Bung Karno memang sosok yang kompleks. Banyak sekali mengalir cerita di dalam kehidupannya. Terkadang tegang, romantis namun tak jarang juga menggelikan. Dan satu hal, dalam kondisi sedang nyaman tak jarang timbul ide-ide nakal Bung Karno. Bila hal ini timbul maka orang-orang terdekatnya sering menjadi korban. Itulah Bung Karno yang kini hanya tinggal kenangan. Pesta Yang Memalukan
Pernah dalam suatu resepsi di Istana Merdeka, seorang pejabat tinggi membisiki Bung Karno, bahwa saputangan kecil berwarna putih yang menghiasi saku jas Jusuf Muda Dalam agar diambil BK. Itu bukan saputangan asli, tetapi palsu! Tentu saja BK ingin tahu dan terus berusaha mendekati Jusuf Muda Dalam. Pak Jusuf sendiri tidak menaruh curiga ketika didekati BK dengan tersenyum. Setelah dekat sekali, BK tiba-tiba mengambil hiasan putih yang menyerupai setrip putih di atas saku jas Pak Jusuf.
Pak Jusuf terperanjat dan berusaha mempertahankannya. Tetapi sudah terlambat karena benda itu sudah di tangan BK. Ketika BK membuka kain putih itu, orang-orang tertawa terbahak-bahak. Mereka melihat sebuah pakaian dalam perempuan, bersih, putih, dan masih baru. Tetapi itu celana dalam untuk boneka kecil.
Presiden Dibentak Pembagi Roti
Di Istana Merdeka Jakarta, pertengahan 1950, Sudiyo gendut sedang bertugas mengambil sarapan roti dari dapur untuk kawan-kawannya di paviliun. Ketika sedang komat-kamit menghitung jumlah roti yang dibawanya, ia berpapasan dengan Bung Karno yang sedang jalan pagi di halaman istana. Sudiyo memberi salam dengan santai, “Goede morgen mijnheer,” sambil terus berlalu. Ia mengira sedang berpapasan dengan Ven Der Bijl, orang Belanda yang bertugas di istana.
Mendengar ucapan salam itu, Bung Karno langsung berhenti. Beliau menoleh ke arah Sudiyo, dan bertanya kepada pengawalnya, “Siapa dia?”
“Sudiyo gendut, Pak,” jawab sang pengawal.
Bung Karno mengajak pengawalnya itu membuntuti Sudiyo. Ketika Sudiyo sambil jongkok masih juga sibuk menghitung jumlah roti yang dibawanya, BK berdiri di belakangnya sambil berkata, “Kalau rotinya masih saja kurang, ambil lagi ….”
Tanpa menoleh Sudiyo malahan membentak dengan suara keras, “Ya, nanti saja wong masih dihitung kok.”
Bung Karno tertawa, tetapi pengawal langsung menegur Sudiyo, rekannya itu, “He, lihat dulu, kamu sedang bicara dengan siapa?”
Begitu menoleh, Sudiyo baru tahu Bung Karno sudah berdiri di belakangnya. Dengan gemetaran Sudiyo langsung berdiri dan dengan sikap sempurna, melapor, “Siap Pak, Sudiyo mohon maaf.” BK tersenyum dan meneruskan jalan pagi sambil mengontrol kebersihan serta kerapian tanaman di halaman.