Norbertus Riantiarno telah tiada. Bukan hanya Keluarga yang ditinggalkan, Keluarga Besar Teater Koma, Dunia Teater dan Penonton Teater Indonesia, pun Teater Dunia, semua kehilangan N. Riantiarno. Indonesia dan dunia kehilangan TOKOH TEATER, SENIMAN, dan BUDAYAWAN.
Mas Nano dan menulis
Akan selalu terbayang dan saya simpan di lubuk hati dan pikiran terdalam. Saat itu, Minggu, 25 Desember 2022, dengan diantar dan didampingi Mba Ratna Riantiarno, kehadiran saya dan Mas Edi Sutarto dan istri, usai magrib, ternyata membuat Mas Nano yang saat itu sedang berbaring dengan selang oksigen yang masih terpasang di hidungnya, membuat terjaga.
"Ada Edi sama Tono." Sebut Mba Ratna yang sebelumnya mengecek apakah Mas Nano sedang tidur atau tidak. Ternyata Mas Nano hanya sedang berbaring, belum tidur.
"Edi, Tono." Ujar Mas Nano sambil tersenyum.
Kami pun duduk mengelilingi Mas Nano yang masih tetap berbaring. Mba Ratna lalu mengisahkan tentang kondisi Mas Nano hingga diperbolehkan rawat jalan. Kemudian obrolan beralih kepada harapan dan mimpi-mimpi Mas Nano dari buah karya yang sudah.ditulisnya.
Tanpa diduga, obrolan yang membangkitkan semangat Mas Nano, membuat Mas Nano, minta bangun dari berbaring dan duduk, demi melanjutkan obrolan tentang karya-karya dan kreativitas.Saat Mas Nano minta ke posisi duduk, kami pun bertanya kepada Mba Ratna, apa Mas Nano boleh duduk. Mas Nano sendiri yang menyatakan tidak apa. Mas Edi yang tepat di pinggir ranjang, membantu Mas Nano duduk.
Setelah Mas Nano duduk, obrolan dilanjutkan. Mas Edi terus berdiri berjaga di samping Mas Nano sambil memijit punggungnya lembut. Sementara saya duduk di hadapan Mas Nano, di samping Mba Ratna.
Dalam posisi Mas Nano duduk, Mba Ratna bercerita tentang apresiasi dari pemerintah daerah atas kondisi sakit Mas Nano. Saya pun bertanya, bagaimana dengan pemerintah Indonesia.
Mba Ratna juga menyebut bahwa Mas Butet Kartaredjasa, sudah bicara tentang kemungkinan Mas Nano berobat ke Manca Negara. Saya pun mendoakan semoga Mas Nano benar terwujud dapat berobat ke Manca Negara. Sebab, Mas Nano adalah Tokoh Teater, Seniman, dan Budayawan milik Indonesia, milik kita semua. Harus sembuh dari sakitnya, dunia teater dan penulisan tidak kehilangan beliau.
Obrolan kembali beralih kepada persoalan.kreativitas, penulisan, dan karya, hingga sampai Mba Ratna bilang, semoga naskah Matahari dari Papua dapat diproduksi dan dipentaskan di tahun 2023 setelah produksi Teater Koma  garapan Rangga Riantarno.
Atas semangat itu, saya langsung menyatakan siap ikut produksi lagi, sebab telah rehat dari pentas Teater Koma sejak 2018. Sepanjang obrolan, Mas Edi juga tidak henti memijat punggung Mas Nano yang nampak begitu semangat dengan pembicaraan tentang penulisan, karya, dan pementasan.
"Kita foto ya? Pinta Mas  Nano. Sambil menyodorkan handpone-nya ke Mba Ratna.
"Lha, tumben minta foto?" Ujar Mba Ratna  yang langsung memanggil Rangga Riantiarno dan meminta difotokan.
Setelah kami berfoto, Rangga serahkan  handphone ke papanya. Mas Edi pun memimpin doa untuk kesembuhan Mas Nano. Setelahnya, Mas Nano berbaring kembali, kami ke luar dari kamar. Obrolan dilanjutkan di panggung Sanggar Teater Koma dengan Mba Ratna dan Rangga.
