Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Takut Kehilangan yang Bukan Milik?

15 Agustus 2021   12:07 Diperbarui: 15 Agustus 2021   12:44 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Sorotan rakyat, baik sebelum maupun kini dalam situasi pandemi, ternyata tak pernah lepas dari berbagai masalah yang terus dibuat oleh pemerintah dan parlemen, yang tentu saja aktornya para politisi.

Masyarakat juga dapat membaca dan menebak sutradara di belakang mereka siapa, untuk kepentingan apa, bagaimana intriknya, kapan waktunya, di mana tempatnya, dan siapa yang membawakannya.

Sekitar 7 tahun ini

Sehingga, praktis dari sekitar tujuh tahun lalu hingga sekarang, negeri ini terus diterpa masalah dan sengkarut tak berujung. Herannya, meski masalah-masalah dan sengkarut dibuat oleh mereka, namun bila rakyat memberi masukan, mengkritik, sampai melakukan demonstrasi, mereka tidak bergeming dan tetap asyik masuk menjalankan skenario dan penyutradaraannya sesuai ambisi dan program mereka.

Sampai-sampai, sering saya jumpai di berbagai media massa maupun media sosial, ada rakyat yang membela mereka dengan kalimat yang tak asing yaitu sepertinya tidak ada yang benar yang dilakukan oleh mereka. Selalu saja salah.

Pada suatu kesempatan, sempat saya jumpai ada rakyat yang membela luar biasa kepada junjungannya, dan kurang lebih mengucapkan kalimat yang sama demi membela mereka. Padahal, pokok bahasannya saat itu jelas hanya dalam satu topik/tema, yang membikin berbagai pihak dan rakyat kecewa, marah, sedih dan ungkapan sejenisnya, atas kebijakan dan peraturan yang dibikin oleh pemimpin yang diberi amanah oleh rakyat.

Tetapi, pemuja abadi tetap saja ngeyel dan mencampuradukkan dengan masalah lain, yang juga menjadi masalah bagi rakyat.

Sampai-sampai saya bilang, bila mata hati sudah dibutakan, maka misalnya melihat warna hitam pun akan disebut putih. Padahal dalam kesempatan itu, sampai dijelas-jelaskan bahwa, sejak pemimpin Indonesia pertama siapa, sampai sebelum pemimpin Indonesia sekarang siapa, berbagai pihak dan rakyat juga sudah memberi kritik sampai demonstrasi kepada pemimpin negeri karena kebijakan dan aturannya bikin rakyat menderita.

Terlebih sejak kran reformasi di buka. Berbagai pihak dan rakyat pun memaknai momentum tersebut dengan menjadi pendamping pemimpin dengan kritik dan sarannya agar tak salah arah dan salah jalan.

Namun, sejak tujuh tahun lalu hingga sekarang, secara statistik dan matematis, nyatanya masalah dan sengkarut di negeri ini bisa dibilang unggul telak dari periode kepemimpinan sebelumnya dan tak pernah tuntas dan tak berujung dalam  persoalan sengkarut yang mereka bikin.

Keserakahan, kekuasaan, takut kehilangan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun