Mohon tunggu...
Hartono Tasir Irwanto
Hartono Tasir Irwanto Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Rasionalitas membawa pemikiran anda melangit. Moralitas membawa tindakan anda membumi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ilmu Logika: Prinsip Bernalar Benar

23 September 2014   20:16 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:49 16996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock



Sebagian orang melarang orang lainnya untuk belajar logika. Bahkan sebagian lainnya malah mengkafirkan mereka yang belajar logika. Mengapa demikian? Tentu hal tersebut mengundang pertanyaan; apa sebenarnya yang dipelajari dalam ilmu logika. Apakah ilmu logika adalah “ilmu hitam” yang menyesatkan bahkan membuat yang beriman menjadi kafir? Atau malah sebaliknya, dengan mempelajari ilmu logika seseorang akan semakin teguh keberimanannya. Yang jelas, kita tidak dapat menghukumi sesuatu tanpa mengetahui sesuatu yang kita hukumi tersebut.

Ilmu Logika, Pada Mulanya

Logika berasal dari bahasa Yunani, yaitu logos yang berarti sabda, perkataan atau pemikiran. Logika telah digunakan oleh Socrates, Plato bahkan para pendahulunya untuk membangun argumentasi yang persuasif sembari menolak argumentasi orang lain. Namun logika dipahami sebagai suatu ilmu yang sistematis, dikarenakan upaya pemikiran Aristoteles (384-322 SM). Itulah mengapa Aristoteles dikenal sebagai bapak ilmu logika (Bertrand Russell; History of Western Philosophy. 1974, hlm 206).

Dari Yunani, logika kemudian diadopsi oleh berbagai budaya, daerah dan bahkan agama. Di Yahudi kita mengenal berbagai filosof dari yang tidak popular hingga yang paling popular yaitu, Karl Marx. Thomas Aquinas pendeta sekaligus filosof zaman pertengahan mencoba memadukan agama Kristen dengan filsafat, termasuk logika yang merupakan bagain dari filsafat. Sementara dalam tradisi Islam, pembelajaran logika mendapat puncaknya sekitar abad ke 2 Hijriyah atau abad ke 7 Masehi, di mana buku-buku Yunani khususnya logika-filsafat diterjemahkan ke dalam bahasa Arab yang dipelopori oleh Hunain bin Ishaq (Murtadha Muthahhari: Belajar Konsep Logika. 2012)

Obyek Kajian Logika

Obyek kajian atau hal yang dipelajari dalam ilmu logika terbagi atas obyek materiil yaitu pikiran (bernalar) dan obyek formil yaitu aturan berpikir (bernalar) benar. logika adalah ilmu yang mempelajari tentang prinsip berpikir benar. Dalam perkembangannya kemudian, definisi logika tersebut dikritik oleh Irving M. Copy yang berpendapat bahwa logika bukan mempelajari prinsip berpikir benar. Karena berpikir juga merupakan obyek kajian ilmu psikologi. Berpikir adalah proses kerja akal untuk mengetahui sesuatu yang belum diketahui atau untuk memperjelas pengetahuan yang samar. Mengingat, melamun dan merenung tentu merupakan bagian dari aktivitas berpikir yang bukan termasuk obyek kajian logika. Aktivitas berpikir yang merupakan obyek kajian logika adalah penalaran. Penalaran adalah suatu jenis berpikir yang bertugas menyimpulkan premis-premis yang ada. Maka, definisi ilmu logika adalah ilmu yang mempelajari tentang prinsip bernalar benar (Irving M. Copy; Introduction to Logic. 1978, hlm 3).

Perbedaan Pengetahuan dan Ilmu

Apakah pengetahuan dan ilmu adalah dua terminologi yang memiliki satu makna yang sama? Pengetahuan adalah hadirnya realitas yang ditangkap oleh akal. Misalnya realitas batu. Apa saja yang ditangkap akal terhadap batu, itulah pengetahuan kita tentang batu. Ditinjau dari penghukumannya, pengetahuan kemudian terbagi ke dalam pengetahuan yang masih sebatas konsep (belum dapat dihukumi) seperti pada proposisi “batu itu” atau “jangan batu”. Dan pengetahuan yakin (sudah dapat dihukumi) seperti pada proposisi “batu itu hitam” atau “jangan memakan batu”. (Hasan Abu Ammar; Ringkasan Logika Muslim).

Alasan detail mengapa suatu realitas ditangkap akal (diketahui) kemudian disebut sebagai ilmu. Seyakin apapun kita terhadap suatu realitas, seperti pada propisisi “batu itu keras” namun kita belum menemukan alasan detail mengapa “batu itu keras” maka hal tersebut masih dikatakan pengetahuan, bukan ilmu. Jadi pengetahuan merupakan suatu informasi universal yang tidak sistematis, sementara ilmu adalah informasi partikular (mendetail) yang sistematis. Dalam logika modern, ilmu terbagi ke dalam ilmu a posteriori dan ilmu a priori. Ilmu a posteriori merupakan ilmu yang diperoleh dari pengalaman inderawi atau eksperimen empiris. Seperti ilmu kimia, kedokteran, ekonomi, sosiologi dan ilmu ilmiah lainnya, baik yang bersifat alamiah, maupun sosial. Sementara ilmu a priori adalah ilmu yang diperoleh tanpa pengalaman inderawi dan eksperimen empiris, namun bersumber dari akal sendiri seperti filsafat, hukum, etika, termasuk pula logika (Mundiri; Logika. 1994, halm 7).

