Angin optimisme berhembus kencang di arena pameran wisata "ASTINDO Travel Fair 2022" yang baru saja digelar pada tanggal 1- 4 September 2022 lalu di PIK Avenue, Jakarta Utara.Â
Betapa tidak, antrian kendaraan pengunjung telah mengular sejak sebelum memasuki area shopping mall terkenal di kawasan itu. Dan di arena pameran sendiri, deretan biro perjalanan wisata yang dipadati pengunjung begitu jelas menyiratkan animo calon wisatawan untuk kembali ke destinasi dunia!
Pemulihan pariwisata atau 'Tourism Recovery' sejatinya sudah diprediksi sejak awal musim semi lalu. Dikutip dari "UNWTO World Tourism Barometer", misalnya, industri pariwisata global mencatat peningkatan sebesar 182% di sepanjang Januari - Maret 2022 dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Di kuarter pertama atau Q1 (first quarter), destinasi wisata dunia sudah menyambut sekitar 117 juta kedatangan wisatawan internasional. Bandingkan dengan hanya 41 juta di Q1 2021. Apalagi dari angka itu, sekitar 47 juta di antaranya tercatat di bulan Maret 2022.
Suatu sinyal kuat bahwa musim semi yang diawali di bulan April hingga puncak liburan di musim panas bakal diramaikan dengan kembalinya wisatawan dunia. Dan seperti diduga, jutaan wisatawan yang telah lama tidak bepergian pun terlihat di mana-mana. Dari bandara-bandara yang sempat sepi hingga berbagai destinasi wisata yang kembali dibuka.Â
Kebangkitan pariwisata di Eropa bahkan ditandai dengan kehebohan di beberapa bandara terkenal, yakni di Schipol-Amsterdam dan Heathrow-London. Foto dan video membludaknya calon penumpang di kedua bandara itu bertebaran di banyak media. Alhasil, baik bandara Schipol maupun Heathrow sampai membatasi jumlah penumpang per hari yang terbang melalui bandara masing-masing.
Fenomena itu tidak hanya terjadi di Eropa. Di Amerika Serikat (AS), industri pariwisata pun terus menggeliat. Terlebih lagi perilaku konsumen di Amerika yang cenderung sangat suka bepergian kian melambungkan asa pelaku pariwisata di negeri Paman Sam itu.
Seperti dikutip dari Bloomberg, 22 Mei 2022, warga AS disebut-sebut lebih suka membelanjakan tabungannya demi menikmati suatu pengalaman perjalanan (travel experience) daripada membeli berbagai barang kebutuhan lainnya.Â
Dan angka-angka berikut kian memastikan hal itu. Lihat saja, data perjalanan jarak jauh (long-haul trips). Jika awalnya masih 75% di bawah tahun 2019. Namun, pada akhir April lalu, sudah pulih dan hanya 7% di bawah tahun 2019 yang kerap disebut sebagai 'pre-pandemic level'.