Mohon tunggu...
Toni Thio
Toni Thio Mohon Tunggu... -

Indonesia Jaya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok kok Ngotot, RAPBD 2015 yang ada Siluman Rp 12 Triliun kan sudah tak dipakai!

23 Maret 2015   00:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:16 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Logikanya bila benar di RAPBD 2015 ada rekening siluman Rp 12 Triliun dan Ahok hendak mencegahnya, harusnya Ahok lega dengan tidak dipakainya RAPBD 2015.

Ada kemungkinan tuduhan Ahok adalah fitnah, dan karena DPRD merasa tidak melakukannya, maka DPRD merasa tidak perlu ngotot mempertahankan hasil pembahasan RAPBD 2015, sebaliknya yang terjadi malah Ahok selama dua hari ini (Sabtu dan Minggu) sibuk melobi pihak DPRD  agar RAPBD versi e-Budgetingnya disahkan menjadi Perda, sungguh suatu perjuangan yang ‘sampai titik darah penghabisan’.

Rupanya Ahok sedang memainkan jurus maling teriak maling, dan sejak Jumat malam 20 Maret 2015 DPRD memutuskan menolak membahas RAPBD 2015 maka soal maling Rp 12 Triliun nya sudah tak mungkin diteriaki Ahok lagi, sebagai gantinya Ahok ‘mengancam’ tidak membayar gaji DPRD, kalau sampai Senin besok 23 Maret 2015 DPRD masih tidak mau meneken RAPBD 2015. Sekarang jadi ketara banget siapa yang maling sesungguhnya.

Apalagi sebelumnya Ahok mengatakan telah membuat ‘jebakan batman” buat DPRD, dengan mengangkat anggaran UPS Rp 6 M/unit. Yang namanya jebakan bisa jadi yang memasukkan anggaran UPS tersebut adalah para SKPDnya sendiri, dan lolos saat pembahasan, sehingga terpenuhilah omongan Ahok, bahwa DPRD kena jebak. Padahal kalaupun betul anggaran UPS tersebut diselipkan DPRD, kalau Ahok sungguh ingin menyelamatkan uang rakyat, Ahok bisa minta Mendagri untuk merevisinya. Ataupun kalau masih lolos juga dari Mendagri, Ahok tinggal perintahkan kepada SKPD, jangan direalisasi pembelian UPSnya.

Penyebab kemarahan Ahok jelas bukan soal harga UPS Rp 6 M/unit dan lain-lain yang disebut anggaran siluman Rp 12 Triliun. Kemungkin besar Ahok marah karena proyek tanggul giant sea wall (NCICD) sebesar Rp 1 Triliun dan proyek LRT nya Rp 300 Miliar telah dicoret DPRD. Dengan kembali ke APBD 2014, maka kedua mata anggaran titipan bos ini, menjadi tidak ada.

Sehingga cocoklah kalau sampai hari ini Ahok masih ngotot agar RAPBD e-Budgeting yang ada anggaran siluman ke dua proyek yang sudah dicoret DPRD  untuk dijadikan Perda APBD 2015.

Warga Jakarta harusnya salut pada Lulung Cs, karena sesungguhnya Lulung Cs lah yang telah menyelamatkan uang rakyat Jakarta. Proyek LRT, light rail transit sebuah proyek yang tidak jelas (monorel yang direncanakan matang saja gagal) yang sudah dicoret DPRD dan Ahok sendiri mengatakan pembiayaannya harus dilakukan oleh pengembang, kenapa Ahok ngotot menyelipkannya kembali dalam RAPBD 2015 sebesar Rp.300 Miliar?

Proyek tanggul laut, proyek multiyears yang sekali disetujui DPRD sekecil apapun jumlahnya di tahun anggaran ini, di tahun-tahun selanjutnya akan menyedot APBD bahkan APBN ratusan triliun. Urgensinya hanya untuk menghadapi rob, yang saat ini tidak urgent dan hanya menguntungkan dan menaikkan harga properti mewah milik orang kaya di Pantura Jakarta dan proyek reklamasi 17 pulau. Tentu saja termasuk rumah-rumah Ahok dan keluarganya disekitaran Pantai Mutiara/Pluit.

DPRD sudah bagus kerjanya, sudah berhasil mencegah APBD DKI dari akal ‘maling’ Ahok yang hanya mengutamakan kepentingan diri dan teman-teman pengembangnya. Ahok harus berpikir dan bekerja keras mengatasi banjir yang datang baik dari hujan maupun kiriman dari Bogor, bukan yang dari laut. Sekarang ini hujan baru setengah jam saja beberapa jalan di Jakarta langsung terendam 30-40cm menyebabkan kendaraan motor maupun mobil  tidak bisa meliwatinya. Ribuan kendaraan harus putar arah atau nekad mencoba menerobos dengan resiko mesin mati. Neraka yang diderita warga Jakarta setiap kali hujan turun yang harus diutamakan Ahok untuk ditangani segera, bukan proyek tanggul laut yang ngotot mau dijadikan Perda. Anggaran untuk mengatasi banjir inipun sudah menjadi bahan teguran Mendagri di RAPBD 2015, sebab Ahok hanya menganggarkan sekitar Rp 5 Triliun, yang menurut Mendagri terlalu kecil dibandingkan belanja pegawai Rp 19 Triliun. Bahkan tunjangan kinerja PNS DKI yang Rp 10 Triliun, bernilai 2x lipat anggaran banjir. Ironi bukan, PNS dan Ahok yang gagal mengatasi banjir dan pelbagai masalah DKI termasuk korupsi melalui realisasi UPS 2014, mau diberi tunjangan ‘prestasi’ 2x lipat anggaran banjir !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun