Setelah deklarasi yang dilakukan February lalu, Nasional Demokrat terus mengepakkan sayapnya di NTT setelah sebelumnya berkibar di Sulsel. Bersama Sri Sultan HB XI, agaknya Surya Paloh yang kalah bersaing dengan Aburizal Bakrie dalam pemilihan ketua umum Golkar di Pekanbaru Oktober silam, dia ingin mengikuti jejak SBY yang sukses dengan warna birunya. Pembentukan ormas tersebut dilatarbelakangi keprihatinan atas belum terealisasinya cita-cita para founding fathers di hampir segala bidang. "Paling tidak ada tiga fokus dari ormas tersebut, yakni mendorong adanya sistem politik yang demokratis dan mandiri dari segala bentuk intervensi asing. Kemudian menciptakan sistem ekonomi yang berkeadilan dan benar-benar prorakyat, serta mendorong adanya kebudayaan nasional yang adiluhung, yang bisa dibanggakan di mata dunia,", begitulah kata Surya paloh dalam berbagai kesempatan. Dengan dukungan mass media yang dimilikinya, tentunya tidak sulit bagi Surya Paloh untuk memperkenalkan ormas gagasannya itu kepada masyarakat Indonesia. Ditambah dengan hadirnya Sri Sultan yang saat ini masih menjabat gubernur DIY dalam Ormas itu tidaklah terlalu sulit menjalin simpati massa mengambang yang jumlahnya cukup besar. Begitu semangatnya Surya Paloh terus terbang kesana kemari dan pemberitaan yang terus menerus semakin memperlihatkan bahwa dia bukan kuning lagi, tetapi sudah biru seperti milik SBY yang melejit itu. Apakah ini sebagai pertanda ingin menggantikan posisi birunya SBY yang sedang diuji kepiawaiannya oleh sahabat koalisinya, bisa jadi seperti itu. Sebab, menurut pandangan orang, Partai Demokrat terangkat karena figur SBY yang tidak mencalonkan diri lagi pada pemilihan presiden 2014. Dengan singkatan Nasdem, mudah2an nantinya setelah menjadi partai bukan menjadi nasi adem atau nasi basi seperti parpol2 debutan yang juga masuk dalam intrik politik perebutan kekuasaan dengan memanfaatkan isu korupsi. Isu korupsi memang paling mudah untuk membentuk opini masyarakat untuk tujuan politik. Padahal kita tahu dari dulu negeri ini penuh dengan tindak korupsi berjamaah, buka satu yang lain saling membuka akhirnya buka2an sendiri. Melihat perkembangan politik yang berkembang saat ini tampaknya manuver Surya Paloh ini memang memanfaatkan memontem tersebut. Bergerak dalam situasi politik yang saling menjatuhkan, Nasdem segera menangguk simpati masyarakat yang kecewa dengan permainan politisi saat ini. Namun jika kita melihat fenomena politisi kutu loncat, bisa saja Nasdem terserang penyakit ini juga yang akhirnya menjadi parpol yang dipakai sebagai kendaraan para politikus kutu loncat yang lebih mementingkan ambisi pribadinya. Dari geraknya yang seperti kutu loncat saja sudah terlihat bukan politikus yang loyal terhadap partainya, apalagi loyal terhadap rakyat, jauh dari harapan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H