Kereta cepat Maglev dari bandara Pudong Internasional ke Longyang Road Station melaju dengan kecepatan fantastis. Dengan kecepatan sekitar 400 km/ jam, jarak sejauh 30 km itu dilahap tidak lebih dari 8 menit. Dan boleh jadi inilah cara Shanghai menyambut semua wisatawan yang mengunjungi kotanya. Seakan memamerkan kemajuan kota metropolitan terbesar di China ini.
Shanghai telah lama diakui sebagai salah satu kota terkemuka di China. Perkembangan kota berpenduduk 26 juta ini sungguh menakjubkan. Apalagi sejak kawasan Pudong yang berada di sebelah timur Sungai Huangpu ditetapkan sebagai Special Economic Zone (SEZ).
Namun, daya tarik Shanghai bukan hanya soal laju modernisasi di kota ini. Shanghai juga menyimpan banyak pesona lain yang membuatnya begitu berbeda dibandingkan banyak kota besar lain di China. Lihat saja kawasan di sepanjang The Bund yang masih bisa membanggakan keindahan arsitektur yang dibangun di era pendudukan negara Barat.
Perpaduan inilah yang membuat Shanghai pun kerap disebut sebuah kota dengan dua wajah. Bukan hanya dari gaya arsitektur yang berkembang pesat di kota ini. Namun, juga perpaduan budaya yang melahirkan sebuah budaya khas Shanghai yang disebut 'Hai Pai Culture'. Suatu budaya ala "East Meets West".
Semua perubahan kota ini tidak terlepas dari sejarahnya yang sangat berliku. Kota ini sejatinya telah didiami sejak era Kerajaan Wu atau kira-kira tahun 771 - 476 SM. Kerajaan Wu atau dikenal sebagai Eastern Wu adalah salah satu dari tiga kerajaan di periode "Three Kingdoms".
Namun, nama Shanghai baru mencuat ke peta internasional pada abad ke-19 ketika bangsa Eropa mulai mencium potensi besar yang dimilikinya. Letak geografis Shanghai memang sangat strategis.
Terletak di muara Sungai Yangtze yang mengalir dari utara kota ini, Shanghai juga diapit Teluk Hangzhou di bagian selatan dan Laut China Timur di sisi timurnya. Sedangkan Sungai Huangpu meliuk di tengah kota dan membagi Shanghai menjadi dua wilayah, yakni Puxi atau wilayah lama Shanghai dan Pudong. Dengan lokasi yang begitu strategis, kota ini pun menjadi incaran Inggris yang berambisi menguasai jalur perdagangan di kawasan ini.
Alhasil, setelah Perang Candu (1839-1842), Inggris berhasil menduduki Shanghai dan menjadikannya sebagai sebuah kota pelabuhan dagang terbuka. Tidak itu saja, Inggris juga memaksa China membuka bebas beberapa kota pelabuhan lautnya. Inggris tentu saja mendapat hak istimewa di Shanghai. Dan setelah Inggris, Amerika Serikat dan Prancis pun ikut mendapatkan wilayah konsesi di kota ini.
Sejak itu pula wajah Shanghai pun berubah. Kota ini menjadi kota perdagangan yang berkembang pesat di Asia Timur. Sedangkan kawasan The Bund, yang merupakan wilayah konsesi Inggris dan AS itu, dibangun mirip dengan sebuah kota di negara barat. Setidaknya terdapat 52 bangunan yang dibangun dengan gaya arsitektur berbeda di sepanjang Zhongshan East Road yang terkenal itu.