Sandiwara wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden, sudah memasuki episode baru. Episode ini saya kasih judul "Larangan dan Ajakan Jokowi"
Kisahnya, saat memimpin Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Selasa (5/4/2022), Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang para menterinya menyuarakan wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.
Jokowi meminta jajarannya tidak berpolemik terkait isu ini dan fokus bekerja. "Jangan menimbulkan polemik di masyarakat, fokus pada bekerja dalam penanganan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Rabu.
Selanjutnya, Jokowi menegaskan, dirinya tidak ingin lagi mendengar ada yang menyuarakan wacana presiden 3 periode maupun penundaan pemilu.
"Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan lagi mengenai urusan penundaan, urusan perpanjangan, enggak," ujarnya.
Sayangnya, Jokowi tak menyebut secara khusus, larangan untuk manuver pimpinan desa. Atau mungkin, maksud kata-kata "Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan lagi mengenai urusan penundaan, urusan perpanjangan, enggak," Itu juga diarahkan kepada pemimpin desa?
Tak malu?
Sejatinya, bila isu perpanjangan masa jabatan Presiden dihembuskan oleh partai politik koalisinya, para menterinya, dan juga para pendukungnya, berbagai pihak di Republik ini tentu tak kaget. Memang itu bagian dari orkestra politik mereka yang sudah kadung dicap berselebung oligarki, dinasti, dan kepentingan-kepentingan karena sudah terjerat kontrak dengan para cukong (pemodal).
Tapi, ketika tiba-tiba ada yang ikut cari muka dalam hal wacana penundaan Pemilu dan perpanjang periode Presiden, dan yang cari muka itu adalah pemimpin desa yang mengaku atas nama seluruh Indonesia, ini sungguh menggelikan.
Bahkan lebih menggelikan saat pemimpin desa ikutan cari muka dengan alasan balas budi karena dasarnya persoalan gaji. Karena perwakilan pemimpin desa menyebut hanya Jokowi yang memperhatikan mereka.
Sungguh orang yang mengaku pemimpin desa ini tak malu. Sudah cari muka dan polos mengatakan balas budi karena masalah gaji dll (harta), tak sadar mereka itu seharusnya menjadi panutan masyarakat desa yang dipimpinnya. Bagaiamana bila pemimpin desanya seperti itu, dan ternyata mata duitan dan harta?