Melihat wujud papan-papan karangan bunga baik untuk Ahok maupun Pangdam Jaya, bukanlah papan-papan karangan bunga yang harganya murah dan dapat mudah terjangkau oleh "rakyat biasa" untuk membelinya. Pasalnya, dalam kondisi sulit seperti sekarang ini, bagi rakyat Indonesia pada umumnya untuk membeli beras saja susah.
Karenanya, logikanya papan-papan karangan bunga itu memang disiapkan oleh masyarakat/pengusaha/pemodal yang uangnya tetap tak berseri meski sedang zaman sulit. Ujungnya jelas, karangan bunga yang diksinya mendukung, tetap saja dimainkan oleh pihak-pihak yang memang memiliki "kepentingan".
Rakyat Indonesia sudah banyak yang cerdas, sudah tahu arah dan permainan kepentingan, sehingga peristiwa menyoal karangan bunga yang kembali terjadi di tengah situasi politik Indonesia yang terus bersengkarut ini, menjadi sesuatu yang sudah tak populer, bahkan membikin perasaan rakyat biasa yang berakal sehat menjadi jengah (malu).
Yang pasti, karena sejak Indonesia merdeka, kini sudah banyak lahir masyarakat akademisi, ahli, praktisi, politisi, pengamat, dan lainnya, maka sebaik apa pun sebuah skenario yang didasari oleh "kepentingan", pasti sangat mudah terbaca dan dibaca.
Kitah karangan bunga
Berbagai sengkarut yang terus menggerus Republik ini, memang pada ujungnya akan selalu dicari kambing hitam dari akar sebuah masalah. Bahkan teraktual, media sosial juga sedang dijadikan kambing hitam atas berbagai peristiwa yang mengkoyak perasaan dan pikiran rakyat negeri ini.
Setali tiga uang, tanpa disadari, kini juga sedang ada "pihak" yang membuat citra karangan bunga menjadi negatif. Karangan bunga sudah dieksploitasi sebagai alat propaganda/provokasi yang tentu saja ditujukan untuk menggeser psikologis, pikiran, dan hati rakyat menjadi terus terbelah.
Harus diingat, bahwa bunga adalah simbol keindahan serta dijadikan sebagai media untuk menyampaikan perasaan kepada seseorang. Ketika pada akhirnya bunga dirangkai menjadi karangan bunga dan diberikan kepada pihak lain sebagai ucapan, maka peristiwa yang terjadi seharusnya pesan ucapan melalui bunga atau karangan bunga itu terhenti pada si pemberi dan si penerima, tidak melibatkan pihak lain apalagi malah untuk mencari perhatian atau pamer kepada pihak lain atau karena kepentingan.
Bagaimana dengan papan-papan karangan bunga saat dulu dikirim untuk Ahok dan kali ini untuk Pangdam Jaya? Masyarakat tentu dapat menilainya untuk kepentingan apa, terlebih bagi rakyat biasa tentu akan berpikir puluhan kali demi sekadar membeli karangan bunga yang harganya mahal. Jadi, karangan bunga itu dari rakyat yang mana?
Yang kini sudah lazim, sesama pengusaha dan koleganya, sudah terbudaya saling mengirim karangan bunga demi jalinan bisnis saat pengusaha yang satu meresmikan gedung atau tempat usaha. Dan, itu istilahnya tidak gratisan, karena ada nilai-nilai bisnis di dalamnya.
Dengan begitu, khusus di Indonesia, model karangan bunga untuk Ahok dan Pangdam Jaya apakah ada nilai bisnisnya? Atau nilai lain?