Sudah tentu tidak mudah melakukan edukasi pelanggan seperti ini. Bagi sebagian orang, toh makanan yang tidak disantap pun sudah termasuk dalam komponen harga tiket. Karena itulah, selain menghimbau penumpang untuk memilih "No Meal" sebelum berangkat (jika memang tidak berencana makan), JAL juga mengumumkan di laman situsnya bahwa maskapai tersebut ikut mempromosikan pengurangan limbah makanan sisa.
"Before departure, visit JAL website and select 'No Meal'. Please use this service if you would like to take a good rest on the plane or if you would like to help us reduce food waste. JAL is also promoting the reduction of food waste."
Tujuannya jelas, untuk menggugah kesadaran calon penumpang untuk ikut mengurangi limbah makanan sisa. Dan tentunya sekaligus bisa merencanakan pasok makanan sesuai kebutuhan saja. Dengan informasi yang lebih lengkap, termasuk yang tidak akan makan, pihak catering JAL pun akan lebih mudah mengatur penyediaan makanan selama penerbangan secara lebih akurat.Â
 Apakah promosi semacam ini salah? Tidak juga. Bagaimanapun, maskapai dunia sudah saatnya mulai memikirkan mengurangi limbah makanan sisa dari setiap penerbangan. Sebagian masalah ini bisa diatasi, andaikata penumpang mau memberitahukan lebih awal ke maskapai penerbangan.
Bayangkan saja, dari setiap penerbangan, hanya sebagian stok makanan yang telah disiapkan bisa dikumpulkan dan disalurkan kembali ke sistem supply chain masing-masing maskapai. Di antaranya, gula sachet, snacks (keripik kentang, biskuit, dan lain-lain), minuman alkohol dan minuman ringan yang belum dibuka.
Inipun bukan hal yang mudah. Memisahkan makanan sisa yang masih bisa digunakan dan yang harus dibuang membutuhkan proses tenaga kerja lagi. Dan mungkin saja, yang dibuang pun tetap akan lebih banyak.
Kini JAL memberikan kesempatan ke calon penumpang nya untuk memilih "Pilihan Etis". Boleh jadi, dampak awal tidak terlalu signifikan. Namun, bukankah setiap langkah besar selalu diawali oleh satu langkah kecil.
Kelapa Gading, 18 Desember 2020