Sumber Ilmu Pengetahuan

Pengetahuan dapat kita peroleh melalui apa yang disebut alat atau instrumen pengetahuan. Kalau dalam musik, instrumen musik adalah gitar, drum, terompet dan sebagainya. Instrumen adalah sesuatu yang dipergunakan untuk memperoleh sesuatu yang lain. Maka gitar adalah alat yang digunakan untuk memperoleh musik. Lalu, apa saja instrumen pengetahuan?

1.Panca Indera

Tahapan pertama sekaligus yang paling sederhana untuk memperoleh pengetahuan adalah melalui panca indera. Kedudukan kelima panca indera ini sangat penting dalam proses memperoleh pengetahuan meskipun indera penglihatan (mata) dan pendengaran (telinga) seringkali disebut-sebut sebagai indera yang paling penting. Namun kata Aristoteles; “ Kehilangan satu indera, kehilangan satu ilmu pengetahuan. “ orang yang buta tentu takkan dapat melihat warna. Sebagaimana orang yang tuli tentu takkan dapat mendengar bunyi. Paham yang menganggap bahwa indera adalah alat pengetahuan yang benar disebut kaum empiris. Betatapun pentingnya, indera terkadang memberi pengetahuan yang salah. Seperti kayu yang bengkok di dasar air ternyata lurus ketika diangkat ke permukaan. Itu berarti dibutuhkan instrumen pengetahuan lain yang dapat menutupi kelemahan dan kesalahan indera.

2.Khayal atau Imajinasi

Alam khayal atau imajinasi mampu menangkap bentuk-bentuk sesuatu dan warna yang diperoleh dari indera. Gunung emas yang tak ada di dunia nyata, dapat tertampung di alam khayal. Bidadari bersayap yang tak ada di dunia nyata, dapat terbayang di alam khayal. Kekasih Anda yang jauh disana, dapat hadir di alam khayal. Bahkan bagi Anda yang belum mempunyai kekasih di dunia nyata, dapat membayangkan bermanja ria bersama kekasih di alam khayal. Itu semua dapat terjadi karena alam khayal juga berfungsi menggabungkan bentuk-bentuk segala sesuatu. Fungsi yang lain yaitu membandingkan. Kita dapat mengatakan yang ini lebih tinggi dari yang itu ketika kita membandingkannya di alam khayal. Seniman seperti Picasso dan Leonardo da Vinci sering menggunakan imajinasinya. Bahkan Wright bersaudara mengawali rancangan pesawatnya di alam khayal. Mereka menggabungkan bentuk burung serta teknologi mesin dan besi.

3.Akal

Instrumen akal dibagi atas dua bagian; akal murni (rasio) dan konsep akal jatuh (hati). Perbedaannya terletak pada apa yang diperolehnya. Hati menangkap hal-hal yang sifatnya partikulir, subyektif dan relatif seperti perasaan senang, sedih, lapar, cinta, benci dan marah. Sementara akal murni menangkap hal-hal yang sifatnya universal, obyektif dan mutlak. Persamaan keduanya terletak pada kemampuannya menangkap hal-hal yang abstrak atau tidak dapat diinderai. Keduanya juga mampu menangkap subtansi, intisari atau nama-nama segala sesuatu. Tidak sedikit ilmuwan, agamawan dan filsuf yang berpendapat bahwa inti dari kemanusiaan adalah akal. Seperti yang dikatakan oleh Aristoteles; manusia adalah binatang yang rasional atau yang mengoptimalkan akalnya (Murtadha Muthahhari; Pengantar Epistemologi Islam).

Manfaat Mempelajari Ilmu Logika

Dalam melakukan atau mempelajari apapun, manusia yang bijaksana tentunya mempertanyaan manfaat dalam melakukan atau mempelajari sesuatu tersebut. Apa manfaat mempelajari ilmu logika? Kita tidak mungkin mendapatkan hasil yang benar, tindakan yang benar dan perkataan yang benar, jika tidak di mulai dari berpikir benar. Karena berpikir adalah awal mula terciptanya segala sesuatu. Logika hadir sebagai pengatur cara berpikir seseorang hingga cara berpikirnya menjadi benar. Setelah cara berpikirnya benar, barulah perkataan, tindakan dan hasil yang didapatkan juga dapat ikut benar. Bagaimana bisa kita berbicara mengenai perihal yang benar dan yang salah tanpa mengetahui bagaimana cara berpikir benar. Jadi kurangi atau bahkan berhenti berbicara, komentar dan bertindak, jika tidak diawali dengan berpikir (bernalar) benar.

Imam ‘Ali as. pernah berkata : “ Ilmu adalah cahaya yang Allah Swt. berikan kepada hati yang Ia kehendaki “. Itulah sebabnya mengapa kita perlu berhati bersih untuk mempelajari suatu ilmu. Ilmu logika merupakan ilmu yang sangat tepat manakala kita menjadikannnya landasan pengetahuan dan pembelajaran. Agar ke depannya, dalam mempelajari segala sesuatu, kita bisa menalar benar atau salahnya sesuatu tersebut. Ilmu logika adalah ilmu yang berguna untuk mengatur dan mengarahkan kita kepada cara berpikir (bernalar) yang benar. Apakah setelah kita mempelajari ilmu logika cara berpikir menjadi selalu dan mutlak benar? Tidak juga! Kita dapat menjawabnya dengan jawaban nadiqh, yaitu jawaban yang berupa pertanyaan balik. Bagaimana dengan kita yang belajar bahasa Indonesia tapi masih banyak kesalahan dalam penggunaannya sehari-hari? Hal ini sangat bergantung pada sejauh mana penerapan kaidah-kaidah dari sang pembelajar ilmu logika tersebut.

Selamat bernalar benar!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun