Tanpa kupinta, telah kudapatkan dunia ini
 Aku melihat Tuhan dalam dirimu, apa yang harus kulakukan?
Â
Engkau tinggal begitu dalam di lubuk hatiku
Hatiku yang menangis pun tersenyum
Aku melihat Tuhan dalam dirimu, apa yang harus kulakukan?
Â
Selama dia membacakan puisi itu, matanya terus melekat kepadaku, dan semua gestur tubuhnya diarahkan kepadaku. Tentu seisi kelas bahkan pak mulyana menyadari itu. Tidak kah dia merasa malu memperlihatkan itu di depan umum? Memang tidak ada namaku disitu, tapi secara halus puisi itu diutarakan untukku. Beberapa teman sekelasku berteriak dan bersuit, setelah dia selesai membacakan puisinya tersebut. Aku merasa malu, sekaligus suka.
Pak Mulyana, memuji puisinya sebagai puisi terjujur dan terdalam dari semua puisi yang dibacakan siswa di semua kelas yang dia ajar. Lalu caranya membawakan puisi pun dapat pujian luar biasa dari Pak Mulyana. Sedikit yang tahu bahwa sebenarnya itu bukan puisi yang dia buat sendiri, Rani memberitahuku bahwa itu adalah penggalan lirik lagu india yang dia ubah sedikit. Aku tertawa mendengarnya, puisi terbaik menurut Pak Mulyana itu ternyata plagiat dari lirik lagu india, dan tidak ada yang menyadarinya. Katanya dia lupa mengerjakan tugas puisi itu, lalu saat dia melihatku di kelas, dia teringat lagu india tersebut dan segera mencari terjemahannya di google dengan meminjam hape teman, lalu dia salin dengan memberikan sedikit perubahan.
***
Cinta tak tersurat di kertas