Video kekerasan remaja yang menghebohkan. Video kekerasan yang dilakukan remaja perempuan itu, tentu menyisakan satu keprihatinan. Sekelompok anak perempuan, bermotor yang menghajar satu orang teman mereka. Nampaknya aksi kekerasan tersebut sudah dipersiapkan. Yakni, di tempat sepi, membawa gunting dan “sebuah pengadilan kecil” , serta sistem interogasi layaknya film film Hollywood. Cukup menggelisahkan. Menyaksikan pengadilan kecil ala remaja itu. Pelakunya remaja. Korbannya : seorang remaja. Namun, gaya penyiksaannya justru bergaya dewasa. Ibarat sebuah gaya menyiksa, penuh terror. Menyiksanya cukup cerdas. Jangan meninggalkan bekas, bukti, yang bisa menjadi boomerang penganiayaan. Namun cukup dengan penyiksaan yang membawa terror. Akhirnya, pakaian korban digunting melintang. Gutingan menyayat, yang akhirnya menyebabkan pakaian si korban tak bisa digunakan secara layak. Tentu, rasa malu yang ingin disisakan kepada korban. Rasa malu sosial, ketika si korban mengenakan pakaian tak layak. Bisa jadi, ini terror kekerasan yang ingin disisakan kepada korban. Sungguh, menonton video itu, saya kaget dan takjub. Tatanan sosial selalu berada dalam grafik, naik-turunnya. Demikian ungkap filmsuf Francis Fukuyama. Kekerasan, menjadi salah satu indikator dari betapa dinamisnya tatanan sosial itu. Menarik, mengamati gaya menyiksa ala remaja perempuan itu. Ada wajah wajah antagonis seperti dalam film film. Ada yang berperan kasar, diam namun sadis juga ada yang mencoba untuk menetralisir. Penyiksaan ( yang mungkin ) terilhami oleh adegan adegan film Hollywood, bisa jadi. Atau film Hongkong yang begitu sadis. Ataukah gaya Bollywood, yang menari dulu sebelum menyiksa. Yang pasti, gaya menyiksa anak remaja perempuan itu sederhana namun menyakitkan. Menyakitkan bagi korban dan siapapun yang menontonnya. Lalu siapakah yang harus dipersalahkan ? Sistem pendidikan ? Tatanan sosial yang mulai guncang ? Ataupun segenap referensi kekerasan yang sudah mereka download, menjadi kamus besar dalam otak ? Kekerasan, akan tetap ada. Lantas : don’t try this at home !! Begitu satu kampanye untuk mereduksi kekerasan. Memang harus diawali dari rumah. Dari ruang hangat keluarga, mencoba menisbikan kekerasan. Baik itu fisik, ataupun ucapan. Barangkali !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H