Mohon tunggu...
Ken Orok
Ken Orok Mohon Tunggu... -

Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa segeralah anda periksakan kesehatan jiwa anda sebab, semakin sering bergaul dengan dunia virtual maka akan menunjukkan semakin tinggi tingkatan stress seseorang. Mengacu hasil penelitian tersebut, menjadi kompasianer teraktif perlu segera memeriksakan kesehatan jiwanya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Negeri Tukang Soto

24 Februari 2010   17:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:45 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_81025" align="alignleft" width="300" caption="Tukang soto"][/caption] Berfikir sebagai tukang soto, mungkin saja dianggap ketinggalan zaman walaupun menjadi tukang soto mampu melaksanakan tanggung jawabnya menghidupi keluarganya. Ketinggalan zaman adalah sdebuah status yang tidak bergengsi karena tidak memerlukan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi tanpa ada penyaluran akhirnya akan membelenggu dirinya. Diri yang terbelenggu akan susah bergerak walaupun jalan lebar terpampang didepannya, sulit memilih karena terlalu mengenal dirinya tanpa melihat sekeliling. Banyak yang berpikir, mempunyai gelar kesarjanaan tidak pantas menjadi tukang soto. Padahal jika ditekuni, bisnis ini dapat mendatangkan kemakmuran bagi pelakunya. Banyak kisah sukses yang berawal dari menjual soto ini. [caption id="attachment_81028" align="alignright" width="297" caption="Enaknya menjadi Boss"][/caption] Menjadi Boss, tentunya keinginan semua orang, tetapi untuk menjadi boss bukanlah sebuah hasil yang dapat diperkirakan.  Seorang yang sukses dalam karier, belum tentu dapat sukses dalam segala hal. Terlalu sibuk dengan pekerjaan, pendidikan anak bisa jadi terbengkalai, bahkan terlibat dengan urusan narkoba. Tidak ada seorangpun yang dapat hidup secara sempurna, tetap ada kekurangan yang dimiliki oleh setiap orang. Plus dan minus selalu dimiliki oleh setiap orang. Kehidupan hitam putih, antara yang sukses dan gagal. Begitu dalam kehidupan perpolitikan, berkuasa mungkin posisi yang menyenangkan, menjadi rakyat hanya menjadi dunia yang penuh kekesalan karena nasibnya tidak diperhatikan oleh penguasa.  Sebaliknya penguasa menganggap rakyatnya terlalu banyak maunya diluar kemampuan negara, tidak ada saling pemahaman tersebut pada akhirnya penguasa dianggap tidak mampu. Mengaca dari tukang soto, mungkin harus melihat kenyataan hanya soto itulah yang mampu kita ciptakan yang dapat diterima oleh orang lain.  Kita harus banggakan bahwa soto itu mampu menghidupi banyak orang dari pada ingin membuat barang yang canggih tetapi tidak laku dijual. Faktanya, pitza hut, burger, fried chicken yang asal usulnya makanan bangsa luar lebih dianggap bergengsi dari pada soto.  Kita ingin maju harus melihat pitza, burger yang bukan produk kita, soto yang produk kita ditinggalkan padahal kita ahli membuat soto. Hanya karena gengsi soto ditinggalkan yang akhirnya produk bangsa lain yang berkembang. [caption id="attachment_81039" align="alignleft" width="300" caption="Kendaraan Dinas Menteri"][/caption] Sudah saatnya penguasa negeri ini mengerti kemampuan negerinya, kalau kemampuannya hanya membuat gerobak, naiklah gerobak sapi sebagai kebanggaan, jadikan gerobak sebagai kendaraan dinas menteri. Kalau gengsi, buatlah kendaraan yang canggih, carilah caranya. Kalau bangsa lain dapat menciptakan, mengapa kita tidak sanggup. Yang terjadi saat ini, semua ingin menjadi boss karena mempunyai pendidikan, menjadi boss dianggap sebuah nasib baik untuk kenikmatan hidup. Akibatnya, tiap hari kerjanya hanya gontok2an, debat kusir tidak ada ujungnya. Mediapun sudah berubah menjadi tukang kompor, memanas2i situasi agar memperoleh perhatian. [caption id="attachment_81053" align="alignright" width="300" caption="Tukang sampah"][/caption] Harapan untuk negeri ini segera bangkit dari keterpurukan, agaknya masih harus menunggu lebih lama lagi, belajar kenegeri orang, pulang kenegerinya sendiri terpaksa menjadi pengangguran lantaran ilmunya tidak terpakai, yang terpakai adalah tukang soto, tukang pacul, tukang gerobak sampah agar kotanya mendapat piala kalpataru. Kota yang bersih untuk diri sendiri karena budaya juga ditinggalkan karena dianggap ketinggalan zaman. Kota yang hanya menjadi sebuah tempat kumpulan hunian tanpa tamu dari luar karena tidak mempunyai daya tarik. Negeri lain turisme menjadi industri yang dapat menopang kehidupan banyak masyarakat, tukang gerobak itu sudah siap menyediakan kota yang bersih. Tapi sayang, pemerintah kedodoran menyediakan infrastruktur yang memadai karena fokusnya masih pada kepentingan diri sendiri. Andaikan penguasa negeri ini dapat mengenali diri sendiri, mungkin negeri yang indah ini akan menjadi surga bagi bangsa lain. Gonjang ganjing pemazgulan itu lebih menyedot perhatian para politisi ketimbang memperhatikan keadaan negerinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun