Jika Istanbul memiliki Masjid Biru yang kondang. Jakarta ada Masjid Istiqlal yang megah. Maka Aceh mempunyai sebuah masjid yang sama terkenalnya dengan kedua masjid ternama tersebut. Dan tidak hanya terkenal, masjid bergaya arsitektur Mughal yang menawan ini juga kokoh berdiri sejak tahun 1881. Bahkan ketika tsunami melanda Tanah Rencong, masjid ini tetap tidak tergoyahkan. Inilah Masjid Raya Baiturrahman, sang ikon kota Banda Aceh.
Masjid Raya Baiturrahman memang sangat tersohor di antara ribuan masjid yang ada di tanah air. Meskipun tidak berstatus sebagai masjid terbesar di Indonesia yang saat ini digenggam oleh Masjid Istiqlal Jakarta. Dan juga bukan sebagai masjid tertua di tanah air yang dipegang oleh Masjid Agung Demak yang berdiri sejak tahun 1479. Namun, Masjid Baiturrahman memiliki banyak kisah bersejarah serta pesona tersendiri.
Sejak lama, Masjid Raya Baiturrahman telah membuat banyak pengunjung ke kota Banda Aceh terpukau oleh keindahan arsitekturnya yang menakjubkan. Foto-foto masjid ini selalu menghiasi banyak publikasi tentang masjid di Indonesia. Dan siapapun setuju ketika sebuah situs perjalanan ternama asal Inggris, "The Culture Trip", menobatkannya sebagai "The Most Beautiful Mosque in Indonesia". Tidak itu saja, sebuah situs lain juga menyematkan status sebagai salah satu dari Tujuh Masjid Terindah di Asia.
Sejarah Masjid Raya Baiturrahman juga sangat berliku. Masjid indah yang terletak di jantung kota Banda Aceh ini sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejarah masyarakat Aceh itu sendiri. Mulai dari zaman Sultan Iskandar Muda hingga era terkini, ketika masjid inipun sudah menjadi simbol nasionalisme rakyat Aceh.
Akan tetapi, masjid tersebut terbakar pada saat agresi tentara Belanda pada 10 April 1873. Masjid yang saat itu dijadikan basis pertahanan rakyat Aceh diserang Belanda. Dan akibat penembakan suar ke atap masjid yang terbuat dari jerami, masjid pun terbakar habis. Rakyat Aceh pun marah. Jendral Jan Van Swieten lalu berjanji untuk membangun kembali masjid itu sebagai tanda permintaan maaf.
Masjid ini akhirnya diselesaikan pada 27 Desember 1881 di masa Muhammad Daud Syah II, Sultan Terakhir Aceh (1875-1903). Pada awalnya, banyak masyarakat Aceh menolak beribadah di masjid Baiturrahman. Maklum saja, masjid ini dibangun oleh Belanda, yang sebelumnya merupakan musuh yang diperanginya.
Desain masjid aslinya dibuat oleh Gerrit Bruins, seorang arsitek asal Belanda. Desain itu selanjutnya diadaptasi oleh L.P. Luijks, yang sekaligus mengawasi pekerjaan konstruksi yang dilakukan oleh kontraktor Lie A Sie. Menariknya, gaya arsitektur yang dipilih sangat berbeda dengan banyak masjid lain yang ada saat itu di wilayah Kesultanan Aceh maupun wilayah lain di nusantara.
Baca juga: "Pesona Arsitektur Islam"
Pada awalnya, Masjid Raya Baiturrahman hanya memiliki satu kubah dan satu menara. Namun, kubah-kubah baru terus ditambahkan pada tahun 1935, 1958 dan 1982. Kini masjid di pusat kota Aceh ini layak membanggakan tujuh kubahnya yang menawan serta delapan minaretnya yang keren.
Salah satu catatan penting dalam perjalanan sejarah Masjid Raya Baiturrahman terjadi ketika Aceh dilanda gempa dan tsunami pada 26 desember 2004 silam. Masjid ini ajaibnya hanya mengalami sedikit kerusakan pada beberapa dinding. Begitu juga salah satu menara setinggi 35 meter yang hanya sedikit retak dan miring. Selebihnya, Masjid Baiturrahman tetap berdiri kokoh.
Sementara itu, di kalangan pelaku pariwisata dan wisatawan, Masjid Raya Baiturrahman pun telah mencuat sebagai salah satu destinasi wisata nomor satu di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, baik wisata religi maupun wisata arsitektur.
Lihat saja bagaimana "Lonely Planet", sebuah penerbit buku perjalanan wisata ternama menyanjungnya: "With its brilliant-white walls, ebony-black domes and towering minaret, this 19th-century mosque is a dazzling sight". (Dengan dinding putih cemerlang, kubah hitam pekat, dan menara yang menjulang tinggi, masjid abad ke-19 ini merupakan pemandangan yang memesona).
***
Kelapa Gading, 28 April 2021
Oleh: Tonny Syiariel
Catatan: Foto-foto yg digunakan adalah koleksi pribadi, kecuali 1 foto lukisan Aceh abad ke-18.