Untuk berhasil, kesulitan adalah kesempatan. (Supartono JW.26042021)
Pandemi corona yang terus merajalela, hingga membikin efek domino masalah di berbagai bidang, terutama kesehatan dan ekonomi, maka sangat berdampak pada mental masyarakat.Â
Sebab pandemi, lalu lahir berbagai kebijakan dari pemerintah, imbasnya dalam dua tahun ini, nampak jelas masyarakat yang tak mampu mengendalikan diri, banyak yang putus asa, hilang semangat, tak optimis dan tak termotivasi, sebab upaya perekonomiannya terimbas protokol corona.
Namun, bagi masyarakat yang mampu mengendalikan diri, maka akan mampu bertahan dan survive di kondisi pandemi ini.Â
Orang-orang yang tak mampu mengendalikan diri atau mampu mengendalikan diri, itu semua tergantung dari kondisi intelektual, sosial, emosional, analisis, kreatif-imajinatif, iman (ISEAKI) berkembang atau tinggi, tentu akan dapat mampu beradaptasi hingga  mudah meraih harapan dan bertahan di situasi sulit, terutama karena dilandasi oleh sikap dan keyakinan, serta optimisme sehingga terus berjuang dan pantang menyerah meraih impian. Menjadikan kegagalan sebagai keberhasilan yang tertunda, sehingga terus memiliki motivasi untuk bangkit hingga berhasil.
Contoh pejabat pemerintah
Sayang, saat masyarakat pada umumnya kini sedang bergelut dalam kesulitan di tengah pandemi dan berjuang untuk meraih kehidupan layak melalui jalur normal, ternyata di negeri ini pun disuguhkan drama-drama orang-orang yang diberikan jabatan dan kedudukan tanpa harus berjuang dan bersusah payah dalam situasi pandemi.
Sebagai contoh, mengapa dalam pemerintahan RI selalu ada kisah reshuffle kabinet? Satu di antara jawabannya adalah karena para menteri yang duduk di kabinet pemerintahan banyak yang tidak berasal dari personal yang kompeten, profesional di bidangnya dan duduk sebagai menteri tanpa melalui proses test kelaikan memegang jabatan.
Buntutnya, bagaimana tanggungjawab jabatan dan tugas dapat diemban, untuk dirinya sendiri saja tetap banyak menuai masalah hingga tak mampu amanah dengan jabatan dan tugasnya, lebih parahnya tradisi korupsi oleh mereka terus diulang seperti sudah menjadi program.
Budaya bagi-bagi kursi dan jabatan di pemerintahan RI sulit dihindari, sebab siapa pun yang terpilih menjadi pemimpin negeri tak mungkin terhindar dari kontrak antar partai pendukung dan cukong yang menjadi pemodal, sehingga tak dapat menghidar dari kewajiban bagi-bagi kursi jabatan sesuai kontrak.Â
Akibatnya, siapa pun yang akhirnya dipilih masuk dalam kabinet, seolah mereka menerima jabatan gratis tanpa perlu melalui tahap proses test kelaikan jabatan yang diemban.