BENCANA ALAM DI TERNATE
Akhir tahun 2011, adalah masa yang paling merepotkan dalam sejarah saya bertempat tinggal di Ternate, Maluku Utara. Letusan besar yang tiba-tiba terjadi pada malam hari tanggal 5 Desember yang  berasal dari gunung Gamalama dan diikuti dengan hujan deras, menyebabkan atap rumah, selokan, dan pekarangan setiap rumah di desa saya tertutup endapan abu vulkanik tebal berwarna hitam pekat.
Belum pernah dibayangkan sebelumnya, bahwa esok hari, saya akan bekerja keras untuk membersihkan talang rumah, mengepel seluruh area teras, dan mencuci kembali jemuran yang tak sempat diangkat malam harinya. Tidak sampai di situ, meskipun hujan sudah reda, jarak pandang akibat abu vulkanik yang beterbangan dan menutupi sebagian besar kota Ternate, membuat saya harus pontang panting mencari persedian masker dari satu apotek,ke apotek yang lain. Pasar-pasar tradisional pun mendadak sepi, demikian juga bandar udara yang terpaksa ditutup. Tanggal 6 Desember, aktifitas masyarakat Kota Ternate bisa dikatakan lumpuh sebagian.
Menciduk endapan abu gunung yang bercampur air hujan. Dok.Pribadi
Beberapa hari kemudian, kota Ternate kembali diguyur hujan deras dengan durasi yang cukup lama, bahkan seharian. Cuaca benar-benar tidak bisa diperkirakan saat itu. Puncaknya adalah tanggal 10 Desember malam. Intensitas hujan yang semakin besar membuat luapan air yang besar dan membawa material lahar dingin, dan menutup jalan sepanjang 300 meter di Kelurahan Tubo, Ternate Utara. (
Sumber:Kompas)
Tanggal 11 Desember, dari Pasar Bastiong. Dok.Pribadi
Kota Ternate, yang terdapat di Pulau Ternate, tampak indah dilihat dari atas. Luasan pesisir pantai, kumpulan bangunan-bangunan bernilai sejarah tinggi, keanekaragaman budaya, kuliner, dan kekayaan bahari, seperti membuat perjalanan wisata dalam satu paket untuk para pelancong. Sebagai pusatnya, terletak gunung Gamalama. Salah satu dari rangkaian gunung berapi yang masih aktif di Indonesia, dan tentu saja, menyimpan keindahan serta bahaya di dalamnya.
Kota Ternate Dari Atas Udara. Dok.Pribadi
Indahnya Pulau Ternate dari atas. Dok.Pribadi
Sebagai daerah yang terlintas oleh Cincin Api Pasifik (Pacific Rings of Fire), Ternate yang masuk dalam provinsi Maluku Utara, diintai oleh lebih dari satu ancaman bencana alam. Mulai dari letusan gunung berapi, banjir lahar dingin, gempa bumi, longsor, hingga tsunami. Dan sejak 2011, tercatat belasan jumlah bencana alam yang merusak fasilitas umum dan jatuhnya korban jiwa. Yang terbaru, tepatnya bulan Juni 2017 lalu, adalah meninggalnya dua orang kakak beradik akibat tertimbun tanah longsor di daerah Tabona.Â
Orang Indonesia, menurut tipologi yang dilakukan oleh Kroeber dan Kluckhohn (1952) kemudian dipadukan dengan Koentjaraningrat (1987), termasuk dalam kelompok tradisional, yang ditandai sikap tunduk dan pasrah kepada alam; dan sebagian kelompok transformasi, yang berusaha mencari keselarasan dengan alam. Tak mengherankan jika mitigasi bencana, tidak menjadi prioritas (
sumber : doc GDrive). Hal ini menyebabkan, kerugian material maupun non material bertambah besar. Contohnya, dua minggu setelah terjadi letusan gunung Gamalama dan banjir lahar dingin pada tahun 2011, pemerintah kota Ternate menaksir kerugian mencapai 170 miliar (
sumber:Kompas). Padahal, jika ini disosialisasikan dan digalakkan, kerugian yang timbul pasca bencana tidak terlalu besar, bahkan bisa diminimalisasi.
Abu GUnung Gamalama Tanggal 11 Desember dari belakang rumah. Dok.Pribadi
Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana cara menyosialisasikan bahaya bencana, serta membuat masyarakat lebih sigap dalam menghadapinya?
Sosialisasi akan terjadi jika ada komunikasi yang efektif dan efisien di dalamnya. Dewasa ini, memberi informasi yang baik saja tidak cukup, apabila tidak dibarengi dengan penyampaian yang baik. Maka dari itu diperlukan strategi media untuk berkomunikasi dengan masyarakat yang berada di daerah rawan bencana. Dari yang bersifat tradisional, media daring, hingga ke media massa. Walaupun menumbuhkan dan membangun budaya sadar bencana membutuhkan upaya yang berkelanjutan dan lintas generasi, ini bukanlah hal yang mustahil dilakukan.
Ada beberapa tindakan yang telah dilakukan oleh BNPB terkait dengan mitigasi bencana, seperti bekerjasama antar lintas sektoral, menyusun peta risiko, mengadakan pelatihan-pelatihan, hingga mengoptimalkan peran Kelurahan Siaga Bencana. Hal-hal yang tersebut tadi berhasil dieksekusi dengan baik melalui BPBD Kota Ternate.
Dan kedepannya, BNPB akan merilis sebuah sandiwara radio berjudul Asmara Di Tengah Bencana Episode 2, yang akan disiarkan pada hari Jum'at, 07 Juli 2017, di 60 stasiun radio swasta dan 20 stasiun radio komunitas, dan tersebar di 20 provinsi.Â
Lihat Humaniora Selengkapnya