Mohon tunggu...
Anton Kapitan
Anton Kapitan Mohon Tunggu... Guru - Seorang pegiat pendidikan yang menyukai diskusi dan debat

Anton Kapitan adalah seorang pemuda kelahiran Supun, TTU-Timor, NTT. Berjuang memaknai hidup dengan berpikir, berkata dan berbuat dalam spirit 4s. Mengupayakan sekolah kehidupan bagi anak-anak di pedalaman. Mengusahakan pendidikan sepanjang hidup. Pemimpi dari Timur untuk Indonesia dan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penguasa Rimba Enggan Menerkam

6 Februari 2012   01:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:01 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Terlintas di depan mata. Terasa sejenak di hati. Ada yang menarik untuk dikisahkan. Si singa besar enggan menerkam mangsa yang ada di hadapannya. Sepengetahuan tetangga sebelah rumah, mangsa itu sudah berada di depan singa beberapa hari lalu. Tambahan lagi, sejak mangsa itu diperhadapkan pada sang singa, katanya mangsa itu terus saja bernyanyi dalam diam sambil mengejek-ejek kebesaran sang penguasa rimba. Koq bisa ya? Sudah jadi mangsa, malah tambah menjadi-jadi. Eh..itu sich kurang penting. Aku lebih fokus pada yang satu ini: Bagaimana mungkin si singa diam saja berhadapan dengan mangsa liar itu. Mengapa tidak ia habiskan saja mangsa itu secepat mungkin sebelum ia bernyanyi dengan lebih nyaring pada hari esok? Tidak tahukah ia, kalau dirinya sedang dipermainkan sesuka hati si mangsa kecil itu?

Terlepas dari rasa lapar atau tidak, sudah seharusnya penguasa rimba melenyapkan si kutu kampret yang tengah mengganggu dinamika hidup rimbaraya. Ini bukan lagi soal nama baik. Ini juga bukan soal untung- rugi sehingga perlu perundingan bersama dewan rimba dan pensehat rimba lainnya. Ini soal harga diri dan martabat dinamika politik suci dan komitment mulia hari kemarin. Ini soal hidup dan mati. Ini masalah substansi. Karenanya sang raja harus segera berkeputusan. Mangsa harus segera disingkirkan dengan penuh wibawa sebagai raja. Soal penyingkiran ini, tidak perlu tumpangan sedikit pun. Juga tidak butuh rujukan dan referensi lain. Diri sendiri dan segala kekuatan yang termaktub dalam kuasa muliamu sudah cukup untuk mengamankan kutu kampret itu. Wahai penguasa rimba, mengapa enggan menerkam?

Lagi-lagi tetanggaku berbagi cerita, katanya kemarin kamu sempat mengaum tapi hanya di tempat. Tak maju selangkahpun mendekati mangsa itu. Itu pun kamu lakukan dengan back up referensi dewan rimba dan raja-raja kecil lainnya yang kamu angkat untuk membantumu beberapa waktu lalu. Ah.. Raja rimba koq berbuat seperti itu? Takut dengan serangan balik si kutu kampret itu ya? Jangan-jangan dia adalah juru kuncimu juga he..he…

Entahlah posisi mangsa itu seperti apa dalam rimba ini. Aku cuma bilang, ia harus diamankan demi harga diri rimba raya, dan demi komitmentmu di hari kemarin untuk bebaskan rimba ini dari korupsi. Kalau engkau enggan menerkam seperti ini, sudah makin jelas bagi segenap penghuni rimba bahwa engkau bukan penguasa rimba sesungguhnya. Engkau terpaksa jadi raja atas kami. Kami tak sudi lagi melihat singa kami jadi pengecut di hadapan mangsa. Ada baiknya, engkau turun tahta sebelum kami menurunkan engkau dari tahta mulia itu secara terpaksa. Mau jugakah engkau senasib dengan diktator-diktator Timur Tengah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun