KISAH BERINGIN DI BENTENG TOBOALI
Â
"Aku sangat mencintaimu hingga lututku gemetaran karena takut saat membayangkan suatu ketika aku harus menjalankan sisa hidupku tanpa dirimu"
Berwisata ke Toboali, ibukota Bangka Selatan, tentu kita akan mampir ke Kawasan Simpang Lima. Sejak program penataan wajah kota yang dimulai pada tahun 2022, penampakan kawasan tersebut menjadi sangat instagramable. Setiap sore orang-orang akan duduk bersantai di kursi taman yang telah disediakan untuk bercengkerama dan bersenda gurau. Salah satu ikon di kawasan itu adalah Benteng Toboali dan Kelenteng Dewi Sin Mu yang merupakan bukti  keberadaan Kota Toboali sejak ratusan tahun silam. Kedua tempat bersejarah itu memiliki kisah yang mengharu biru. Mari kita simak ceritanya!
Dikisahkan pada suatu masa, hiduplah sepasang suami istri yang bersahaja dan harmonis. Pasangan yang senantiasa diselimuti kebahagiaan itu bernama Bang Aji dan Ce Li Cin. Bang Aji seorang pemuda tampan dan gagah dari suku Melayu. Sedangkan Ce Li Cin adalah wanita cantik dari suku Tionghoa. Walaupun berbeda suku, tapi mereka sangat serasi dan saling mencintai satu sama lain. Setiap hari Bang Aji pergi melaut sebagai nelayan dan Ce Li Cin dengan setia menunggu pulangnya sang suami tercinta membawa hasil melautnya.
Pada suatu pagi, seperti biasanya Bang Aji siap-siap akan pergi melaut. Sang istri sudah menyiapkan segala keperluan dan bekal untuk suaminya itu. Nasi hangat dan lauk pauk, serta beberapa makanan ringan seperti kue pia nanas buatannya sendiri. Setelah mengecup kening sang istri, Â Bang Aji pun berangkat melaut.
"Aku berangkat dulu, ya, Sayang. Nanti aku bawakan ikan yang banyak."
"Iya, Bang. Hati-hati, ya!"
Sambil menunggu suaminya pulang, Ce Li Cin menyibukkan diri dengan membuat kue pia nanas kesukaan Bang Aji. Kue pia atau bongli piang buatannya memang sangat enak dan terkenal di kampung sekitar karena harum dan lembut. Ce Li Cin pun mendapat tambahan penghasilan dengan menjual kue pia nanas ke tetangga sekitarnya. Lumayanlah buat ditabung untuk menyongsong kelahiran si buah hati mereka sebentar lagi.
Sore itu, Bang Aji belum pulang melaut. Ce Li Cin dengan sabar menunggu di teras rumah mereka yang sederhana. Sampai lewat magrib sang suami juga belum pulang. Tidak seperti biasanya terjadi seperti itu. Ce Li Cin mulai gelisah.
"Kok abang belum pulang, ya? Ada apa ini ?"