"Mulutmu harimaumu" atau "lidah lebih tajam dari pedang", Â merupakan dua kalimat pepatah yang lumrah terdengar.
Makna keduanya boleh dibilang sama, yakni bahwa setiap ucapan secara lisan yang keluar dari mulut seseorang terhadap sesamanya terkadang dapat menyakiti dan melukai hatinya.
Itu ucapan lisan secara langsung. Lalu, bagaimana dengan  yang disampaikan secara tertulis?  Adagium yang tepat dan juga tidak asing yakni "jarimu harimaumu".
Ketika berselancar dan berinteraksi di media sosial, ketukan lembut jari jemari di layar gawai atau keyboad komputer membuka banyak peluang setiap postingan pesan atau tulisan dan video rekaman yang diunggah, bahkan dalam hitungan detik saja dapat menghebohkan seisi dunia.
Apalagi jika postingan yang dibagikan bernilai negatif dan mengandung unsur SARA misalnya. Bisa dipastikan akan berpotensi menciptakan konflik dan bahkan peperangan antar individu, Â kelompok, suku, ras, etnis, budaya dan agama.
Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi dan akses internet yang cepat semakin menarik lebih banyak penggunanya.
Hingga kini, akses internet dan media sosial terus melonjak naik, apalagi di masa pandemi ini yang meniscayakan akses internet secara masif demi melancarkan aktifitas pekerjaan kantoran dan proses pembelajaran sekolah atau kuliah "dari rumah saja" bagi semua lapisan masyarakat.
Dilansir dari harian kompas.com, menurut sebuah laporan dari perusahaan media asal Inggris, We Are Social yang bekerja sama dengan Hootsuite, keduanya merilis laporan bertajuk "Digital 2021: The Latest Insights Inti The State of Digital" yang diterbitkan pada 11 Februari 2021.
Laporan tersebut berisi hasil riset mengenai pola pemakaian internet dan media sosial di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, dimana mencatat pada Januari 2021, pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta dengan penetrasi hingga 73,7 persen.
Sedangkan mengenai aktitifas berselancar di media sosial, orang Indonesia rata-rata menghabiskan waktu 3 jam 14 menit sehari untuk mengakses media sosial.