Yah, itulah, kisah 25 Desember 2022, begitu melekat ke dalam hati dan pikiran saya. Betapa tidak, Mas Nano yang sudah dibantu pernafasan oksigen, dalam kondisi terbaring, begitu kami bicara tentang penulisan, karya, dan produksi pentas, langsung sangat bersemangat dan minta duduk.
Saat itu, saya langsung ingat Monolog "Pulang" yang ditulis Mas Nano pada Desember 2020. Berkostum serba hitam, Mas Nano memainkan monolog berjudul Pulang yang disiarkan lewat saluran YouTube Teater Koma pada 6 Juni 2021. Monolog berdurasi sekitar 40 menit, disiarkan bertepatan dengan hari ulang tahunnya ke-72.
Dalam monolog, Mas Nano berdialog tentang kematian dan perpisahan. Â Kematian memang misteri besar kehidupan manusia. Semua bergantung pada Tuhan, sang pemilik kehidupan semua makhluk hidup.
Pada adegan penutup, Mas Nano mengungkapkan bahwa akan tetap menulis di dunia-Nya,
"Aku tak tahu kapan akan pulang. Aku sungguh tak tahu. Tuhanlah penguasa langit. Tapi, jika aku pergi nanti, maksudku, kalau wafat, di mana pun aku akan berada, semoga bisa mengisi waktu dengan menulis. Artinya, kalau aku pulang, kelak, ke sebuah tempat, mungkin di langit atau di mana pun, aku masih diperbolehkan untuk menulis. Tapi kalau aku disiksa di sebuah tempat, mungkin penuh api yang menyala-nyala, karena kesalahanku di dunia sangatlah banyak, tak mungkin aku bisa menulis. Hanya siksaan itu yang setiap hari kualami. Siksaan yang pasti menyakitkan. Dan, kalau aku tidak disiksa, ditempatkan di sebuah tempat yang luar biasa bagus, nyaman, adem, tentrem, penuh kebahagiaan, tentu aku punya waktu untuk menulis. Itulah tempo yang paling tepat untuk menulis. Hanya menulis. Akan diterbitkan atau tidak, aku tidak peduli. Aku pasti akan sangat kebingungan kalau sampai seluruh waktuku, tidak bisa aku isi dengan menulis. Hanya itu pekerjaan yang aku bisa: Menulis!"
Sejak Minggu, 25 Desember 2022, setiap detik saya ikuti perkembangan kesehatan Mas Nano, via WAG Teater Koma. Mas Nano akhirnya kembali di rawat di RS, kali ini di RS Dharmais. Namun, belum sempat saya ke RS Dharmais, ternyata Mas Nano sudah kembali ke rumah, Â Sanggar Teater Koma Bintaro. Hingga pada Jumat, 20 Januari 2023 pagi, kabar kepulangan Mas Nano tersiar.
Teater Koma tetap koma
Selamat jalan Mas Nano. Saya yakin Mas Nano ditempatkan di sebuah tempat yang luar biasa bagus, nyaman, adem, tentrem, penuh kebahagiaan, sehingga dapat terus menulis. Aamiin.
Sekali lagi, selama ini, Mas Nano bukan hanya milik Keluarga yang ditinggalkan, Keluarga Besar Teater Koma, Dunia Teater dan Penonton Teater Indonesia, pun Teater Dunia. Semua merasakan hal yang sama, kehilangan. Indonesia dan dunia kehilangan TOKOH TEATER, SENIMAN, dan BUDAYAWAN.
Terima kasih, saya pernah menjadi bagian dalam kehidupan Mas Nano. Semua ilmu dan pendidikan yang saya terima, hingga kini terus menjadi teladan di kehidupan saya pribadi, keluarga, dunia pekerjaan, lingkungan masyarakat, hingga saya terapkan dalam pendidikan, pelatihan, dan pembinaan di SSB Sukmajaya, Sukmajaya FC, dan Teater Dikari (Alir).
Mas Nano jangan khawatir, ya? Di surgaNya, saya yakin akan bangga. Pasalnya, di tangan Mba Ratna, Rangga, Dika, Gagah, dan Keluarga Besar Teater Koma, Teater Koma, akan tetap koma, tidak titik. Untuk Indonesia dan dunia. Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H