Mohon tunggu...
Tonny Juliantika Priangan
Tonny Juliantika Priangan Mohon Tunggu... Sejarawan - S2 Kajian Sejarah, Universitas Negeri Semarang

Sejarah ialah bahasa kehidupan!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekilas Asal Muasal Bahasa Melayu Menjadi Bahasa Persatuan Indonesia

3 Maret 2022   21:19 Diperbarui: 3 Maret 2022   21:38 1593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanpa bahasa, manusia tidak bisa bercengkerama antar sesamanya dan juga tak bisa memenuhi kebutuhan intelektual dalam kesehariannya. Maka dari itu, dengan banyaknya kosakata baru yang bermunculan di abad 21 ini, penulis ingin merincikan awal mula bahasa yang berkembang serta dipergunakan masyarakat Indonesia hingga saat ini, yakni Bahasa Melayu. Sebagaimana dahulu Bahasa Indonesia terlahir dari buah karya putera bangsa yang berasal dari campuran antara suku Melayu dengan Bugis.

Bahasa Melayu merupakan bahasa pergaulan, perdagangan, serta hiburan bagi masyarakat di zaman kemaharajaan terdahulu. Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang pertama kali memakai Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kerajaan di Nusantara selain Bahasa Sanskerta.

Menurut Drs. H. Abdul Malik dalam buku Bahasa Melayu Tumpah Darah Bahasa Indonesia, awal mulanya Bahasa Melayu berada di Nusantara pada 671 M. Seorang pendeta Buddha dari China bernama Yi Jing berlayar selama kurang lebih dua puluh hari dari Guangzhou ke wilayah pusat pengkajian agama Buddha di Sriwijaya. Pendeta Yi Jing ke Sriwijaya hanya setengah tahun guna mempelajari Bahasa Saptawidya (Sanskerta) sebagai bekal untuk pergi ke India. 

Selama kurang lebih 13 tahun ia belajar agama Buddha lebih mendalam di India. Setelah itu, ia kembali lagi ke Sriwijaya guna menyalin kitab agama suci Buddha dari kurun waktu 686 sampai 689 M. Selama 4 tahun, Yi Jing kian mengenalkan pula bahasa yang dibawa semasa berguru di India. Bahasa Kulkun begitulah penamaan bahasa dari seorang Yi Jing. Kemudian ia kembali ke negerinya, China. Di China, ia mengenalkan Bahasa Kulkun kepada Dinasti Tang. Tak lama kemudian Dinasti Tang menetapkan Bahasa Kulkun sebagai bahasa pengkajian, agama, serta lingkungan, karena Dinasti Tang menganggap Bahasa yang dibawa seorang pendeta tersebut murni budaya Buddha. Setelah tak lama Yi Jing memperkenalkan Bahasa Kulkun di negerinya, ia kembali lagi ke Sriwijaya dan menetap di sana sampai 695 M.

Hingga pada akhirnya Kerajaan Sriwijaya pun juga telah menetapkan Bahasa Kulkun itu sebagai bahasa resmi Sriwijaya beserta daerah taklukannya di Asia Tenggara. Ternyata setelah ditelusuri lebih jauh oleh sejarahwan Bahasa Kulkun dalam catatan Yi Jing merupakan Bahasa Dwipantara (Melayu Kuno).

Berjayanya Kerajaan Sriwijaya pada abad ke 7-11 Masehi yang berhasil menguasai hampir seluruh wilayah Asia Tenggara, telah menyebarkan pengaruh Bahasa Melayu Kuno serta agama Hindu-Buddha yang lebih luas dengan sendirinya. Itulah mengapa Bahasa Melayu disebut Lingua Franca. Meskipun dalam teks kitab agama Hindu-Buddha memakai Bahasa Sanskerta, akan tetapi dalam penyampaian agama memakai Bahasa Melayu.

Setelah runtuhnya Kerajaan Sriwijaya, masyarakat Sriwijaya dahulu secara diam-diam mencari pemukiman dan membangun kerajaan baru di Bintan. Rombongan yang ke Bintan ini dipimpin oleh Sang Sapurba. Awal mula Bintan dikuasai oleh Ratu Iskandar Syah yang diutus untuk menggantikan Asyar Aya menjadi raja oleh Kerajaan Sriwijaya di wilayah Bintan. Namun, pusat pemerintahan mereka terletak di Muara Takus (sekarang berada di Provinsi Riau). Diangkatnya Ratu Iskandar Syah menjadi pengganti sang suami (Asyar Aya) merupakan keinginannya untuk melepaskan pengaruh kerajaan Bintan dari Sriwijaya.

Meskipun di Bintan Ratu Iskandar Syah telah lama membebaskan pengaruh dari Sriwijaya serta membangun kerajaan berkedaulatan sendiri, ia tetap menganggap negeri-negeri pengaruh Sriwijaya sebagai sahabat.

Dalam buku Rida K. Liamsi dengan judul Prasasti Bukit Siguntang dan Balada Politik di Kemaharajaan Melayu, diceritakan rombongan dari Kerajaan Sriwijaya ini akan datang ke wilayah kekuasaan Kerajaan Bintan. Rombongan Sriwijaya ini akhirnya dipersilahkan untuk membangun pemukiman baru, berkat kelihaian diplomasi Sang Sapurba. Alhasil hubungan antar kedua belah pihak ini semakin erat ketika terjadi perkawinan politik antara putera Sang Sapurba, yakni Sang Nila Utama dengan Wan Seri Beni, puteri Ratu Iskandar Syah dari perkawinannya dengan Asyar Aya.

Selang beberapa waktu, Sang Nila Utama diangkat menjadi Raja Bintan oleh mertuanya, Ratu Iskandar Syah. Ia diisyaratkan oleh mertuanya untuk memperluas wilayah Kerajaan Bintan. Akhirnya arak-arakan pun terjadi. Sang Nila Utama beserta istri telah memperluas wilayah kerajaan hingga ke Temasik (Singapura). Di Temasik sekitar 1299 M, ia membangun kembali sebuah kerajaan dan sebuah bandar perdagangan. Dari situlah ia menyebarkan kembali pengaruh Sriwijaya meliputi Bahasa Melayu Kuno, agama, dan budaya. Ketika ia berhasil membangun kekuasaan baru di Temasik, tahta kerajaan Bintan digantikan oleh putera Demang Lebar Daun (sahabat Sang Sapurba) yakni Tun Telani.

Masa Kerajaan Melaka serta Keruntuhannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun