Seharusnya STy buka catatan dan lembaran sejarah pelatih lokal Indonesia yang tak  bergeming dan tak tergoda untuk menggunakan jasa pemain keturunan, tapi tetap dapat berkarakter dan meraih prestasi meski baru sebatas Asia Tenggara maupun Asia.
Lihat pula, beberapa negara Asia Tenggara yang doyan menggunakan pemain keturunan atau naturalisasi demi meraih prestasi. Meski, benar ada yang akhirnya meraih prestasi, tetap saja sejarah mencatat bahwa prestasi itu saat timnas negara mereka diperkuat pemain asing. Tetap tak ada gengsi dan harga diri.
Lihat, negara-negara Juara Piala Asia, Eropa, Afrika, America Latin, hingga dunia, mereka dapat meraih juara karena skuatnya asli warga negaranya yang memang sejak usia dini telah dibina sepak bolanya oleh federasinya dengan benar.
Coba tanya pada rakyat Indonesia pada umumnya, bila Timnas U-19/20 asuhan STy dapat berprestasi di Piala Asia maupun Piala Dunia, namun skuatnya banyak diisi pemain keturunan, apakah publik sepak bola nasional akan tetap bangga?
Sejatinya, publik berharap STy dapat membentuk Timnas Indonesia U-19, U-20, dan Senior yang handal, bukan karena skuatnya dihiasi oleh pemain asing atau naturalisasi, tapi karena STy dapat membangun dan membentuk Timnas Indonesia dan berprestasi karena kekuatan asli, SDM asli Indonesia yang sudah dibina sejak akar rumput di Indonesia.
Seharusnya, Piala Dunia U-20, menjadi ajang tampil putra asli Indonesia di negerinya sendiri yang untuk pertama kali jadi tuan rumah Piala Dunia. Bila tak berprestasi pun, asal Timnas dipersiapkan matang, tentu tak akan menjadi pecundang dan lumbung gol dari lawan. Dapat mengimbangi lawan-lawan kelas dunia saja sudah sangat membanggakan karena sadar diri sebagai negara ranking berapa di FIFA.
Jadi, apa yang kini sedang dilakukan STy, mengapa pemain keturunan menjadi prioritas? Apakah karena STy sudah dapat mengukur bahwa, meski di TC berapa pun lamanya, dengan kekuatan yang ada, kualitas pemain yang ada sudah terukur dan terbatas? Bila pun ada pemain lokal baru yang ditawarkan pun juga sudah terukur.
Jebolan Garuda Select ke mana?
Lebih dari itu, meski PSSI memiliki Program Garuda Select yang kini sudah masuk jilid 3, ternyata jebolan Garuda Select jilid 1 dan jilid 2 pun tak begitu moncer menghasilkan pemain berkualitas. Terbukti, jebolan Garuda Select pun hanya pemain yang sudah dibentuk oleh Fakhri Husaini yang menarik hati STy.
Dengan demikian, PSSI harus instrospeksi, walaupun Dennis Wise menyebut banyak talenta pesepak bola muda Indonesia, ternyata jebolan Garuda Select 1 dan 2 masih banyak yang dipertanyakan.
Wajar saja Dennis mengungkap demikian, sebab Dennis dan tim hanya bertugas dan dibayar hanya untuk membina, bukan membentuk timnas dan meraih prestasi. Beda dengan STy yang dituntut meraih prestasi timnas.