Mohon tunggu...
Ken Orok
Ken Orok Mohon Tunggu... -

Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa segeralah anda periksakan kesehatan jiwa anda sebab, semakin sering bergaul dengan dunia virtual maka akan menunjukkan semakin tinggi tingkatan stress seseorang. Mengacu hasil penelitian tersebut, menjadi kompasianer teraktif perlu segera memeriksakan kesehatan jiwanya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mencari Kambing Hitam Kerusuhan Tanjung Priok

14 April 2010   17:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:47 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika anda melihat tayangan national geographic tentang dunia fauna, bagaimana hewan2 tersebut mempertahankan diri, menyerang hewan lain untuk kebutuhan makannya atau bagaimana hewan2 itu berkembang biak.   Itulah naluri yang diciptakan oleh Tuhan, hewan akan menyerang untuk membunuh dengan senjata yang dimiliki bila terusik. Sebagaimana manusia, sama seperti hewan itu tadi, memiliki naluri untuk membunuh jika terusik. Namun manusia yang diberi kelebihan kemampuan untuk mengontrol emosi dan pikiran, naluri membunuh itu pada akhirnya menjadi tertekan bahkan hilang sama sekali. Sebaliknya, jika dalam keadaan emosi itu tidak terkendali yang diikuti oleh pikiran yang tidak terkendali pula, naluri membunuh menjadi dominan. Mungkin itulah yang terjadi di Tanjung Priok, masyarakat yang terusik kepercayaannya, emosi itu menjadi tidak terkendali, korban nyawapun berjatuhan yang menambah jumlah korban dari peristiwa semacam itu di negeri ini.

Emosi masyarakat yang tidak terkendali tersebut menyebabkan Satpol PP dan anggota Polri yang datang kelokasi itu atas perintah dalam menjalankan tugas, tentunya berhadapan dengan masyarakat yang sudah tidak mampu mengendalikan emosi itu berpikir seribu kali untuk berhadapan langsung. Petugas keamanan justru berubah mencari perlindungan, terpaksa harus dievakuasi lewat laut untuk menghindarkan dari emosi masa. Tidak ada yang berani menolong ketika petugas itu tertangkap masa, dihajar dan diperlakukan tidak sebagaimana manusia layaknya, jenazahnya dibiarkan bergeletak tidak terurus. Masyarakt yang sudah kehilangan akal sehat itu tidak dapat sepenuhnya disalahkan, mungkin saja karena selama ini pemerintah juga tidak memakai akal sehat berhadapan dengan rakyatnya.

Kekuasaan tanpa perasaan, rakyat yang sudah mati rasa itu siap mati demi menjaga kehormatan kepercayaannya, ini bukan lagi masalah penegakan peraturan, sangat terlihat apa yang dilakukan oleh pemprov DKI adalah penegakan arogansi tanpa berfikir akibatnya. Selama ini Pemprov DKI hanya mengedepankan pembangunan fisik tanpa membangun mental masyarakatnya, mental masyarakat itu harus dikalahkan oleh kepentingan ekonomi. Penjarahan yang menyertai amuk masa harusnya menjadi pelajaran bagi Pemprov DKI yang sudah sering mengalami hal yang sama. Namun, pengalaman itu tidak menjadikan Pemprov DKI melakukan antisipasi dengan melakukan pendekatan kepada masyarakat denga cara yang bersifat lebih manusiawi.

Dalam perjalanan dari Bandung, kabar kerusuhan itu terdengar dari radio dimobil saya, Jakarta rusuh lagi pikir saya, syukurlah kerusuhan itu tidak merembet lebih besar yang mengingatkan saya terjebak lalulintas macet karena kerusuhan menjelang lengsernya Suharto, diswiping massa yang emosi, saya selamat karena tidak memakai atribut apapun. Didepan saya, disamping saya, mobil mulai dibakar pada waktu itu. Pengalaman seperti menjadikan masayarakat yang khawatir dengan rapuhnya keamanan diwilayah DKI, banyak jalan saat ini berpagar besi sebagai pelindung jika terjadi gangguan keamanan. Di Tanjung Priok sasarannya jelas, Pelindo yang dinilai sebagai sumber masalah, aparat yang dinilai arogan, itulah yang menjadi sasaran amuk masa. Tidak ada masalah politik, tetapi masalah keadilan yang dianggap tidak mungkin akan terwujud jika  tindakan semena2 itu tidak dilawan. Apalagi massa yang mengamuk menemukan minuman keras di mobil satpol PP yang akhirnya dibakar, emosi massa semakin tersulut dan bukan tidak mungkin menjadikan Satpol PP sebagai musuh masyarakat.

Siapakah yang harus bertanggung jawab terjadinya kerusuhan itu ?. Selama ini yang dipersalahkan adalah pelaku kerusuhan, pemerintah selalu benar. Jika kita tengok lebih jauh lagi, mestinya pemerintah harus mampu menciptakan rasa aman bagi rakyatnya. Jika pemimpin tidak mampu menciptakan rasa aman, menciptakan kesejahteraan bagi rakyatnya mungkin akan lebih sulit lagi. Jika negeri ini dipenuhi oleh pemimpin2 seperti ini, sulit bagi negeri ini untuk lepas dari himpitan. Perlukan Fauzi Bowo mengundurkan diri  sebagai bentuk pertanggungan jawab ?. Mungkin belum budayanya, nanti juga dicari kambing hitamnya, penguasa selalu benar. Besok dan seterusnya, kesibukan lain terjadi untuk mencari kambing hitam, berdalih hukum dan peraturan, siapa lagi yang akan menjadi korban.

Jika kita lihat lagi dari system pemilihan langsung, pilkada langsung tersebut seolah memutus rantai komando pemimpin tertinggi negeri ini. SBY menjadi presiden tangan buntung, garis komandonya terputus oleh system pilkada langsung itu. Sebuah resiko demokrasi yang harus ditelan oleh bangsa ini, kebebasan rakyat itu terpaksa sering diisi dengan kerusuhan, bukan hanya di Tanjung Priok saja, amuk masa yang diikuti perusakan dan pembunuhan bukan lagi monopoli daerah perkotaan, dipelosok perkebunanpun terjadi hal yang sama, pembakaran alat2 berat milik PTPN yang terjadi beberapa bulan berselang adalah bukti rakyat belum menikmati keadilan. Memberi pertolongan kepada masyarakatpun harus masuk penjara seperti yang dialami oleh Misran, Mantri Kesehatan di Tenggarong.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun