ingkar janji. Bagaimana jika orang itu tak beragama? Tanyakan saja kepada orang yang tidak beragama itu, bagaimana suasana hatinya, apa yang menjadi harapanya, jika orang yang tidak beragama itu mengaku mempunyai harapan namun tidak mengakui agama tertentu, awas harus hati-hati, yang demikian orang yang bimbang, ragu-ragu, orang seperti ini ditengah hiruk pikuknya jalan kehidupan bisa menjadi sumber kecelakaan. Bukankah para maling, garong dan Koruptor juga beragama? Pertanyaan yang keliru, Orang yang beragama bukan orang yang nyolong, merampok, dan korupsi. Lho KTPnya disebutkan setatus agamanya? Ya biarkan saja, namanya juga maling, garong, koruptor, biarkan saja dirinya menipu Tuhan, sekuat apasih dia menipu Tuhan, gitu aja kok ribet. Bagaimana teroris? Biang kerok kecelakaan. Berarti bukan orang yang beragama? Cerewet, orang yang beragama bukan perusak apalagi membunuh.
Â
· Ana sintren repan di buka
Â
Setelah perisai iman sudah tertanam dihati, selanjtnya adalah Ana sintren repan di buka (Ada sintren akan dibuka), dalam BAB.1, bencana, Salah Tuhan Yang Maha Esa, telah dijelaskan makna Sintren, yang mengandung banyak makna luhur, sepertinya tak perlu dijelaskan berulang. Hati yang terjaga oleh perisai iman yang kokoh menjamin rahmat Tuhan akan dibuka dengan seluas-luasnya, bagi siapa? Bagi kita yang lugu, polos, nurut atas kehendak Ilahi, (mengabdi).
Kesimpulanya adalah rahmat Tuhan tak pernah berhenti sedikitpun mengguyur alam semesta, sayangnya bagi sebagian orang cenderung tak merasakanya, itu semua disebabkan terlalu tebalnya debu yang menyelimuti hati kita, sehingga kita kehilangan keluguan, kepolosan, akibatnya kita cenderung membangkang terhadap kehendaknNya, hati tertutup oleh kerasnya debu yang kian lama kian membatu, mengeras, akhirnya hatipun turut mengeras. Hati yang mengeras disebabkan selimut debu yang juga mengeras tak akan merasakan siraman Rahmat Ilahi. Disinilah pentingnya mempunyai perisai keimanan Kacamata, dalam topik ini dapat diganti menjadi kacamata hati. Dengan demikian mata (matahati) yang sudah terlindungi oleh kacamata hati (perisai iman) akan tetap melek, walaupun berada pada keadaan perjalanan kehidupan yang sangat ngebut (keras), dengan serangan debu kehidupan yang semakin keras pula, akhirnya dapat menghindar dari godaan pelacur kehidupan yang kian binal. Bila demikian arungilah kehidupan ini dengan segala persiapan yang matang agar kita menjadi pribadi yang siap menerima siraman rahmatNya. Akhirnya rahmat benar-benar nyata, mewujud dalam kehidupan sosial kita, dengan bentuk Dibukane rimpyo-rimpyo (Bait ke 4), Dibukanya rimpyo-rimpyo. Rimpyo-rimpyo, adalah milik pribadi yang padanya rahmat Tuhan selalu bertambah dan bertambah, kebanjiran rahmat, kebanjiran nikmat, dan kebanjiran kebahagiaan, Tuhan berfirman barang siapa yang bersukur atas nikmatKu makan Akan Terus ditambah Kenikmatan Itu padanya.
Â
Kesimpulanya adalah barang siapa yang hatinya terjaga oleh perisai iman, siap-siaplah Rimpyo-rimpyo, dibanjiri oleh nikmatNya, bahkan dalam makom tertentu Tuhan sendiri yang akan hadir menjaga hati kita.
Â
Lalu bagaimanakah bagi orang yang hatinya sudah membatu? Ya langkahnya harus Ngobong areng pinggir pabrik (Bait ke5).
Areng itu awalnya kayu yang terbakar hingga gosong, pernah meleleh menjadi bara, lantaran semburan lendir pelacur kehidupan maka ia mengeras kembali, gak apa-apa selama masih ada bentuknya bakar lagi saja, bakar dengan terus menerus, tapi cara membakarnya harus dekat dengan pabriknya (pabrik rahmat/Tuhan) agar Gusti melihat kesungguhan kita dalam membakar, membakar kesombongan, keangkuhan, kemunafikan, kecurangan, itulah taubat yang sesungguhnya, nasuha. Jangan berhenti bertaubat, terus-meneruslah bertaubat, karena ia yang menyadari pertaubatan selalu ada kesempatan meraih rahmat Tuhan. Disebabkan kesungguh-sungguhan pertaubatan, maka Tuhanpun akan bersungguh-sungguh menolong kita. Ingat jangan jauh-jauh dari pabrik, senantiasa eling dan paspada, hidup dalam kebersadaran yang utuh, karena manusia tidak ada dengan sendirinya, melainkan Dia yang membuatnya ada.
Jangan membiarkan batu kesombongan terus melekat didalam diri, jatuh bangun dalam kehidupan hal yang lumrah. Jatuh ? bangun lagi, kehidupan harus berlangsung selama nafas masih mampir pada diri kita, ayo bangun dan berjalan lagi, bakar lagi. Sebab sekali berhenti membakar akibatnya Sarung ireng dasare medhit(bait ke 6), sarung hitam Dasarnya pelit, apa itu sarung? Ya sarung, bagaimana seandainya manusia sudah seperti sarung hitam, hitam adalah warna yang paling susah disatukan dengan warna lain, disatuka dengan putih menjadi abu-abu (tidak jelas) disatukan dengan biru semakin pekat.
Sarung hitam, selimut diri yang teguh keangkuhanya, kesombonganya, kemunafikanya, kecuranganya. Jangan biarkan diri kita menjelma menjadi sarung hitam, sebab warnanya tidak akan hilang walaupun dicuci denga sekwintal detergen. Bagaimana jika dibakar? Sia-sia, karena akan habis, ludes sebelum sempat bertaubat. Maka dari itu selama masih eling mengenai keberadaan diri kita, baru menjadi arang, saat itulah kesempatan kita untuk membakar (bertaubat)
Sarung hitam jika dianalogikan dengan jelas, adalah manusia durja dalam keadaan sakit parah, umurnya tinggal satu senti, malaikat maut sudah mondar-mandir diubun-ubunya, bertaubat tak tau caranya, dibimbing telinganya budheg.
Ya sarung hitam, cobalah anda letakan ditanah, pekat tak berdaya, nglumpruk. Itulah yang disebut oleh pencipta tembang sebagai Dasare medhit, Medit, korep, kikir, hidup mlandrang (tidak sadar) akan hakekat dirinya. Ya itu semua karena pilihan hidupnya, Tuhan membiarkan dirinya kaya, murka (serakah), memuja harta, akhirnya pada akhir hidupnya Tuhanpun membiarkan dirinya dalam keadaan tak berdaya rupa. Budheg, Butha, Mantranya tak berguna, doanya entah kemana.
Â
Â
Â
[2] Tembang jala mbako, dalam ritual sintrenan tembang ini dilantunkan(dikidungkan), menyusul tembang turun sintren, bertepatan dengan dibukanya kurungan sintren terbuat dari kurungan ayam, itu menandakan penari sintren sudah selesai bermeta rias, dan siap menari menghibur pengunjung (penonton)
Â
Bersambung: Aroma Kencing Penguasa ================================================================
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H