Tahukah anda bahwa di Kementerian Keuangan itu ada yang namanya Direktorat Jenderal Perbendaharaan? Mungkin sebagian besar dari anda tidak tahu, sebagian besar anda mungkin hanya mengenal Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) serta Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Saya bisa maklumi jika anda tidak mengetahui keberadaan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (selanjutnya saya singkat DJPB). Maklum saja, keberadaan DJPB sangat jarang diekspos baik pada media cetak maupun elektronik. Pejabat setingkat Eselon I-nya pun sangat sangat jarang tampil di media cetak apalagi media elektronik dan televisi. Anda mungkin sangat familiar dengan iklan layanan masyarakat DJP dan DJBC di televisi. Sebaliknya, sepengetahuan saya hingga saat ini belum pernah ada iklan layanan masyarakat DJPB di televisi (apa saya yang tidak pernah melihatnya?).
Begitu minimnya pengetahuan masyarakat awam tentang struktur Kementerian Keuangan sehingga tidak jarang orang awam mengasumsikan semua pegawai Kementerian Keuangan itu adalah “Petugas Pajak” (maksudnya pegawai pada DJP)! Ini menunjukkan bahwa unit kerja paling tersohor di lingkungan Kementerian Keuangan adalah DJP. Urutan kedua yang terkenal di Kementerian Keuangan tidak lain tidak bukan adalah DJBC. Mungkin anda ingat iklannya di televisi yang menampilkan para Petugas Bea dan Cukai yang gagah perkasa melaksanakan tugasnya sebagai abdi negara penjaga negeri ini, mengamankan penerimaan bea dan cukai untuk kemajuan bangsa. Selanjutnya urutan ketiga yang terkenal adalah DJA. Di unit kerja inilah dilakukan proses pembahasan Rancangan APBN sebagai instrumen fiskal Pemerintah sampai dengan pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Tahukah anda bahwa di Kementerian Keuangan itu ada yang namanya DJPB? Sakitnya tuh di sini (sambal garuk-garuk kepala yang tidak gatal) kata kawan-kawan Petugas DJPB saat memperkenalkan tempat mereka bekerja kepada orang-orang, karena orang-orang malah bertanya “Apa itu DJPB?”. Itu artinya masyarakat memang belum begitu mengenal DJPB.
Tahukan anda bahwa DJPB-lah yang menerima, menyimpan dan mengelola Uang Negara? Supaya anda semua tahu, Tahun Anggaran 2015 ini diproyeksikan Rp 1.761,6 Triliun uang Negara yang akan masuk ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN) yang dikelola oleh DJPB. Uang tersebut merupakan pendapatan Negara yang berasal dari Pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Hibah. Pendapatan Negara tersebut tidak dipegang oleh DJP sebagaimana yang mungkin ada dalam pikiran masyarakat awam selama ini. Uang tersebut masuk melalui Bank/Pos Persepsi (tempat para penyetor menyetorkan pajak maupun PNBP) yang telah menjalin kerjasama dengan DJPB, yang selanjutnya setiap hari disetorkan oleh Bank/Pos Persepsi ke RKUN yang dikelola DJPB.
Tidak ada seorangpun Petugas DJPB yang dapat mengutak-atik dan menyalahgunakan uang yang sudah masuk dalam RKUN di Bank Indonesia tersebut. Semua uang yang terkumpul dikelola secara transparan dan akuntabel. Sejarah membuktikan, hingga saat ini (dan saya yakin untuk selamanya) belum pernah ada Petugas DJPB yang ditangkap aparat penegak hukum terkait korupsi uang yang masuk ke RKUN. Godaan uang ribuan triliun rupiah yang ada dalam “genggaman tangan” tidak membuat Petugas DJPB gelap mata. Ini sungguh merupakan pengabdian yang sangat luar biasa di tengah minimnya pendapatan para Petugas DJPB jika dibandingkan dengan petugas unit kerja lainnya di lingkungan Kementerian Keuangan. Tidak ada “suntikan vitamin” khusus yang diberikan kepada para Petugas DJPB atas kinerjanya dalam mengelola uang negara tersebut.
Tahukan anda bahwa DJPB juga berkontribusi dalam upaya “mengumpulkan” uang pajak? Ya….selama ini publik diberikan informasi yang kurang komprehensif, seolah-olah seluruh penerimaan pajak adalah 100% kontribusi dan hasil kerja keras satu unit kerja tertentu saja. Penerimaan Pajak maupun PNBP mungkin tidak akan mencapai target jika DJPB tidak menyiapkan infrastruktur Bank/Pos Persepsi yang memadai dalam proses penerimaan Negara. DJPB terus meningkatkan layanan dengan bekerja sama dengan bank-bank pemerintah maupun swasta dalam pengembangan system penerimaan Negara. Saat ini sedang gencar-gencarnya dilaksanakan Modul Penerimaan Negara dengan system elektronik (billing system) yang sangat mempermudah masyarakat dalam membayar pajak maupun menyetorkan PNBP.
