Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mudahnya Menjernihkan Masalah, tetapi yang Dominan Memperkeruh?

17 Maret 2022   10:08 Diperbarui: 17 Maret 2022   10:58 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Mengapa dunia maya dan dunia nyata di +62 baik melalui media sosial (medsos), media massa online dan cetak, serta media televisi, penuh dengan berita dan kasus-kasus yang menambah keruh suasana? 

Satu masalah tercipta atau dicipta, terus digoreng dan belum berujung solusinya hingga budaya saling hujat dan saling lapor mentradisi, muncul masalah baru, entah tak sengaja tercipta, atau memang bagian dari rencana atau skenario yang terkait dengan masalah-masalah sebelumnya, terus bertaburan dan menggelora.

Sungguh, demi tujuan tertentu, partai/kelompok/golongan/para elite/buzzer/media massa/orang-orang dan lain sebagainya, sangat tega dan menghalalkan segala cara demi kepentingannya.

Dalam artikel ini, tak perlu lagi saya bahas hal apa yang kini terus terjadi di Indonesia. Namun, sangat penting dipahami, bahwa Indonesia kini lebih dipenuhi masalah yang dicipta oleh mereka yang hanya mengejar ambisi jabatan, kekuasaan, dan harta kekayaan lewat jalan pintas, sebab korupsi di jalur biasa sudah mudah terendus. Karenanya terus berinovasi, berkreasi via jalur lain, yang aman dari jerat KPK.

Lihatlah apa yang terus dilakukan oleh para partai oposisi pemerintah. Bikin kisah Pemilu ditunda, jabatan Presiden ditambah periodemya? Bahkan, bikin pertemuan dengan Komisioner KPU-Bawaslu. Apa maksudnya?

Lihatlah apa yang terus dilakukan oleh parlemen dan pemerintah yang satu badan dan pikiran. Lalu, apa akibatnya bagi rakyat jelata yang sudah menderita dan tambah terus menderita sebab peraturan dan UU yang tak memihak rakyat, tetapi selalu mengatasnamakan rakyat.

Lihatlah, beberapa kementerian yang terus bikin masalah dan keruh suasana berbangsa dan bernegara. Masalah sensitif terus dimunculkan, bukan diredakan malah saling unjuk kekuatan seperti bangsa Hutan Rimba.

Melengkapi kisruh tak berujung para buzzer di dunia maya, seolah berbaju Cebong, Kampret, atau Kadrun. Luar biasa, skenarionya.

Kini masalah label halal pun jadi komoditi masalah baru. Padahal masalah minyak goreng saja belum kelar-kelar.

Sebelumnya siapa yang mereguk untung dari pandemi corona? Rakyat terus diperas dengan berbagai aturan yang ujungnya wajib test PCR atau Swab Antigen. Mulai dari harga selangit, tatkala rakyat tahu harganya adalah permainan bisnis, maka Presiden memerintahkan harga turun. Lucu, rakyat tahu berapa modal dasar harga alat-alat itu. Siapa yang mereguk untung dari Corona?

Lihatlah, Kemah Presiden di Totik Nol calon IKN Baru, juga menjadi polemik karena klenik. Padahal, masalah IKN Baru pun belum kelar, karena UU yang dicipta dianggap persekongkolan dan hanya demi tujuan dan kepentingan para pemodal alias cukong.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun