Mengapa tetap bisa tersenyum di saat yang lain dibikin menderita? Ya, namanya juga dongeng.
Dahulu kala, ada kisah di negeri dongeng. Ada pemimpin yang menempatkan dirinya seolah Raja. Padahal aslinya dari rakyat jelata.
Tabiatnya, bikin rakyat jelata terus susah. Mungkin, hatinya memang terbuat dari batu. Matanya pun sepertinya tak melihat.
Saat manusia-manusia jelata lainnya,
terus menderita didera ketidakadilan dan
ketidakberperkemanusiaan berkepanjangan yang katanya
sudah merdeka.
Nyatanya, kemerdekaan itu terus sekadar mimpi. Sebab, yang merdeka dan terus menjajah, justru sesama manusia yang asalnya jelata, tetapi menganggap dirinya Raja.
Lalu, mengambil kesempatan dengan caranya, mengubah dirinya dengan berbagai muslihat hingga seolah dapat amanah memimpin, meski bukan keturunan Raja.
Di masa kepemimpinnya, semua dihalalkan dengan berbagai dalih. Apa pun maunya harus terwujud.
Siapa melawan maka ada pasukan pertahanan di dunia maya. Ada pasukan pengaman dan pengadil di dunia nyata, bila si jelata berani menentang.
Untuk mempertahankan kekuasaan, semua alat dikoordinir. Raja pun memaksa bikin monumen untuk catatan sejarahnya, di tengah kesusahan rakyat jelata.
Bila sebelumnya, demi mempertahankan jajahannya, rakyat jelata selalu dijadikan atas nama dan kambing hitam.
Raja pun dengan terang-terangan memalak rakyat jelata untuk memenuhi kebutuhannya, dengan aturan paksa pula.