Target penerimaan pajak pada Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp 1.489,3 Triliun juga tidak sepenuhnya merupakan tanggung jawab DJP dan DJBC. Peran DJPB juga sangat besar terutama dalam hal mengontrol kewajiban pembayaran pajak melalui potongan pajak pada Surat Perintah Membayar (SPM) yang disampaikan oleh Kementerian Negara/Lembaga/Satuan Kerja pada saat pencairan anggaran belanja negara di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang merupakan instansi vertikal DJPB. Sebagai contoh: Belanja Modal pada APBN-P 2015 dialokasikan sebesar Rp 275,8 Triliun. Jika kita asumsikan seluruh dana terserap, maka ada potensi Rp 25 Triliun uang yang berasal dari PPN 10% yang terkumpul atas jasa DJPB, tanpa campur tangan dari DJP. Begitu pula halnya dengan Belanja Barang yang dialokasikan sebesar Rp 238,8 Triliun. Jika kita asumsikan 70%-nya saja yang terserap dan dikenakan PPN 10%, maka DJPB telah berkontribusi dalam mengumpulkan pajak sebesar Rp 15,2 Triliun. Belum lagi jika kita hitung potensi potongan Pajak Penghasilan (PPh)-nya. Melalui sedikit contoh ini saya mau menggambarkan bahwa ternyata penerimaan pajak itu tidak sepenuhnya hasil kerja keras DJP, ada juga kontribusi dari DJPB.
Lebih hebat lagi, tahukan anda bahwa sebenarnya uang pajak yang diterima melalui potongan SPM tersebut hanya penerimaan dalam pembukuan saja, sedangkan riil giralnya tidak ada? Ya…nilai riil giralnya tidak ada yang masuk ke RKUN sebagaimana setoran yang diterima melalui Bank/Pos Persepsi. Belum lagi jika keadaan RKUN sedang kosong pada awal-awal tahun anggaran atau setidak-tidaknya tidak mencukupi untuk membayar potensi tagihan kepada Negara, pastilah Petugas DJPB kebingungan. Di situlah kerja keras DJPB sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (Kuasa BUN) sedang diuji, bagaimana caranya agar dapat menyediakan riil uang giral yang cukup untuk membiayai segala Belanja Negara. Tidak ada istilah “tidak ada uang” dalam kamus DJPB, semua tagihan kepada Negara harus dapat terbayarkan. Jalan keluarnya salah satunya adalah dengan cara berhutang. Berhutang juga adalah sebuah prestasi, benar kan? Dapatkah anda bayangkan jika Negara ternyata tidak mampu membayar segala tagihan yang ditujukan kepadanya? Tentu akan timbul kekacauan dan Negara kita dapat dinyatakan bangkrut, ibarat sebuah perusahaan yang jatuh pailit. Sayangnya Petugas DJPB tidak ikut mendapatkan “vitamin” khusus atas kontribusi dan kerja kerasnya ini hehehehe……
Tahukah anda bahwa DJPB adalah Kuasa BUN? Ya, Kementerian Keuangan adalah institusi yang bertindak sebagai Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia tercinta ini. Dalam Penjelasan Umum UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, disebutkan bahwa Menteri Keuangan bukanlah sekedar kasir yang hanya berwenang melaksanakan penerimaan dan pengeluaran negara tanpa berhak menilai kebenaran penerimaan dan pengeluaran tersebut. Menteri Keuangan selaku BUN adalah pengelola keuangan dalam arti seutuhnya, yaitu berfungsi sekaligus sebagai kasir, pengawas keuangan dan manajer keuangan. Kepanjangan tangan Kementerian Keuangan yang menjalankan hal di atas adalah DJPB dalam kedudukannya sebagai Kuasa BUN, bukan unit kerja lainnya yang sangat terkenal itu.
