Mohon tunggu...
Tony Burhanudin
Tony Burhanudin Mohon Tunggu... Freelancer - Jurnalis

Malas membaca sesat di pikiran

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Klub Sepakbola Harus Punya Visi Marketing

31 Juli 2012   07:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:24 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_203802" align="aligncenter" width="300" caption="Hardimen Koto, Pengamat Sepakbola"][/caption]

Potensi bisnis sepakbola di Indonesia ternyata luar biasa besar. Perputaran uang yang mengalir di liga Indonesia ditaksir mencapai triliunan rupiah tiap musim. Dari mana saja sumber pemasukan klub sepakbola, dan apa saja yang mesti diperhatikan agar sepakbola Indonesia benar-benar memasuki fase industri?Untuk membahasnya lebih jauh, redaksi Majalah MARKETING belum lama ini mewawancarai Hardimen Koto, pengamat sepakbola. Berikut adalahpetikan wawancaranya.

Penonton Indonesia semakin banyak, sponsor mulai masuk, dan stasiun TV hampir tiap hari menyiarkan liga sepakbola Indonesia. Apakah ini pertanda sepakbola Indonesia sudah masuk era industrialisasi?

Kalau saya lihat, ini masa transisi menuju industri sepakbola di Indonesia. Kita melihat begitu banyak contoh, klub sekarang sudah punya badan hukum.Ketika mereka punya badan hukum, mereka bisa memarketkan produk mereka. Massa penonton juga banyak, average penonton di Indonesia mencapai 20 ribuan, terutama untuk tim-tim papan tengah dan atas di Indonesia Super Leage (ISL). Sekarang tinggal bagaimana klub-klub lebih jeli melihat market ini. Ketika mereka tidak jeli, ini bahaya buat mereka. Industri yang saya maksud adalah bagaimana klub bisa menjadi profit center.

Tempo hari ada peraturan dari pemerintah pusat, pemda tidak boleh lagi mengucurkan dana untuk klub sepakbola melalui APBD.Apakah semua klub sudah mematuhi ini?

So far sudah.Ketika Permendagri no. 22 tahun 2011 diberlakukan, saya melihat memang klub harus lebih kreatif. Selama ini mereka hanya menampung, menadah. Mereka punya budgeting per musim rata-rata Rp 10 miliar–Rp 15 miliar per musim. Ketika APBD distop krannya, mereka panik. Tapi, seleksi alam menuntut mereka harus keluar dari situasi sulit ini.Salah satu caranya adalah dengan membentuk badan hukum. Persoalannya adalah seberapa jeli dan pintar mereka, dan seberapa kreatif mereka.

Apa saja yang perlu diperhatikan ketika kita ingin membangun klub yang tangguh?

Mengubah cost center menjadi profit center. Ketika timnya berkualitas, mereka enak untuk menggaet pasar. Ketika timnya kurang bagus, komposisi pemain hancur, prestasi tidak bagus, aspek bisnisnya tidak bisa dikemas. Apa yang mereka bisa jual. Tadi pertanyaannya apa yang mesti dilakukan klub, buat saya kuncinya klub harus punya SDM yang andal.

Berarti pemainnya harus bagus?

Tidak hanya pemain. Ada dua sisi. Pertama, secara tim, pemain dan pelatih ada di situ. Kedua, dari aspek bisnis, SDM-nya juga harus bagus. Product knowledge bagus, harus visioner, dan punya network bagus. Berapa uang yang beredar di liga Indonesia, saya memberi contoh ISL yang terdiri dari 18 tim di level satu. Taruhlah budgeting mereka per session rata-rata Rp 30 miliar, dikalikan 18 tim berarti sekitar Rp 1,4 triliun. Harusnya di sini ada yang mereka bisa gali. Revenue klub buat saya ada empat. Pertama adalah ticketing, kalau di industri sepakbola istilahnya gate. Mereka punya 17 home (pertandingan kandang) dan 17 away (pertandingan tandang) per musim.

Di luar itu, ada pertandingan Copa Indonesia dan friendly game. Kita bicara home, katakanlah per musim rata-rata mereka punya 25 home, average penontonnya 20 ribu, dan harga tiket rata-rata Rp 25.000. Artinya, per pertandingan mereka dapat Rp 500 juta, kalikan dengan 25 pertandingan.Dari gate saja, mereka akan mendapatkan Rp12,5 miliar.

Kedua, sponsorship, katakanlah untuk sponsor platinum dengan tarif Rp 5 miliar. Sponsor akan bertanya dapat apa saja dengan uang sebesar itu. Kembali ke SDM tadi, SDM harus mampu mengemas klubnya, apa yang bisa dia berikan untuk sponsor. Saya kasih contoh Honda yang branding di Persib Bandung, katakanlah Honda taruh uang Rp 2 miliar. Honda akanmenanyakan, dia dapat apa saja. Di sini Honda akan dapatiklan dalam bentuk yang kreatif, ada ad board, outdoor activity, off air, baliho, dan sebagainya. Ini harus dikemas oleh manajerial Persib Bandung.

Ketiga, merchandising, jenisnya banyak sekali, tidak hanya jersey, tapi ada topi, syal, payung, kartu kredit, pulpen, tas. Minimal lima item saja mereka bisa kemas, itu sudah bagus. Saya melihat pos ini bisa mem-back up 7%–12% dari budgeting klub. Contoh Persiba Balikpapan, di bujetmereka ada satu slot tentang apparel. Apparel ini luar biasa, bisa nembus Rp 2 miliar, untuk membeli semua logistik tim seperti jersey, sepatu bola, sepatu kets, sepatu futsal, topi, jaket, raincoat, topi, bola. Saya masukkan sponsor ke Persiba Balikpapan, artinya ada cut cost di situ. Nanti pemilik brand apparel akan memproduksi lebih. Harusnya Persiba Balikpapan bisa jual itu. Taruhlah jersey harganya Rp 10. Persiba beli ke brand dengan harga Rp 4, berarti untung Rp 6. Katakanlah satu musim Persiba menjual 100 buah jersey, sudah kelihatan untungnya.

