Hari-hari ini kita sedang disibukkan dengan pemberitaan pertikaian antar publik figur. Pertikaian itu terlihat menarik karena masing-masing kubu memiliki masa dan standard kebenaran yang cukup kontras.Â
Semisal contoh kasus pertikaian HRS dengan artis NM, pihak HRS merasa tersinggung dengan ucapan artis NM bahwa HBS adalah penjual obat, sementara dari pihak HRS tak kalah garang dengan melontarkan dark joke artis NM dengan sebutan lont*.Â
HRS sebagai representasi kaum elit islam memperjuangkan simbol islam secara kaffah di segala aspek bernegara yang selama ini juga vis a vis dengan pemerintah. Harus kita akui suka tidak suka, HRS dengan pengikut fanatiknya adalah oposisi yang paling lantang mengkritik pemerintah.
Artis NM representasi wanita bagian dari warga negara Indonesia terlepas dari segala kontroversinya, NM adalah wanita mempunyai hak yang sama untuk bersuara. Hal itu juga mendapat angin segar, NM yang selama ini juga menjadi bagian pendukung pemerintah cukup mempunyai banyak amunisi dengan dukungan para buzzer istana.
Meskipun pertikaian mereka nampak tidak berimbang hal ini menjadi pembelahan isu yang cukup kontras di masyarakat khususnya di daerah urban.
Terdapat duduk perkara yang cukup menarik dari kasus di atas. Kita kembali mengingat contoh kasus putra presiden Kaesang Pangarep dalam salah satu video you tube-nya berujar kata "ndeso" berujung dilaporkannya ke polisi oleh salah satu orang, usut punya usut orang tersebut fanatik dengan pihak oposisi yang selama ini mengkritik pemerintah.Â
Namun kita bisa tertawa terkekeh-kekeh di acara reality show Empat Mata Tukul Arwana yang selalu dipantik dengan kata-kata "ndeso-ndeso" kepada audiens di akhir guyonannya. Redaksi kata yang sama (ndeso) bisa dipahami dengan ketersinggungan yang berbeda. Ini menarik
Pernah ketika itu saya tinggal di Bali pada saat itu setelah makan saya berkata "aduh kenyang" seketika orang-orang di sekitar menatapku dengan sinis, "Masnya dari jawa ya?" sahut salah satu orang asli bali.Â
Setelah usut punya usut "kenyang" bagi masyarakat Jawa berarti "warek" bagi masyarakat bali "Kenyang" berarti alat kelamin pria sedang ereksi (Jawa: ngaceng). Ternyata bahasa yang sama mempunyai arti berbeda tergantung letak geografis dan budaya.
Perlakuan berbeda dalam keadilan berpikir tak hanya berkaitan dengan simbol bahasa. Sesama manusia dengan redaksi perkataan yang sama bisa berarti berbeda bagi pendengarnya.Â
Sebagai guru di sekolah misalnya, dua orang guru dengan latar belakang berbeda mempunyai kesalahan yang sama bagi kepala sekolah akan dihakimi dengan cara yang berbeda. Guru dari keluarga yayasan sekolah akan mendapat perlakuan yang lebih humanis dibandingkan dengan guru bukan dari lingkaran keluarga yayasan sekolah.