"tentu, lagipula, aku tidak bilang ingin jadi pacarmu kan? Aku hanya bilang aku jatuh cinta padamu."Â
"bukankah itu hal yang sama?"Â
"tidak bagiku." Pesanan kami datang, selama beberapa menit tidak ada kata terucap di antara kami, dia sepertinya sibuk dengan makanannya, dan aku pun sibuk memikirkan kata-katanya barusan.Â
"aku penasaran dengan apa yang kau ucapkan di kantin saat itu." Aku memecah kebekuan di antara kami, tidak nyaman rasanya hanya diam saja.
"yang mana?"
"soal melihat Tuhan dalam diriku."
"oh...kau percaya Tuhan?"
"entahlah...keluargaku bukan keluarga yang relijius. Aku hanya mengenal tuhan dari pelajaran agama di sekolah. Itupun aku belajar hanya untuk dapat nilai bagus saja, tidak enak rasanya ada angka jelek di rapot. Lalu apakah aku mempercayai-Nya? Aku tidak tahu."
"kalau begitu, tidak ada gunanya aku jelaskan, toh kau tidak percaya Tuhan."
"aku bukan tidak percaya, tapi belum menentukan sikap. Benar-benar tidak ada yangperlu dijelaskan?"
"hm...baiklah... apa yang aku percayai adalah bahwa alam ini, termasuk manusia merupakan manifestasi Tuhan itu sendiri, dan kecantikanmu adalah salah satu wujud dari nama-Nya yang Dia berikan pada manusia, Maha Indah. Oleh karena itu aku senang memandangimu, secara tidak langsung, seakan aku sedang memandangi-Nya." Aku mengerutkan dahi mendengar penjelasannya.