Dalam dunia literasi khususnya tentang budaya membaca, perkembangan teknologi yang semakin pesat menjadi sebuah batu loncatan besar dalam menyajikan bahan-bahan bacaan untuk diakses melalui media elektronik/digital seperti gawai. Tujuan utamanya sudah pasti untuk mempermudah dan mempercepat akses segala jenis bahan bacaan oleh masyarakat. Bahkan kini eksistensi media digital yang baru eksis belakangan ini hampir menggeser eksistensi media cetak yang telah lebih dahulu ada.
Peran teknologi dalam mendukung masyarakat untuk meningkatkan minat baca memang merupakan hal yang sangat positif dan bermanfaat. Namun ada tantangan tersendiri yang dihadapi oleh masyarakat ketika menggunakan media digital sebagai sarana untuk memfasititasi minat bacanya dibanding dengan media cetak.
Hal ini sudah dibahas dalam artikel sebelumnya dengan judul "Tantangan Minat Baca Dalam Dunia Literasi Generasi Milenial".
Saat ini, penyajian bacaan dari media cetak dalam bentuk fisik (hard files) seperti buku, koran, majalah, booklet, brosur dan lainnya, rasa-rasanya harus bersaing dengan media digital yang menyajikan bahan bacaan yang hampir sama jenisnya dengan media cetak namun disajikan pada media digital sehingga diakses dalam bentuk soft files atau bersifat non fisik.
Pada saat ini pun kaum milenial lebih cenderung mengakses bahan bacaan dan membacanya menggunakan gawai dari pada harus membaca dari buku cetak. Bahkan mungkin hanya sebagian kecil yang lebih senang dengan buku.
Hal ini berbeda dengan sebagian besar orang dari generasi sebelumnya yang lebih senang dan lebih terbiasa dengan bahan bacaan dari media cetak. Bahkan ada yang masih mengoleksi buku-buku dan jenis bacaan lainnya dalam perpustakaan pribadinya dari dulu hingga kini.
Tentu ini pilihan masing-masing pribadi untuk memilih mana bentuk media yang paling cocok dan lebih nyaman untuk memfasilitasi minat bacanya. Setiap pribadipun tentu memiliki alasan tersendiri mengapa memilih media yang digunakan.
Bahkan ada pribadi di generasinya yang merasa bahwa media yang digunakannya lebih baik dari yang lain dan menjustifikasi kelemahan terhadap pribadi lain dalam generasinya.
Misalnya sebagian orang pada generasi sebelumnya ada yang mengatakan bahwa generasi saat ini terlalu dimanjakan oleh teknologi, menjadi budak teknologi, mudah dipengaruhi atau terbawa dengan informasi-informasi hoax yang berseliweran di media digital, dan lainnya.
Begitupun sebaliknya, kaum milenial saat ini lebih mengagung-agungkan teknologi dalam perannya menyediakan informasi atau bahan-bahan bacaan untuk diakses dengan lebih mudah, murah dan cepat menggunakan gawai dan menjustifikasi kaum generasi sebelumnya yang tidak terlalu tertarik atau terbiasa dengan mengakses dan membaca bacaan secara digital.
Kaum milenial menganggap mereka terlalu gaptek, jadul, ketinggalan zaman, ketinggalan informasi, kaku, statis dengan perubahan zaman, dan lainnya.