Belanja Negara pada Tahun Anggaran 2015 ini berdasarkan APBN-P 2015 yang telah disetujui bersama antara Pemerintah dan DPR mencapai Rp 1.984,1 Triliun. Jumlah ini meningkat dari alokasi Belanja Negara dalam APBN-P 2014 yang mencapai Rp 1.876,9 Triliun. Data sementara (anaudited) pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan-Kementerian Keuangan menunjukkan realisasi Belanja Negara Tahun Anggaran 2014 sampai 31 Desember 2014 mencapai Rp 1.767,3 Triliun (94,2% dari alokasi anggaran). Jika kita asumsikan tingkat penyerapan anggaran Tahun 2015 nanti sama dengan Tahun 2014 (94,2%), paling tidak ada anggaran Belanja Negara sebesar Rp 1.869 Triliun yang akan dicairkan di KPPN sebagai instansi vertikal DJPB. Jumlah uang yang sangat-sangat tidak sedikit! DJPB cq. KPPN adalah “palang pintu” terakhir untuk mengamankan pelaksanaan APBN. DJPB cq. KPPN-lah yang akhirnya menentukan apakah uang Negara dicairkan atau tidak melalui penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Tanpa SP2D tidak ada uang negara yang keluar dari RKUN. DJPB cq. KPPN bertanggung jawab penuh sesuai Pasal 19 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara untuk: meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran, menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBN yang tercantum dalam perintah pembayaran, menguji ketersediaan dana yang bersangkutan, memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran negara, menolak pencairan dana apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Tahukan anda bahwa seluruh proses pencairan dana atas Belanja Negara di DJPB cq. KPPN tersebut sama sekali tidak dipungut biaya sepeser pun? Ya, seluruh Petugas DJPB cq. KPPN di seluruh Indonesia telah memastikan bahwa mereka anti menerima gratifikasi atas seluruh layanan pencairan anggaran Negara. Sebuah integritas yang patut untuk diapresiasi. Bisa anda bayangkan betapa luar biasanya integritas para Petugas DJPB yang memiliki kekuasaan mencairkan ribuan triliun anggaran, namun sama sekali tidak terpikirkan untuk menerima apalagi meminta gratifikasi dari stakeholders yang dilayani. Kesempatan mereka untuk menerima/meminta gratifikasi sebenarnya sangat terbuka lebar, namun karena niat suci, ketulusan melayani, integritas dan kekuatan iman membuat mereka tidak melakukan perbuatan tercela itu. Tidak berlebihan kalau saya menyebut para Petugas DJPB tersebut adalah pejuang tangguh pengamanan pelaksanaan anggaran negara.
Sekarang anda sudah tahukan sekelumit tentang DJPB? Mudah-mudahan demikian. Apa yang saya ungkapkan di sini hanyalah setitik tentang DJPB, masih banyak informasi positif lainnya tentang DJPB yang tidak tertulis di sini. Para Petugas DJPB tidak mau seperti pihak-pihak lain yang saling mengklaim dirinyalah Pahlawan APBN sehingga sangat layak untuk diberikan penghasilan yang lebih tinggi dari petugas lainnya. Petugas DJPB bukanlah siapa-siapa, mereka mungkin tidak terkenal dan dikenal masyarakat. Dalam keseharian mereka selalu diminta para pimpinan untuk selalu bersyukur atas segala nikmat (penghasilan) yang telah ada. Tidak boleh terlalu menuntut yang berlebihan, apalagi menuntut diberikan “vitamin” sebagaimana “tetangga” sebelah, dan hendaknya selalu bersabar menghadapi segala cobaan hidup. Para Petugas DJPB banyak yang bercanda, kalau “tetangga” sebelah diberikan vitamin dalam tanda kutip, DJPB menerima vitamin yang sebenarnya, yaitu vitacimin (kadang diberikan sebagai penambah daya tahan tubuh saat volume pekerjaan meningkat tajam di akhir tahun anggaran). Konon khabarnya juga para petinggi organisasi dalam berbagai kesempatan selalu mengingatkan para pegawai untuk menerima statusnya sebagai PETUGAS DJPB. Jika mereka tidak mau menerima statusnya sebagai PETUGAS DJPB, ya silahkan keluar hehehe…….(kayak pidato Mbak Mega aja wkwkwk).
Ya……….saya melihat kawan-kawan Petugas DJPB sangat tangguh. Mereka sesungguhnya adalah pahlawan APBN di antara pahlawan-pahlawan yang lainnya. Kalaupun mereka ternyata tidak diakui eksistensinya sebagai pahlawan APBN, setidaknya bagi saya mereka adalah “Pahlawan Tak Dikenal” dan “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”.
Salam Perbendaharaan!
Catatan:
Tulisan ini adalah pendapat saya sebagai pribadi dan sama sekali tidak mencerminkan pendapat/kebijakan DJPB.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H