Mohon tunggu...
Anton Kapitan
Anton Kapitan Mohon Tunggu... Guru - Seorang pegiat pendidikan yang menyukai diskusi dan debat

Anton Kapitan adalah seorang pemuda kelahiran Supun, TTU-Timor, NTT. Berjuang memaknai hidup dengan berpikir, berkata dan berbuat dalam spirit 4s. Mengupayakan sekolah kehidupan bagi anak-anak di pedalaman. Mengusahakan pendidikan sepanjang hidup. Pemimpi dari Timur untuk Indonesia dan dunia.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Di Balik Kata Maaf Aceng Fikri

6 Desember 2012   15:19 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:05 931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak hanya mengguncangkan nusantara. Dunia pun turut terguncang karena kebiadaban Aceng Fikri, sang Bupati Garut sekarang. Mengandalkan kemapanannya sebagai pejabat publik yang sudah pasti banyak duit, ia serta merta memuaskan nafsu birahinya dengan daun-daun muda seenaknya. Sejauh diberitakan merdeka.com, sebelum menikahi Fani Oktora pada bulan Juli 2012, Aceng telah terlebih dahulu menikahi Shinta, seorang gadis asal Kerawang pada tanggal 13 Mei 2011. Dengan mengaku sebagai duda, ia melamar dan menikahi Shinta dengan mas kawin 100 gram emas senilai 50 juta rupiah.

Sebagaimana dikisahkan ayah Shinta kepada Merdeka.com, pernikahan Aceng dengan anaknya hanya bertahan dua bulan. Tepatnya tanggal, 28 Juni 2011, Aceng mengirimkan blackberry messenger kepada Shinta bahwa keduanya bercerai sebab hubungan mereka tak mungkin mewujudkan keluarga yang sakinah mawahdah warohmah. Pada hari yang sama pula, ia mengirimkan surat cerai kepada Shinta yang ditandatanganinya sendiri.

Setahun kemudian, tepatnya 14 juli 2012, Aceng Fikri melamar Fanny Octora, gadis berusia delapan belas tahun yang sebenarnya punya niat untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Karena dilamar orang nomor satu di daerahnya, si daun muda Fanny pun tak menolak. Keduanya menjadi suami istri sah. Sayang semuanya hanya berjalan mulus empat hari. Setidaknya setelah Aceng meniduri Fanny dan mengetahui bahwa Fanny tak perawan lagi, ia pun mengirimkan sms kepada Fanny bahwa keduanya cerai. Bisa dibayangkan kondisi Fanny saat membaca sms itu.

Tinggalkan bayangan tentang situasi Fanny saat membaca sms cerai itu, mari lanjutkan wacana ini. Entah mengapa kasus ini tak langsung di angkat ke publkc oleh Fanny dan keluarganya. Tak tahu alasannya. Yah..sudahlah tapi setidaknya ketika kasus ini diangkat beberapa hari terakhir ini, semua orang ramai-ramai bicara tentang sikap Aceng yang tak berbiadab itu. Pers dunia, sebut saja Inggris, juga Amerika memberitakan kegobrokan pejabat publik ini. Dengan ini Indonesia tercoreng di mata dunia. Belum selesai cercaan dunia terhadap Indonesia karena tak mampu membayar gaji pemain Asing, Diego Mendieta (pemain asal Paraguay yang berlaga di lapangan hijau Indonesia dan mati di Indonesia ), kini Indonesia dicap buruk lagi karena perangai pejabat publiknya yang sangat tidak manusiawi. Hanya karena tidak perawan lagi, Aceng tega menceraikan Fanny. Satu pertanyaan sederhana buat Aceng, kalau Aceng menuntut istri perawan, apa Aceng sendiri masih perjaka? Bukannya Aceng seorang suami dan bapak dua anak?

Lanjut lagi, sebagai bupati yang harus memberi contoh bagaimana bercerai yang baik, mengapa Aceng harus tega menceraikan istri melalui sms saja? Dimanakah harga diri sebagai laki-laki gentleman? Sebagai sesama lelaki, saya sangat malu dengan tindakan Aceng yang a la binatang ini. Dimanakah kewibawaan sebagai bupati Garut kalau ia bertindak seperti itu? Masyarakat Garut mesti terus mengkawal kasus ini. Harga diri masyarakat Garut harus ditegakkan. Sekiranya tiada hambatan, turunkan saja Bupati yang biadab itu. DPRD Garut mesti tanggap terhadap hal ini dan tidak boleh bermain-main dengan rupiah untuk kasus ini. Harga diri masyarakat Garut lebih tinggi dari triliunan rupiah, apalagi miliyaran dan jutaan.

Selain harga diri, hemat saya kalau semua petinggi negara ini, muladi dari Desa sampai Presiden yang adalah kepala negara juga sudah mengatakan bahwa kasus ini bukan hal sepele, maka kasus ini harus diselesaikan secara baik, benar dan adil sesuai hukum yang berlaku. Jangan sampai semua berakhir dengan kata maaf Aceng. Karenanya, sekalipun Aceng sudah meminta maaf secara resmi dan Fanny sendiri menarik gugatan dari Mabes Polri, mestinya semua masyarakat nusantara, terutama masyarakat Garut harus tetap komitment untuk menuntaskan kasus ini. Para pejabat publik yang masih berhati nurani baik dan bermartabat mesti tidak terharu dan mendiamkan kasus ini. Seluruh masyarakat Indonesia yang sudah dipermalukan di mata dunia karena tindakan biadab Aceng ini harus terus mendesak pihak terkait agar Aceng diadili. Terlepas dari berbagai persoalan lain yang sedang meliliti dirinya, penegak hukum, DPRD Garut, Gubernur Jawa Barat dan Menteri Dalam Negeri harus bertindak elegan demi martabat dan harga diri bangsa, demi kewibawaan pemerintahan Garut dan terutama demi martabat perempuan Indonesia sebagai manusia mulia.

Kiranya pihak-pihak terkait tidak silau apalagi terbuai dengan lembaran-lembaran rupiah yang melayang ke saku pribadi dan dengan tahu dan mau mendiamkan kasus ini. Kiranya kita semua tidak terbuai pula dengan sandiwara Aceng dan Fanny. Jangan hanya karena Aceng telah meminta maaf dan Fany pun telah memaafkannya, maka kita pun mengamini semuanya dan mengatakan bahwa kasus ini telah selesai. Harga diri telah ternodai. Mari menuntaskan kasus ini dengan lebih elegan.

Di balik kata maaf Aceng, ada sandiwara yang sangat lucu. Saya yakin, semua elemen bangsa tidak terpengaruh kata maaf Aceng. Aceng dan Fanny boleh saling memaafkan tapi harga diri bangsa harus dipulihkan. Legoyo (mundur) dari posisi sebagai bupati itu taruhan paling pasti dari Aceng Fikri untuk memulihkan harga diri bangsa. Aceng jangan pura-pura meminta maaf dan jangan jadi pemimpin yang kebal rasa malu. Pertajam rasa malu, tahu diri, dan segera tinggalkan posisimu sebagai Bupati Garut. Anda tidak cocok lagi menjalani hidup sebagai Bupati. Yuk, mundur dong. Jangan bersandiwara dengan kata maaf. Sebab di balik kata itu ada kegobrokan terbesarmu, di balik kata itu ada kepentingan busuk untuk hari esok, di balik kata itu ada bersandiwara. Maaf, anda tidak cocok jadi bupati Garut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun