'The City that Never Sleeps', begitulah salah satu julukan kota New York, AS. Dan sejak beberapa hari terakhir ini, New York City (NYC), sama dengan banyak kota lainnya di seantero Amerika Serikat, benar-benar semakin tidak bisa tidur.
Pasca terbunuhnya George Floyd membuat Amerika Serikat bergejolak, ibarat gelombang panjang dari Minneapolis di negara bagian Minnesota ke Pesisir Barat dan juga ke Pantai Timur negara adidaya ini.
Gelombang panjang itu bahkan menderu masuk ke kota terbesar di Amerika Serikat, New York City. Demonstrasi pun meluas di mana-mana. Namun, sedihnya demonstrasi damai untuk menuntut 'Justice for George' itu dimanfaatkan sekelompok orang untuk melakukan berbagai tindakan vandalisme hingga penjarahan. Jam malam yang diberlakukan sejak Senin lalu masih belum mampu mencegah usaha penjarahan. Butik-butik di sepanjang Fifth Avenue, Madison Avenue, Times Square, dan lain-lain, yang sebagian telah dijarah, kini dijaga ketat. Sepotong berita juga mengungkapkan Macy's flagship store di Herald Square, salah satu tempat shopping ikonik, juga hendak dijarah.Â
Kematian George Floyd ditangisi, tapi NYC dan kota-kota lainnya juga berduka melihat perilaku sebagian warganya. Berita demonstrasi berujung penjarahan di negara demokrasi terbesar di dunia inipun sejenak menenggelamkan berita covid-19.
Sejarah kota New York berawal dari didirikannya sebuah pos dagang komersial oleh Belanda tahun 1624, yang kemudian dinamai New Amsterdam hingga 1664, ketika koloni ini beralih ke tangan Inggris. Pada periode inilah terselip sepotong sejarah yang menghubungkan Pulau Manhattan di New York City dengan Pulau Run di Maluku, Indonesia.
Tahun 1667 Perjanjian Breda diteken untuk mengakhiri Perang Inggris-Belanda Kedua. Yang menarik dari perjanjian ini adalah Inggris tetap menguasai Manhattan yang direbutnya dari Belanda tiga tahun sebelumnya. Sedangkan Belanda mendapatkan Pulau Run di Maluku, yang menjadi satu-satunya pos terdepan Inggris di Kepulauan Banda yang sangat kaya rempah-rempah saat itu.
Sejenak saya terperangah, sungguh wow! Pulau Run yang hanya berukuran panjang 3 km dan lebar kurang 1 km bernilai hampir sebanding Manhattan. Kini kita semuanya tahu Manhattan telah menjelma sebagai salah satu kawasan bisnis termahal di dunia. Dan Pulau Run, pulau penghasil pala itu, tidak banyak terdengar lagi di kancah internasional.
Kota megapolitan berpenduduk hampir 20 juta ini terdiri dari lima borough (wilayah), yakni The Bronx, Brooklyn, Manhattan, Queens dan Staten Islands. Kota ini juga dilayani tiga bandara internasional, yakni John F. Kennedy International Airport (JFK) di Queens, La Guardia Airport (LGA) juga di Queens dan Newark International Airport (EWR)Â di Newark, New Jersey.
New York City bukan seperti kota-kota lainnya di Eropa atau di manapun. NYC is NYC! Dia berdiri sendiri dengan karakternya yang kuat. Inilah kota semua bangsa yang dibangun para imigran. "New York City has an extraordinary diverse population", begitulah tulis berbagai literatur.
Dan kenyataannya memang begitu. Sepanjang sejarahnya, NYC adalah kota para imigran -- baik dari Eropa, Afrika dan Asia. Sebanyak 800 bahasa dipertuturkan di New York, sehingga menjadikannya kota dengan bahasa paling beragam di dunia. The truly melting pot!