Keempat, trading player. Lima tahun lalu, klub yang penting membeli pemain asing. Sekarang klub mesti punya kaki, dia kontrak pemain minimal dua tahun. Di sinilah tim mesti memiliki mata-mata untuk memantau pemain. Kalau klub cerdik, dia beli pemain misalnya dengan Rp 100, kemudian dia poles, dan dipromosikan, tergantung bagaimana manajemen klub mengemasnya.Belum setahun, ternyata klub lain melirik pemain itu, lalu dijual Rp 500, berarti untung Rp400. Klub belum sampai melihat sedetail ini. Bicara sepakbola aspek bisnisnya luar biasa.

Tadi Anda belum menyinggung pendapatan dari hak siar TV?

Ya, TV right itu juga penting. Musim ini mulai berlaku. Musim lalu parah, home team (tim tuan rumah) dapat Rp 25 juta kalau live-nya sore. Kalau live malam, prime time di akhir pekan dapat Rp 30 juta. Buat saya ini tidak fair. Musim ini berubah, saya dengar sekarang untuk home team rata-rata satu klub minimal dapat Rp 2 miliar per musim dari TV right. Harusnya memang seperti B Sky B di Inggris yang dikontrak FA (federasi sepakbola Inggris) selama 4 tahun dengan nilai £670 juta, 57% dari nilai tersebut mengucur ke klub. Di Indonesia mungkin belum setransparan itu.

Klub-klub mana saja yang menurut Anda menonjol secara industri?

Ada banyak, seperti Mitra Kukar, Persib Bandung, Sriwijaya Palembang, Persiram Raja Ampat—dari daerah terpencil tapi manajemennya modern. Tahun depan Persiram juga akan membangun stadion di salah satu pulau di Raja Ampat, berkapasitas 15 ribu penonton yang dilengkapi dengan mes klub.

Apa tantangan utama membangun klub profesional di Indonesia?

SDM, dari SDM akan melebar ke mana-mana. Kita melihat banyak klub di Indonesia tidak di-back up dengan kualitas dan kapabilitas SDM. Tidak banyak klub, kalau tidak mau dibilang tidak ada, yang memiliki SDM yang capable, yang punya hati dan visi di sepakbola, network bagus, visioner, dan kreatif. Contoh Persija Jakarta. Jakarta kurang apa, infrastruktur punya, stadion nebeng di Gelora Bung Karno, one of the best stadium di Indonesia, dengan kapasitas tempat duduk 85 ribu. Bandara punya, hotel di mana-mana. Perusahaan seabrek di sini. Tapi apa? Mereka tidak bisa menjeratsatu saja sponsorship. Mungkin ini juga lebih karena atmosfer di persepakbolaan kita.

Berarti dunia usaha sedang menunggu, jika industrialisasi sudah terwujud, mereka akan masuk ramai-ramai?

Boleh jadi begitu, tapi tidak semua juga. Saya melihat suatu yang ironis, BNI branding di Chelsea, Kacang Dua Kelinci branding di Real Madrid. Harusnya para pelaku dan praktisi bola di Indonesia melihat ini sebagai sebuah tantangan, mengapa mereka tidak mau melihat Indonesia, berarti ada sesuatu yang salah. Ini memang cases-nya banyak, jadwal yang sering berubah-ubah, rusuh. Suka atau tidak suka, ini adalah fakta.Fernando Torres jadi bintang iklan Gudang Garam, saya dengar nilainya Rp 1,3 miliar.

Apakah klub mesti punya anggaran besar untuk membeli pemain?

Mengelola klub bola sama dengan mengelola perusahaan-perusahaan lain. Mereka harus punya planning, grand design, white paper di depan, dengan mengawinkan berbagai aspek. Tim harus mampu menyeret isu marketing. Ini yang dilakukan oleh MU ketika membeli Park Ji Sung, misi utamanya cuma satu, merchandise. Bukan pekerjaan mudah mencari jersey bernomor Park Ji Sung di Korea. Penjualan jersey MU laris manis, menyumbang 27% total dari pendapatan MU. Pemain termahal di Liga Indonesia musim ini Marcus Bent, mantan pemain Everton dan Birmingham yang dibeli Mitra Kukar dengan harga Rp 4 miliar. Bintang terkenal, populer, tapi nothing to do, setengah musim dipecat. Ini membuktikan pemain mahal bukan jaminan tim akan bagus.

Siapa saja pemain dengan gaji termahal di Indonesia?

Aldo Bareto, dua kali top skor Liga Indonesia,Rp 1,4 miliar; Bambang Pamungkas (BP) Rp 1,2 miliar: Ahmad Bustomi Rp 1,1 miliar; Hamka Hamzah Rp 1,1 miliar. Mereka terima gaji bersih. Sistem penggajiannya, ada klub yang mendefinisikan satu musim 10 bulan atau 12 bulan, tergantung durasi kompetisi. Taruhlah 12 bulan, mungkin BP terima advance (uang muka) 25%, sisanya 75% dibayar 12 kaliper bulan. Akomodasi, meal, transportasi, semua free. Ini pendapatan di luar sponsor pribadi.

(Tony Burhanudin)

*Artikel ini pernah dimuat di Majalah Marketing Edisi Juni 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun