Mohon tunggu...
Tonatan TV
Tonatan TV Mohon Tunggu... Penulis - Tukar Silaturahmi dan Informasi

Saya senang beehumor dan berkarya tulis terutama di bidang seni budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mantra Ini Menunjukkan Budaya Ponorogo

24 Mei 2022   20:07 Diperbarui: 24 Mei 2022   20:28 905
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tidak kurang dari empat Nara sumber, menceritakan lepada saya tentang sebuah mantra, ketika saya menelusuri sebuah tempat yang saya anggap sebagai Goa Hunian di Ponorogo, yakni Goa Bedali. Banyak pengakuan masyarakat di Ponorogo, bahwa  Goa Bedali yang sesungguhnya tertutup air disungai pembatas wilayah antara Desa Tajug dan Desa Rono Sentanan itu. 

Lain itu, keyakinan  Masyarakat, di Goa tersebut, Jo Drono (sebutan lain Joyo Drono bertapa). Sebab dalam Kisah yang betedar di Ponorogo, Joyo Drono adalah kalak dari Joyo Dipo. Keduanya merupakan utusan dari Majapahit Prabu Brawijaya untuk menjaga Pusaka Kerajaan dari Majapahit. Keduanya di pesan oleh  Prabu Brawijaya, Pusaka yang dibawanha (Tombak, Sabuk Cinde Puspita dan Payung  Songsong Bawana) 

Jangan sampai jatuh ke tangan orang lain. Selain keturunan dari Prabu Majapahit tersebut.

Dalam perjalanannya, kedua abdi Pusaka tersebut bisa bertemu dengan Bathara Katong, yang merupakan "turas" dari Brawijaya. Saat Bathara Katong memulai Babad Hutan untuk mendirikan Kadipaten Ponorogo. Tapi saat itu menurut, cerita Babad Ponorogo, Joyo Drono sudah memasuki alam maya (mrayang). Sedangkan Joyo Dipo makamnya di Desa Japan. 

Joyo Drono yang juga di sebut Jo Drono, namanya kemudian ada pada mantra yang beredar di Ponorogo. Mantra tersebut digunakan untuk menenangkan bayi yang menangis pada malam hari. Juga bisa untuk meredakan panas atau sakit bagi si bayi.

Mantra tersebut berbunyi, "Mbah Jo Drono, Putumu (panas) tambanono".  Versi lain  "Mbah Jo Drono, Putumu nangis neng nengen".  Penuturan orang-orang tua, bila mantra itu di baca, tak berapa lama si bayi yang sakit segera reda dan bila bayi nangis akan segera tenang. 

Dari sini kita bisa melihat, bahwa masyarakat Ponorogo pada masa lalh, sangat membanggakan tokoh Jo Drono. Kalau Pusaka itu benar dari Majapahit dan Jo Drono abdi Pusaka Majapahit, mantra ini secara tak langsung bentuk pengakuan bahwa mereka adalah Rakyat Majapahit.

Selain itu, mantra ini juga merupakan suatu bukti masyarakat Ponorogo, pada masa dahulu memiliki keyakinan adanya alam lain, arwah Nenek Moyang yang membantu anak cucunya bila keadaan terdesak.

Juga sebuah kepercayaan adanya ajaran moksa bagi orang tertentu, yang memiliki kesaktian dan kesalehan pada masanya.

Masyarakat Ponorogo dari kaum tua, hingga kini mepercayai bahwa Jo Drono atau Joyo Drono ini masih hidup. Dia berada di sungai sungai perbatasan Ponorogo.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun